Selamat Datang di Buletin Konservasi Kepala Burung (Bird's Head) Blog "sebuah Blog yang berisi artikel-artikel seputar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan merupakan media informasi, komunikasi, sosialisasi antar sesama rimbawan dalam menegakkan panji-panji Konservasi..."
Bagi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri/Rekan-Rekan Sekalian yang ingin menyampaikan artikelnya seputar Konservasi atau ingin ditampilkan pada Blog ini, dapat mengirim artikel tersebut ke Email Tim Redaksi Buletin : buletinkepalaburung@gmail.com atau ke Operator atas nama Dony Yansyah : dony.yansyah@gmail.com

Kamis, 23 Desember 2010

Dimanakah Keharmonisan Manusia dan Alam??? (Edisi 5 2010)


Alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Tidak diragukan lagi bahwa alam mempunyai caranya sendiri untuk mengatur agar semua unsur berada pada kondisi seimbang. Semua makhluk hidup, baik yang besar maupun yang kecil memiliki peranan Masing-masing fungsi dan peranan tersebut pada akhirnya membentuk suatu keseimbangan yang mengagumkan.
Alam memberikan keseimbangan dalam kehidupan makhluk hidup yang ada di muka bumi ini, jika tidak ada keseimbangan maka apa jadinya kehidupan kita.

” Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-berulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang”. (Q.S. Al Mulk : ayat 3).

Peranan Manusia
Sebagai makhluk hidup yang berakal, manusia memegang peran utama  di alam ini. Dengan kemampuan akalnya, manusia memanfaatkan dan mengelola alam beserta isinya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun karena tidak sempurna, maka saat manusia melakukan campur tangan terhadap alam, kadangkala yang terjadi justru terganggunya keseimbangan alam. Ketika manusia mengambil alih kendali terhadap alam, beberapa hal baik mungkin saja terjadi. Tetapi resiko dari itu adalah munculnya hal-hal buruk yang akan mengganggu keseimbangan alam dalam melakukan prosesnya. Seringkali kerusakan alam menjadi harga yang harus dibayar manusia saat ia mencoba meningkatkan mutu hidupnya. Pada akhirnya, hingga seberapa mahal manusia ingin membayar harga itu.
Manusia cenderung selalu bersikap ambigu terhadap alam. Alam dipandang sebagai “sang pemberi” sekaligus “musuh”. Manusia bukannya tidak mengerti bahwa perusakan ekosfir secara terus-menerus akan mengakibatkan  planet Bumi tidak layak huni, tetapi mereka memilih merusak atau setidaknya membiarkan perusakan terus terjadi. Jawabnya terletak pada keinginan manusia untuk terus memacu kemajuan ekonomi.
Pertambahan jumlah penduduk, kemajuan peradaban dan perekonomian, perkembangan daerah permukiman, industri, sarana transportasi dan sarana prasarana lainnya, dalam pengembangan pembangunan daerah perkotaan cenderung untuk meminimalkan ruang terbuka hijau dan menghilangkan wajah alam. Kondisi demikian menyebabkan ekosistem yang mengakibatkan hubungan antara masyarakat dengan lingkungannya menjadi tidak harmonis. Masyarakat maju secara ekonomi, tetapi mundur secara ekologi/ekosistem.
Selain itu peningkatan jumlah manusia di dunia menyebabkan kebutuhan yang harus dipenuhi juga semakin meningkat. Hal itu mendorong manusia untuk mengeksploitasi sumber daya alam yang tersedia saat ini agar kebutuhan hidupnya tercukupi. Pemanfaatan sumber daya dan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya seringkali menimbulkan berbagai masalah lingkungan, misalnya pencemaran air, tanah, dan udara, kebakaran hutan, penggundulan hutan, pemanasan global, hujan asam, banjir dan kekeringan.

Pencemaran Lingkungan
Pengertian pencemaran lingkungan merujuk pada adanya bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan yang terdapat di dalam lingkungan. Bahan-bahan tersebut dapat berupa makhluk hidup, unsur, senyawa, energi, atau benda-benda lain yang disebut sebagai pencemar atau polutan.             
Pencemar umumnya dihasilkan  oleh aktivitas manusia yang tidak mempertimbangkan keadaan ekosistem,  misalnya eksploitasi sumber daya yang tidak terkendali dan berlebihan, atau pabrik-pabrik yang mengeluarkan bahan beracun dan berbahaya (B3). Bahan pencemar juga dihasilkan oleh proses alami dari alam yang terjadi secara tiba-tiba misalnya bencana  alam berupa gempa bumi dan letusan gunung berapi. Proses alam yang demikian dapat menghasilkan  bahan kimia yang berbahaya, air kotor, abu atau debu dan juga wabah penyakit atau kerusakan fisik alam.

Kemiskinan = Dilema Alam
Indonesia merupakan sebuah negara yang tersusun atas 17.508 pulau, membentang di antara benua Asia dan Australia. Secara geografis terletak di antara 6°08’ LU-11°15’ LS dan 94°45’-141°05’ BT. Sebagai negara yang berada pada garis khatulistiwa dan mempunyai iklim tropis, kepulauan Indonesia sangat subur dan memiliki kekayaan alam yang luar biasa.
Oleh karena itu, sejak kecil, anak-anak Indonesia pun telah disadarkan oleh pengertian bahwa negara ini kaya akan sumberdaya alam. Sebuah lagu menyebutkan bahwa Indonesia diibaratkan sebagai : “....tanah surga, dimana tongkat, kayu dan batu jadi tanaman...”. Bangsa Indonesia menyebut negaranya secara romantis sebagai “Untaian Zamrud Khatulistiwa’. Kehijauan dan kekayaan alamnya memang seindah untaian zamrud. Selain berupa daratan seluas 1,9 Juta Kilometer Persegi, wilayah Indonesia juga meliputi lautan yang memiliki luas empat kali lebih besar dari luas daratannya yakni sebesar 7,9 Juta Kilometer Persegi (81% dari total luas wilayah Indonesia).
Sehingga dengan begitu indahnya potensi yang dimiliki bangsa kita, tidak menutup kemungkinan ancaman besar yang datang baik dari dalam maupun  dari luar akan merusak alam kita, dengan melakukan eksploitasi secara besar-besaran tanpa memperhatikan kelestarian lingkungan dan dengan melakukan pencurian terhadap hasil alam kita. Dan keuntungan dari semua itu hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang saja, sedangkan kita hanya dapat menikmati akibat dari semua itu, yaitu banjir, erosi, kekeringan dan sebagainya. Sebagai negara yang memiliki kekayaan alam demikian melimpah, maka sangat mengherankan jika saat ini Indonesia tercatat sebagai negara yang berada di bawah garis negara yang berada di bawah jutaan penduduk tidak memiliki pekerjaan.
Beradasarkan sensus penduduk tahun 2003, jumlah penduduk Indonesia sekitar 220 Juta orang, dan sekitar 48,8 juta orang tinggal sekitar kawasan hutan dan sekitar mereka kurang mampu mengidentifikasi, menggali, mengerahkan dan mengarahkan potensi yang dalam lingkungan kehidupannya, baik yang bersifat alami, manusiawi, maupun  sosial. Akibatnya adalah mereka tidak mampu mengatasi kemiskinan yang menimpa dari generasi ke generasi.
Kemiskinan atau kondisi sosial ekonomi penduduk di sekitar hutan yang memprihatinkan menyebakan sebagian masyarakat berani melakukan praktek pelanggaran di dalam kawasan hutan. Disamping itu, seiring dengan bergulirnya era reformasi sejak tahun 1998, membawa dampak adanya kecenderungan masyarakat di sekitar kawasan hutan menuntut dapat mengakses 100% terhadap sumber daya hutan termasuk yang terdapat di dalam kawasan hutan konservasi.

Dimanakah Keharmonisan Manusia dan Alam???
Sepertinya alam ini sedang bergejolak, amarahnya meledak semakin membesar setelah lama terpendam dalam batinnya. Alam bukan sahabat yang baik lagi untuk manusia, bukan salahnya tapi ini semua merupakan salah kita, akibat ulah tangan kita jualah yang terlalu rakus, serakah dan tamak. Ekspolitasi yang tidak memperhatikan asas lestari demi pemenuhan isi perut diri dan tega mengosongkan isi perut bumi.
Lalu...mengapa sekarang kita seperti orang yang kebakaran jenggot??? berteriak dan menjerit ketika alam melampiaskan amarahnya??? Mungkin sekarang kita bisa melihat dan merasakan akibatnya, fenomena alam akhir-akhir ini begitu mencemaskan umat manusia. Mungkin masih jelas dalam ingatan kita peristiwa-peristiwa bencana alam yang melanda bangsa ini bahkan dibelahan bumi kita. Peristiwa banjir besar yang melanda pemukiman karena jebolnya Situ Gintung, Erosi/Tanah Longsor di daerah Perkebunan Teh di Sukabumi yang banyak menelan korban jiwa, perubahan musim yang semakin tidak jelas dan sulit untuk diprediksi sehingga banyak merugikan kaum petani dalam menentukan musim tanam, belum lagi angin topan dan puting beliung yang mampu merubuhkan dan memporak porandakan rumah warga yang merupakan rentetan ganasnya El Nino, badai salju yang semakin sering melanda daratan eropa dan yang terbaru adalah peristiwa meluapnya Sungai Citarum yang telah menenggelamkan pemukiman warga di daerah Karawang dan sekitarnya.
Hanya isak tangis dan jeritan kesedihan yang kini ramai menghiasi, rasa penyesalan selalu datang diakhir dilema, jika lah rasa penyesalan ini datang diawalnya tentunya keharmonisan manusia dan alam akan kita dapatkan.
Kalau sudah begini, lalu dimanakah keharmonisan manusia dan alam??? Mungkin sulit bagi kita untuk menemukan jawabannya ditengah dilema alam. Pembangunan dan pengembangan kota yang begitu giat demi mengejar apa yang namanya kota modern dan maju namun selalu mengenyampingkan aspek lingkungan sehingga merusak keseimbangan ekosistem alam kita.
Keharmonisan manusia dan alam ibarat keharmonisan sepasang suami dan istri dalam sebuah rumah tangga, keharmonisan yang telah lama hilang dan hanya diliputi pertengkaran-pertengkaran dalam setiap waktu kehidupannya, hingga kelamaan mungkin sebuah perceraian yang merupakan jalan dari sebuah ketidak harmonisan. Jika demikian bagaimana dengan kehidupan kita? Jika alam bukan merupakan sahabat yang baik lagi bagi kita, ibarat sebuah bom waktu kehidupan... jam demi jam, menit demi menit dan detik demi detik  kita menunggu kehancuran yang tiada tara dahsyatnya Nauzubillahi Min Dzalik...
Tidak rindu kah kita bila dunia ini kembali hijau, udara pagi yang sejuk dan suara burung-burung kecil bernyanyi, langit yang biru dan melihat anak-anak kita tertawa riang bermain di taman yang rindang pepohonan dan terciptanya segala keseimbangan di alam ini???atau mungkin itu semua hanya menjadi sebuah dongeng pengantar tidur betapa harmonisnya manusia dan alam dulu?
Renungkanlah penggalan Syair yang diciptakan dan dinyayikan oleh Ebiet G. Ade berikut ini, mudah-mudahan mampu membuka pintu hati kita untuk selalu dan selalu mencari jawaban pasti atas pertanyaan ”Dimanakah Keharmonisan Manusia dan Alam?”
”...barang kali disana ada jawabnya, mengapa di tanah ku terjadi bencana...mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu salah dan bangga atas dosa-dosa...atau alam mulai enggan bersahabat dengan kita...coba kita bertanya pada rumput yang bergoyang...”
By : Dhony Syach

Daftar Pustaka :
Departemen Kehutanan, Japan International Cooperation Agency (JICA) dan Pusat Pengembangan Wilayah Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat IPB Bogor. 2004. Konservasi dan Pencegahan Kebakaran Hutan. Rengat.

Widada, Mulyati, Sri, Kobayashi, Hiroshi. 2006. Sekilas Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan     Ekosistemnya. Jakarta : Ditjen PHKA-JICA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar