Selamat Datang di Buletin Konservasi Kepala Burung (Bird's Head) Blog "sebuah Blog yang berisi artikel-artikel seputar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan merupakan media informasi, komunikasi, sosialisasi antar sesama rimbawan dalam menegakkan panji-panji Konservasi..."
Bagi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri/Rekan-Rekan Sekalian yang ingin menyampaikan artikelnya seputar Konservasi atau ingin ditampilkan pada Blog ini, dapat mengirim artikel tersebut ke Email Tim Redaksi Buletin : buletinkepalaburung@gmail.com atau ke Operator atas nama Dony Yansyah : dony.yansyah@gmail.com

Jumat, 05 Oktober 2012

Inventarisasi Desa di Sekitar Kawasan Konservasi Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (Edisi 11)

 
Abstrak
Keberadaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi CA Pegunungan Wondiboy sangat berpengaruh terhadap strategi pengelolaan kawasan ini. Penelitian ini dilakukan pada akhir bulan Juli 2011 yang bertujuan untuk mendapatkan data demografi dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar kawasan dengan menggunakan metode deskrifsi melalui teknik pengambilan data wawancara. Hasilnya diperoleh ada 5 distrik yang bersinggungan langsung dengan kawasan CA Peg. Wondama, yaitu: Distrik Teluk Duari, Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, Distrik Rasiey, dan Distrik Naikere dengan jumlah total ada 33 kampung/desa. Jumlah penduduk ke-33 kampung tersebut adalah 18.013 jiwa dari yang berasal dari 4.246 rumah tangga dengan prosentasenya laki-laki (55%) dan perempuan (45%). Masyarakat memiliki pola dan bentuk-bentuk interaksi dengan kawasan seperti: berburu, berladang disekitar kawasan, memanfaatan hasil hutan non kayu, memanfaatan air dari dalam kawasan sebagai sumber air bersih dan MCK, dan menjaga nilai nilai kearifan lokal berupa larangan merusak/mengotori hulu sungai.

Key Words: Inventarisasi Desa, Cagar Alam Pegunungan Wondiboy, Pola dan Bentuk Interaksi

I. Pendahuluan

A. Latar Belakang
Keberadaan duapuluh delapan kawasan konservasi di Papua Barat dengan total luas 1,849,784.20 ha merupakan kekayaan sumberdaya alam bagi masyarakat Papua yang akan tetap dijaga dan dilindungi keberadaan serta kelestariannya. Keberadaan kawasan tersebut tentunya tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat di sekitarnya. Masyarakat Papua khususnya penduduk lokal mempunyai kecenderungan masih menggantungkan kebutuhan hidupnya dari alam, mulai dari berburu, mencari hasil hutan nonkayu seperti: rotan, tumbuhan obat, bambu, dan gaharu. Kedekatan dengan alam bagi masyarakat Papua masih juga kental. Simbol-simbol adat dan pelaksanaan upacara adat hampir semua sarana prasarananya berasal dari hutan.

Secara tradisi pada umumnya masyarakat lokal telah mempunyai kearifal lokal dalam menjaga kawasan hutan yang berperan penting dalam kehidupan. Kearifan lokal seperti tidak boleh menebang jenis pohon tertentu dan tidak boleh mencemari/ merusak hulu sungai merupakan salah satu kearifan lokal yang dapat kita jumpai pada beberapa penduduk lokal Papua yang tinggal di pedalaman. Keberadaan masyarakat di sekitar kawasan dapat menjadi faktor pendukung dalam upaya perlindungan kawasan dan dapat juga sebagai faktor perusak kawasan itu sendiri. Kearifan-kearifan lokal dapat sebagai panutan bagi penduduk lokal untuk ikut serta menjaga hutan.

Kencenderungan kemajuan jaman telah meningkatkan kebutuhan masyarakat baik akan pangan, sandang, perumahan dan kebutuhan hidup lainnya. kebutuhan yang semakin meningkat yang tidak diimbangi dengan peningkatan pendapatan akan menjadikan rendahnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat. Pertambahan jumlah penduduk baik yang lahir maupun yang datang di suatu tempat khususnya kawasan yang berbatasan dengan kawasan konservasi merupakan tantangan dalam pengelolaan kawasan. Nilai-nilai kearifan lokal bisa jadi merupakan cerita masa lalu bagi para generasi muda sekarang ini. Pemberian pemahaman akan arti pentingannya kawasan konservasi perlu terus ditingkatkan ditengah-tengah gempuran kebutuhan ekonomi dan ketergantungan masyarakat akan lahan dan hasil hutan.

Sebagai salah satu faktor penting dalam pengelolaan kawasan konservasi, keberadaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perlu didata dan dipantau secara rutin. Hal ini menyangkut seberapa besar kemungkinan dukungan pengelolaan dan ancaman yang datang dari masyarakat tersebut.

B. Tujuan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menginventarisasi dan mengidentifikasi desa-desa di Kabupaten Teluk Wondama yang berada di dalam dan sekitar kawasan konservasi Cagar Alam Pegunungan Wondiboy.

C. Manfaat
Manfaat dari kegiatan ini adalah diketahuinya data dasar tentang demografi desa di sekitar kawasan konservasi Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (Kab. Teluk Wondama) sehingga data tersebut dapat digunakan dalam penyusunan rencana pengelolaan kawasan.

II. Metodologi

A. Lokasi dan Waktu Kegiatan
Kegiatan inventarisasi/identifikasi desa di dalam sekitar kawasan konservasi dilakukan di Cagar Alam Pegunungan Wondiboy, Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat. Kegiatan dilakukan selama 10 hari dari tanggal 21 Juli sampai dengan 30 Juli 2011.

B. Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain: kuisioner sederhana, kamera, alat tulis, dan bahan kontak.

C. Objek Pengamatan
Obyek pengamatan dalam kegiatan ini antara lain: 
  • Jumlah distrik, kampung, dan penduduk yang berbatasan langsung dengan CA Peg. Wondiboy
  • Mata pencaharian
  • Kearifan lokal dan adat budaya
  • Sarana dan Prasarana Ekonomi
  • Bentuk dan pola interaksi dengan kawasan CA Peg. Wondiboy
D. Pelaksanaan Kegiatan
Survey awal dilakukan dengan mengunjungi kantor Badan Statistik Kabupaten Teluk Wondama. Selanjutnya setelah diperoleh gambaran kondisi kampung dari BPS segera dilakukan kunjungan ke dua kampung (sampel) yang ada di sekitar kawasan dengan teknik wawancara.

E. Analisi data
Analisis data dilakukan secara deskripsi kuantitatif, yaitu penjelasan dan penjabaran data-data yang berupa kuantitatif dan data-data kualitatif hasil wawancara.

III. Hasil dan Pembahasan

A. Distrik, Kampung, dan Penduduk
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy (CAPW) secara administrasi pemerintahan berada pada 5 (lima) Distrik di Kabupaten Teluk Wondama, yaitu: Distrik Teluk Duari, Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, Distrik Rasiey, dan Distrik Naikere. Sedangkan jumlah kampung kelima distrik tersebut adalah 32 buah yang tersebar mengelilinggi kawasan CAPW. Total jumlah penduduk kelima distrik tersebut adalah 18.013 jiwa dari yang berasal dari 4.246 rumah tangga (BPS Teluk Wondama Tahun 2010). 

Grafik-1. Jumlah Penduduk per Distrik Berdasarkan Jenis Kelamin
di Sekitar CA. Peg. Wondiboy
Sumber : BPS Teluk Wondama Tahun 2010

Berdasarkan grafik-1 diketahui jumlah penduduk terbanyak berada di Distrik Wasior yang merupakan ibu kota Kabupaten dan merupakan distrik terpadat. Pada saat terjadi banjir bandang tanggal 4 oktober 2010 Distrik Wasior merupakan lokasi terparah dengan jumlah korban terbanyak. Jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dari pada penduduk perempuannya dengan prosentasenya laki-laki (55%) dan perempuan (45%).

Secara garis besar penduduk di sekitar kawasan CAPW dapat dibedakan menjadi penduduk lokal dan penduduk pendatang. Penduduk lokal merupakan masyarakat Suku Wondama yang merupakan bagian bari rumpun Suku Wamesa yang medimami wilayah Kaimana, Fakfak, Bintuni, dan Wondama. Penduduk pendatang sebagian merupakan transmigran, pedagang, pegawai, dan masyarakat Papua dari luar Teluk Wondama. 

Tabel 1. Jumlah Penduduk per Kampung Berdasarkan Jenis Kelamin
di Sekitar CA. Peg.Wondiboy
 Sumber : BPS Teluk Wondama Tahun 2010

Gambar. 2 Pasar di Kota Wasior


Gambar 3. Jalan Utama Kab. Teluk Wondama

Gambar 4. Opsetan Cenderawasih Kuning Kecil (Paradisaea minor pulchra) yang dijual warga masyarakat

Gambar 5. Rusa hasil buruan yang dipelihara masyarakat

Gambar 6. Suplay Air untuk MCK
 A. Mata Pencaharian
Masyarakat di sekitar CAPW sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, nelayan, pedagang dan pegawai. Penduduk yang bermatapencaharian sebagai petani sebagian besar berada pada kampung-kampung transmigrasi di Distrik Teluk Duari. Nelayan adalah mata pencaharian utama penduduk yang tinggal di tepi pantai yang agak jauh dari kawasan CAPW. Pedagang sebagian besar tinggal di Distrik Wasior yang telah tersedia pasar semi tradisional dan sarana perekonomian lainnya. Pegawai hampir tersebar di semua distrik tapi sebagian besar berada di distrik Wasior.

B. Kearifan Lokal Masyarakat dan Adat Budaya
Masyarakat kabupaten Teluk Wondama kehidupan mereka sangat dekat dengan alam. Wawancara dengan kepala Kampung Dotir (Amundus Marani) dijelaskan ada pantangan atau pamali bagi orang Teluk Wondama untuk tidak merusak hulu sungai. Kali Mawoi hulu sungainya dijaga kelestariannya oleh masyarakat dan tidak boleh bermalam di sana. Kearifan lokal masyarakat Teluk Wondama sejalan dengan prinsip-prinsip konservasi.

Masyarakat Teluk Wondama mempunyai ritual adat berupa Balengan yaitu menyanyi sambil berjalan pada saat acara hantar mas kawin. Selain itu ada acara Suling Tambur yaitu dipakai saat peyambutan anak baru lahir, dan tamu.

C. Sarana dan Prasarana Ekonomi
Telah dibangun sarana dan prasarana ekonomi di sekitar CAPW antara lain: Pasar, transportasi udara, transportasi darat, dan transportasi laut.

1. Pasar
Pasar yang terdapat di Distrik Wasior merupakan salah satu pasar semi tradisional yang ada di kabupaten Teluk Wondama dan merupakan pasar teramai. Bangunannya sebagaian masih semi permanen karena baru dibangun setelah banjir bandang. Jenis barang yang didagangkan adalah berbagai macam kebutuhan bahan pokok baik hasil hutan, pertanian dan hasil laut.

2. Transportasi Udara
Di Kota Wasior telah ada lapangan terbang dengan konstruksi aspal yang bisa didarati oleh jenis pesawat Twin-Otter dan Cesna. Jadwal penerbangannya sangat dipengaruhi oleh kondisi cuaca.

3. Transportasi Darat
Jalan dengan konstruksi aspal telah dibangun dari Distrik Teluk Duari di utara sampai dengan Distrik Naikere di selatan sejajar dengan panjang kawasan CAPW di sisi barat. Alat transportasi umumnya berupa: angkutan umum, bus sekolah, dan ojeg.

4. Transportasi Laut
Di kota Wasior telah dibangun pelabuhan laut yang sering dilabuhi kapal PT. PELNI seperti: Ngapulu, Dorolonda, Dabonsolo, Labobar. Selain itu ada kapal KM.Graselia milik swasta yang khusus melayani rute Manokwari-Wasior setiap 2 hari sekali.

D. Bentuk dan Pola Interaksi dengan Kawasan CA Pegunungan Wondiboy
Bentuk interaksi dengan kawasan CAPW oleh masyarakat dilakukan yaitu dengan memanfaatkan jenis flora dan fauna tertentu dan kegiatan berkebun di sekitar kawasan. Sedangkan pola pemanfaatannya adalah sebagai berikut:

1. Berladang di sekitar kawasan
Pemukiman penduduk di beberapa distrik disekitar kawasan CAPW berbatasan langsung dengan kawasan. Masyarakat yang bermatapencarian sebagai petani memanfaatkan lahan-lahan di sekitar kawasan untuk bertani lahan kering. Jenis tanaman yang dibudidayakan meliputi: umbi-umbian, buah-buahan dan sayuran.

2. Berburu
Ketergantungan sebagian masyarakat dengan hasil hutan masih tinggi. Berburu selain untuk konsumsi sendiri, sebagian untuk dijual. Selama di lapangan ditemui ada warga masyarakat yang berburu burung cenderawasih yang dilindungi untuk dijadikan opsetan. Satu jenis burung dijual dengan kisaran harga saju jutaan. Jenis-jenis binatang buruan antara lain: rusa, babi, dan beberapa jenis burung.

Gambar 7. Kondisi Sungai Manggurai Pasca Banjir Bandang
3. Pemanfaatan hasil hutan non kayu
Liafrida Tangke Langi & Krisma Lekitoo, telah melakukan penelitian terhadap potensi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) di Wosimi daerah kampung Sanderawo Distrik Rasiey yang letaknya di sekitar kawasan CAPW. Hasilnya diperoleh potensi HHBK yang Jenis-jenis HHBK yang diperoleh berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai tanaman hias (Palem, anggrek, Freycinetia, Marantaceae, Zingiberaceae, dan Tapaenochyllus sp), bahan baku industri kerajinan (Rotan dan Bambu), obat-obatan (Myrmecodia sp dan Archangelesia flava), dan dikembangkan sebagai industri pangan lokal buah hitam (Haplolobus spp). Masyarakat di sekitar kawasan CAPW telah memanfaatkan beberapa jenis HHBK seperti: buah hitam, rotan dan bambu, beberapa jenis tanaman obat.

Isak Daud Waropen (2009) menjelaskan bahwa Buah Hitam (Haplolobus spp) yang merupakan tanaman endemik Wondama mempunyai nilai ekonomi dan budaya bagi masyarakat disekitar CAPW. Buah Hitam oleh masyarakat Wondama biasanya dicampur dengan tepung sagu kemudian dibakar dan dihasilkan makanan bernama sagu buah hitam dalam bahasa lokal disebut barian tereu. Selain manfaatnya sebagai bahan tambahan makanan, sagu buah hitam menjadi menu khas yang disajikan khusus pada upacara-upacara ritual seperti: tusuk telingga, bayar mas kawin, dan meminang calon pengantin wanita.

4. MCK dan sumber air bersih
Suplai air bersih di Kabupaten Teluk Wondama berasal hulu sungai yang berada di kawasan CAPW. Masyarakat sebagian masih mandi, mencuci, dan kakus di sungai-sungai yang mengalir dari kawasan. Jaringan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga berasal dari sungai/sumber air di dalam kawasan.

I. Kesimpulan dan Saran

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat dimabil dari kegiatan inventarisasi/identifikasi desa di dalam sekitar kawasan konservasi CA Peg. Wondama antara lain: 
  1. Dari 13 distrik di Kabupaten Teluk Wondama, ada 5 distrik yang bersinggungan langsung dengan kawasan CA Peg. Wondama, yaitu: Distrik Teluk Duari, Distrik Wasior, Distrik Wondiboy, Distrik Rasiey, dan Distrik Naikere. 
  2. Dari 5 distrik yang bersinggungan langsung dengan kawasan CA Peg. Wondama ada 33 kampung, yaitu: Distrik Teluk Duari (Sobei, Aisandami, Yopenggar, Sobei); Distrik Wasior (Wondama, Manopi, Maniwak, Wasior 1, Wasior 2, Rado, Dotir, Iriati, Moru, Maimare); Distrik Wondiboy (Wondiboy, Isui, Kabouw, Kaibi); Distrik Rasiey (Senderawo, Tandia, Sasirei, Isei, Rasiey, Webi, Uriemi, Torey, Nggatu); dan Distrik Naikere (Sararti, Wosimo, Oya, Yabore, Inyora, Undurara). 
  3. Jumlah penduduk ke-33 kampung tersebut adalah 18.013 jiwa dari yang berasal dari 4.246 rumah tangga dengan prosentasenya laki-laki (55%) dan perempuan (45%).  
  4. Masyarakat memiliki pola dan bentuk-bentuk interaksi dengan kawasan seperti: berburu, berladang disekitar kawasan, memanfaatan hasil hutan non kayu, memanfaatan air dari dalam kawasan sebagai sumber air bersih dan MCK, dan menjaga nilai nilai kearifan lokal berupa larangan merusak/mengotori hulu sungai. 
  5. Untuk menunjang perkonomian penduduk di sekitar kawasan pemerintah Kab. Teluk Wondama telah membangun sarana prasarana berupa: pasar, transportasi darat, laut, dan udara.
B. Saran
Adapun beberapa hal yang dapat disarankan dalah sebagai berikut: 
  1. Pengelolaan kawasan konservasi harus melibatkan peran serta dari penduduk di sekitar kawasan. 
  2. Pemanfaatan hasil hutan nonkayu oleh penduduk di sekitar kawasan harus didorong sebagai alternatif mata pencaharian. 
  3. Upaya penyuluhan dan pemberdayaan masyarakat harus lebih ditingkatkan seiring dengan semakin berkembangnya penduduk di sekitar kawasan CA Peg. Teluk Wondama.
Daftar Pustaka
    • Liafrida Tangke Langi & Krisma Lekitoo. EKSPLORASI JENIS-JENIS TUMBUHAN HHBK DI WOSIMI, TELUK WONDAMA. Prosiding Expose Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. 
    • Isak Daud Waropen. 2009. Pemanfaatan Buah Hitam (Haplolobus cf megacarpus) Sebagai Bahan Makanan Tradisonal oleh Masyarakat Kampung Rado Distrik Wasior Kota Kabupaten Teluk Wondama. Fakultas Kehutanan Universitas Negeri Papua Manokwari. 
    • Anonimous. 2010. Kabupaten Teluk Wondama Dalam Angka 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Teluk Wondama. 

    Oleh : Eko Bambang Supriyadi, Eko Yuwono, Brian S.I. Korowotjeng, Norman Jaya, Fredrik Naa

    Jumat, 10 Agustus 2012

    Coloring Your Day With Birding in Campus 2012


    Coloring Your Day With Birding in Campus 2012
    Konservasi Melalui Pengenalan Pengamatan Burung Tingkat SMA dan sederajat se-Kota Semarang.


    LATAR BELAKANG : 
    Dalam serangkaian kegiatan Pekan Ilmiah Biologi Terpadu XVIII yang diselenggarakan oleh Hima Biologi, Pelatuk BSC beserta Green Community Biologi Unnes bekerja sama dalam kegiatan pengamatan avifauna (birding). Dengan bertemakan Coloring Your Day With Birding in Campus 2012, Unnes berusaha memperkenalkan kekayaan avifauna (burung) yang terdapat di kawasan Kampus Konservasi. Sasaran utama kegiatan ini adalah siswa siswi tingkat SMA dan sederajat se-Kota Semarang. Harapan dengan adanya kegiatan ini, semoga konservasi avifauna dapat terus berlanjut.

    NAMA KEGIATAN : 
    Coloring Your Day With Birding in Campus 2012 : Konservasi Melalui Pengenalan Pengamatan Burung Tingkat SMA dan sederajat se-Kota Semarang.

    TUJUAN :
    • Mengenalkan kegiatan birding pada siswa SMA.
    • Menciptakan jiwa konservasi melalui kegiatan birdwatching.
    • Menerapkan pendidikan lingkungan hidup.
    • Mengenalkan kampus UNNES sebagai kampus konservasi.

    SASARAN : 
    Siswa SMA dan SMK Kota Semarang.

    DISKRIPSI KEGIATAN :
    LCC : peserta unjuk ilmu pengetahuan mengenai permasalahan lingkungan.
    Pengamatan Burung : peserta dibimbing untuk melakukan birdwatching.
    Game dan Outbond : peserta diajak untuk membentuk karakter leadership dan kekompakan antar tim.

    PELAKSANAAN :
    • Hari : Jumat-Minggu.
    • Tanggal : 7-9 September 2021.
    • Tempat : Kampus Unnes Sekaran, Gunung Pati-Semarang

    KETENTUAN :
    Peserta adalah siswa siwi yang masih aktif sekolah di salah SMA atau SMK.
    Perlombaan bersifat kelompok terdiri dari 2 orang.
    Peserta mendaftarkan diri pada panitia dengan mengisi formulir pendaftaran.

    PERLENGKAPAN :
    • Alat tulis (pensil, penghapus).
    • Papan ujian.
    • Tikar (masing2 sekolah).
    • Obat-obatan pribadi.

    SYARAT PENDAFTARAN :
    1. Waktu pendaftaran : 3 Agustus – 30 Agustus 2012.
    2. Pendaftaran setelah tanggal tersebut tidak diterima, kecuali belum memenuhi kuota.(kuota maks 20 tim).
    3. Mengisi formulir yang telah disediakan oleh panitia dengan melampirkan surat delegasi.
    4. Membayar uang pendaftaran sebesar Rp 125.000,00.

    Pembayaran dapat dilakukan melalui :
    • Rekening BNI a.n Fatimah Dini PS 0200090543.
    • Membayar ke sekretariat Panitia PIBT XVIII.

    TEMPAT PENDAFTARAN :
    Sekretariat PIBT XVIII, PKM Hima Biologi FMIPA Unnes Sekaran Gunungpati, Semarang 50229.

    FASILITAS dan HADIAH :
    Fasilitas :
    Makan 5x, Penginapan, Sertifikat, Note Book, Kaos, Piala dan Uang Pembinaan (Bagi Juara).

    Hadiah :
    Juara I Sketsa : Uang pembinaan.
    Juara II Sketsa : Uang pembinaan.
    Juara I LCC : Uang pembinaan.
    Juara II LCC : Uang pembinaan.
    Juara Sekolah Favorit : Piala.
    Juara Umum : Piala.

    Formulir Pendaftaran :
    Untuk formulir pendaftaran dapat menghubungi Sdri. Dini
    Email : marimendakibersama@yahoo.com
    Contac Person :
    Dini : 085720018080/ 083838793363.

    Senin, 06 Agustus 2012

    TAMAN WISATA ALAM BARIAT (Edisi 11 2011)



    Potensi Biofisik
    Secara umum TWA Bariat memiliki curah hujan rata-rata pertahun 5.667,7 mm dan rata-rata jumlah hari hujan adalah 259,1 hari per tahun dengan nilai Q 2,56 %. TWA Bariat mempunyai topografi berbukit-bukit dengan bentuk lapangan bergelombang ringan sampai berat. Puncak bukit tertinggi di Bolmanit dengan ketinggian + 350 meter di atas permukaan laut. Di dalam kawasan ini mengalir beberapa sungai yang sebagian besar bermuara di Sungai Kaibus. Jenis batuan yang terkandung di dalam TWA Bariat adalah jenis batuan sediment alluvium dan terumbu karang (kars). Sedangkan jenis tanah yang dominan di daerah ini adalah tanah Podsolit.

    TWA Bariat merupakan habitat yang baik bagi beberapa jenis tumbuhan dan satwa. Beberapa jenis tumbuhan yang banyak dijumpai pada daerah ini adalah kasuarina (Casuarina rumphius), pala hutan (Myristica sp), jenis jambu-jambuan (Eugenia sp), gaharu irian (Aquilaria filloria), beberapa jenis rotan dan jenis-jenis tumbuhan yang biasa hidup pada hutan dataran rendah. Beberapa jenis satwa liar yang hidup di TWA Bariat yang dilindungi, diantaranya: kus-kus (Phalanger maculatus), nuri merah kepala hitam (Lorius lory), maleo (Macrocephalon maleo), dan kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita triton).

    Aksesibilitas dan Obyek Daya Tarik Wisata
    Dari Kota Sorong dapat ditempuh melalui perjalan laut dan darat menuju Kota Teminabuan. Melalui perjalanan laut menggunakan angkutan kapal dengan waktu tempuh + 12 jam. Melalui darat dengan menggunakan mobil dapat ditempuh dalam waktu 6 – 10 jam. Kemudian dari Kota Teminabuan ke lokasi/kawasan TWA Bariat dapat ditempuh dengan mobil carteran atau ojek dalam waktu tempuh sekitar 15 – 30 menit. Potensi wisata yang terdapat di TWA Bariat antara lain: panorama hutan pada bukit-bukit karst, canoing, tubing.



    Rimbawan : Jangan Biarkan Anda Terjatuh dalam Victimisasi (Edisi 11 2011)



    Cerita pembuka di majalah Time, “A Nation of Finger Pointers”, menunujukan fenomena orang sibuk dan bayi menangis, yang mencerminkan “ketidaktoleransian dan keinginan menyalahkan orang lain atas apapun”. Menurut artiekel Time tersebut, orang sibuk ini membayangkan bahwa mereka bisa hidup, cantik, dan bijak selamanya, jika mereka berhenti dari kebiasaan merokok. Sedangkan bayi menangis “melihat mimpi Amerika bukan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan, tapi sebagai hak yang tidak bisa didapat”. Orang sibuk dan bayi menagis mersa menjadi victim, karena tidak bisa mendapat apa yang mereka inginkan karena seseorang atau sesuatu yang lain telah mendapatkannya. 

    Cerita pembuka tersebut merupakan cerminan bahwa terkadang kita lupa hasil yang kita peroleh berbading lurus dengan usaha yang telah kita lakukan. Rimbawan, sebagai bagian dari sebuah sistem organisasi di Kementerian Kehutanan, kita punya tanggungjawab dan sesuai dengan peran masing-masing. Peran dan tanggungjawab sebagai pejabat akan berbeda dengan peran dan tanggungjawab staf. Kegagalan sebuah organisasi adalah kegagalan dan tanggungjawab bersama. Rimbawan, tetapi kadang tanpa sadar,  jika kita mendapatkan suatu kegagalan misalnya makin rusaknya hutan yang kita punyai. Buru-buru kita langsung mencari siapa yang bertanggungjawab atas kerusakan tersebut. Perilaku dalam permainan “Blame Game” (permainan mencari kesalahan) sudah menjadi hal yang biasa dan banyak ditemui di organisasi kita.  Blame Game adalah dua buah gejala dari sindrom “menghindar dari tanggungjawab”. Kita sering merumuskan dan mencari alasan-alasan, rasionalisasi dan argumentasi agar kita tidak dimintai tanggungjawab sepenuhnya.  Lempar tanggungjawab dan sibuk mempersiapkan cerita victimisasi, bukan mencari apa yang seharusnya dilakukan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Tanpa sadar banyak waktu dan energy yang banyak yang kita keluarkan sia-sia untuk membuat alasan dan cerita victimisasi tersebut.

    Rimbawan Kementerian Kehutanan di level bawah mungkin merasakan hambatan dalam kinerja, dan mereka membiarkan terjebak dalam sikap victimisasi, padahal mereka memiliki power untuk mengatasi dan mendapatkan hasil. Contoh, ada pegawai beranggapan  bahwa mereka tidak pernah maju di kantornya karena pimpinan tidak memberikan arahan dan bimbingan yang dibutuhkan.  Seorang pimpinan sering menyalahkan staf R & D nya karena yang lambat memperkenalkan hasil researchnya sehingga kehilangan kesempatan dan mengalami kinerja yang buruk. Seorang pengusaha mengeluh karena sulitnya menyelesaikan urusan dalam birokrasi yang dihadapinya. Orang menjadi victim setiap hari karena manipulasi orang lain, pesaing yang kejam, kolega yang curang, masalah ekonomi, tipuan maupun kejahatan. Apapun yang terjadi orang tidak pantas mengalami kejadian itu karena dia tidak sengaja menyebabkannya atau tidak bisa akuntabel terhadap itu.  Orang tidak akan maju jika dia hanya duduk dan pasarah merasa lemah dan menyalahkan orang lain atas persolannya. Di lain waktu anda juga mungkin pasti pernah bertemu dengan orang yang memiliki sikap akuntabilitas, yang memaksa dirinya dan orang lain agar bertanggungjawab untuk meraih hasil  yang diinginkan. Orang ini seperti berhenti untuk mencari alasan, sehingga saling tunjuk, menyangkal, mengabaikan, berpura-pura dan menunggu. 

    Permainan who done it (siapa yang melakukanya) sering terjadi dalam organisasi manakala terjadi kegagalan. Orang yang melakukannya berusaha untuk memindahkan perhatian supaya bergeser ke orang lain sehingga tidak terlihat dibalik alasan, penjelasan, justifikasi dan asosiasi yang telah disampaikan.

    Lebih parah lagi manakala who done it bergeser ke craft your story maka orang akan terjebak dalam kesibukan untuk membuat karangan bukan memberikan hasil yang sebaliknya.

    Kekuatan Perusak dari Victimisasi.
    Kerusakan terbesar yang dialami masyarakat akibat pemujaan victimisasi adalah dogma bahwa orang tidak bisa menjadi apa yang dicita-citakan karena efek kondisi. Intinya, sikap victimisasi mencegah orang untuk tumbuh dan berkembang. Seorang rimbawan mengatakan “Itu tidak adil” bukan mencari standar ekuitas dan keadilan seperti apa yang dikatakan oleh pakar etika. Dia hanya berkeyakinan bahwa dunia dan lingkungannya tidak memberikan legitimate lain selain memenuhi kebutuhan dan keinginannya.

    Banjir bandang datang, Kebakaran hutan membara... Siapa yang bertanggungjawab atas bencana tersebut?  Siapa yang bisa dan harus mencegahnya? Sayangnya, seperti yang kita duga, stakeholder yang ada malah saling menyalahkan dan lempar tanggungjawab dan lebih ironis lagi mereka bilang tidak melakukan kesalahan. Atau mereka hanya diam dan menunggu keajaiban tanpa berusaha untuk mengatasi persoalan tersebut.

    Kasus lain yang muncul adalah pembantaian orang utan di Kalimantan, siapa yang mesti bertanggungjawab, siapa yang bisa  dan harus mencegah? Sekali lagi orang sibuk dengan argument dan alasan victim sehingga terhindar dari tanggungjawab. 

    Garis tipis meisahkan antara orang yang sukses dan gagal. Dibawah garis tersebut (below the line) terdapat pencarian alasan, penyalahan orang lain, dan sikap lemah layaknya pecundang. Sedangkan di atas garis (Above the line) adalah kesadaran, ownership, komitmen, solusi atas masalah dan aksi tegas. Ketika pecundang berada di Below the line dia dengan gagahnya mencari alasan-alasan yang menjelaskan mengapa ia gagal. Sedangkan pemenang di Above the line selalu berkomitmen dan bekerja keras.

    Orang dan organisasi dikatakan berpikir dan bertindak dalam cara Below the line ketika merasa ingin menghindari akuntabilitas atas hasil individu dan kolekstif. Karena terjebak dalam siklus victim, mereka kehilangan semangat dan kemauan, sampai akhirnya merasa lemah sama sekali. Dengan bergerak ke Above the Line, naik menuju tangga akuntabilitas barulah mereka akan menjadi kuat kembali.

    Ketika orang dan organisasi keseluruhan berada dalam Below The Line, mereka tidak sadar dengan realitasnya, lalu segalanya menjadi buruk dan tidak ada yang tahu mengapa terjadi. Bukannya menghadapi realita, pihak yang kalah sering mengabaikan dan berpura-pura tidak tahu akuntabilitasnya, menyangkal akuntabilitasnya, menyalahkan orang lain atas tindakannya, menyebut bingung sebagai alasan diamnya, meminta orang lain memberitahu apa yang harus dilakukan, mengatakan bahwa mereka tidak bisa melakukannya, atau hanya menunggu melihat situasinya membaik sendiri.

    Rimbawan, untuk kembali ke Above The Line, dan keluar siklus Victim kita harus naik melalui steps to Akuntabilitas dengan menggunakan sikap melihat (See It), memiliki (Own It), memecahkan (Solve It), dan melakukan (Do It). Langkah pertama -See It- berisi rekognisi dan pemahaman realita dari sebuah situasi. Setelah anda bisa melihatnya, langkah ini menghadapi halangan terbesar karena sulit bagi banyak orang untuk melakukan penilaian yang jujur padahal itu penting untuk mendapatkan hasil. Langkah kedua adalah Own It- berarti menerima tanggungjawab atas realita yang anda ciptakan untuk anda dan orang lain. Dengan langkah ini kita bisa menuju aksi nyata. Langkah ketiga Solve It- berisi perubahan realita dengan menemukan dan mengimplementasikan solusi masalah yang tidak pernah anda pikirkan sebelumnya, sekaligus menghindari jatuh ke Below the Line ketika hambatan muncul. Keempat, langkah Do It, berisi penguatan komitmen dan keberanian untuk menggunakan solusi, mesti menciptakan sebuah nalar baik yaitu common sense. Kita yakin bahwa commonsense ini memberikan kekuatan besar untuk membuat kita bergerak ke Above The Line.

    Bagaimanapun cara kita menyakininya, bagaimanapun kerja keras kita, kita semua tahu bahwa kita ingin hasil. Kita tahu bahwa kita memiliki tanggungjawab dan bahwa kita perlu mempelajarinya dan menjalankannya di level yang kita harapkan. Kita tahu bahwa kita sendirilah yang menentukan nasib hidup kita dan yang mengukur sendiri kebahagiaan kita. Di sitir dari Al Quran : Tidaklah Allah merubah nasib suatu kaum sampai kaum tersebut berusaha merubahnya  sendiri.

    Menekankan bahwa setiap individu mempunyai peran dalam suatu organisasi. Kelompok bisa berbagi tanggungjawab tapi setiap individu harus memikul tanggungjawabnya sendiri. Bila setiap orang bisa menerima tanggungjawab atas kinerja dan hasilnya setiap dari mereka pasti tahu bahwa ini butuh team work dan pembagian tanggungjawab untuk meraih target keseluruhan.

    Rimbawan, kita juga telah menghabiskan banyak waktu untuk mempelajari, memikirkan dan meningkatkan cara individu dan organisasi dalam meraih hasil. Selama beberapa tahun, kita mengikuti perkembangan dalam pemikiran manajemen organisasi mulai dari teknologi kontrol kualitas sampai seni leadership. Sampai akhirnya kita berkesimpulan bahwa kesuksesan berpangkal dari satu prinsip, yaitu bahwa anda bisa gagal atau sukses. Hanya itu.

    Menaiki Steps to Accountability.
    Untuk berpindah dan menaiki tangga dari Below The Line (perilaku victim) ke Above The Line dengan cara menumbuhkan sikap konfidensi/kepercayaan diri bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya. Ketika anda terjebak dalam siklus victim, kita tidak akan bisa keluar jika kita tidak merasa bahwa kita berada di Below The line.  Dengan mersakanan berarti kita menunjukan sikap See It, karena itulah perspektif yang kita butuhkan untuk menuju pada Above The Line. Feedback dari seorang teman yang objektif akan sangat membantu anda. Amati situasi, tumbuhkan sikap memiliki, selesaikan dan segera lakukan. Setiap proyek mempunyai resiko yang tidak terduga, yang membedakan adalah bagaimana setiap organisasi mengatasi dan merespon hal yang tidak terduga.

    Butuh waktu dan tenaga, komitmen untuk menaiki steps accountability. Ada berbagai  tangga untuk menuju steps to accountability :
    • Melihat sikap dan perilaku akuntabel
    • Meminta feedback dari orang lain perihal kinerjanya
    • Mengenali realita (tantangan dan masalah)
    • Menghindari hal-hal yang tidak bisa terkontrol
    • Berkomitmen 100% tentang apa yang dilakukan
    • Merasa memiliki kondisi dan hasilnya
    • Segera mengetahui ketika berada di below the line dan bertindak cepat untuk menghindari victimisasi
    • Memanfaaatkan peluang untuk mewujudkan sesuatu
    • Menanyakan pada diri sendiri tentang apa yang bisa saya lakukan untuk naik dan mendapat hasil yang diinginkan.

    Rimbawan, dengan  bersifat akuntabel maka kita cenderung untuk selalu berfikir positif untuk menyelesaikan permasalahan yang ada sesuai dengan peran dan tanggungjawabnya masing-masing. Kita hidup bukan hanya untuk hari ini tapi juga untuk masa depan.

    Disarikan dari buku:
    Connors, Roger et all. (1994).The Oz Principle : Getting Result through individual and Organizational Accountability. Prentice Hall Press.

    Oleh : Khuswantoro Akhadi, S.Hut (Staf pada Balai Penelitian Kehutanan Manokwari)

    Potensi Merbau (Intsia palembanica) di TWA Sorong (Studi Literatur dari Hasil Penelitian Kondisi dan Potensi Tegakan Agathis (Agathis labilardieri) pada TWA Sorong. Kerjasama Balai Besar KSDA Papua Barat dan Fakultas Kehutanan UNIPA. 2009)


    Merbau pada mulanya banyak dijumpai di negara-negara Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik, tetapi karena pembalakan yang berlebihan jenis tersebut tidak lagi tersedia dalam jumlah komersial di hampir seluruh tempat tumbuh aslinya: di banyak negara, hanya kantong-kantong kecil merbau masih tersisa di hutan tropis. Sejumlah merbau hanya tersedia secara komersial di pulau Papua, yang terdiri dari dua provinsi Indonesia (Papua dan Papua Barat ) di sebelah barat dan Papua Nugini (PNG) di sebelah timur. Daftar Red List of Threatened Species 2006 IUCN telah menggolongkan merbau pada kategori menghadapi resiko tinggi kepunahan di alam bebas dalam waktu dekat.

    Berdasarkan parameter – parameter ekologis, seperti tipe tanah dan ketinggian, serta deskripsi persebaran merbau yang dijumpai dalam literature ilmiah, Pius Piskaut dari Bagian Ilmu Biologi Universitas Papua Nugini pada tahun 2006 telah memetakan Persebaran Awal Merbau di Tanah Papua dan Papua Nugini (lihat PETA).


    ۝ Persebaran Merbau Awal

    Adanya Ijin Konsesi Penebangan Hasil Hutan Kayu di Papua dimana Merbau menjadi jenis komersial primadona, diperkirakan potensi merbau saat ini tinggal sedikit. Persebaran potensi merbau di Papua saat ini dimungkinkan hanya tersisa pada kawasan-kawasan konservasi dan lindung. 

    Pada tahun 2009 Balai Besar KSDA Papua Barat bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UNIPA telah melakukan penelitian potensi Agathis labilardieri yang sekaligus menghitung potensi merbau (Intsia palembanica) yang ada di TWA Sorong melalui metode Sistematik Continous Sampling. Plot Sampling yang digunakan berbentuk Kuadran dengan ukuran 20x20 meter untuk pohon, 10x10 meter tiang, 5x5 meter pancang, dan 2x2 meter semai. Hasil pegukuran di lapangan terhadap Intsia palembanica pada tingkat pohon dibandingkan dengan jenis lain seperti tampak pada tabel:


    Pada  kolom tabel FR diketahui Intsia palembanica  mempunyai nilai Frekuensi Relatif (FR) sebesar 1.1 terendah ke-2 dibandingkan jenis yang lain. Hal ini menunjukkan Intsia palembanica lebih jarang dijumpai pada plot ukur dibandingkan jenis yang lain.

    Pada kolom tabel KR diketahui diketahui Intsia palembanica mempunyai nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 3.2 terendah ke-3 dibandingkan jenis yang lain. Hal ini menunjukkan jumlah Intsia palembanica  lebih sedikit dari pada enam jenis yang lain pada plot ukur.

    Pada kolom tabel DR diketahui diketahui Intsia palembanica mempunyai nilai Dominansi Relatif (DR) sebesar 3.2 terbesar ke-3 dibandingkan jenis yang lain. Hal ini menunjukkan volume pohon Intsia palembanica  lebih besar dari pada tujuh jenis yang lain. Besarnya volume pohon jenis Intsia palembanica  yang ditemui di TWA Sorong tidak sebanyak frekuensi dan kerapatannya.

    Secara keseluruhan Intsia palembanica memiliki Indeks Nilai Penting terbesar ke enam dibandingkan jenis yang lain. Kondisi di sekitar area pengamatan telah terjadi perladangan, adanya jalan, dan tegakan hutan sekunder. Menurut sejarah pengelolaan kawasan, masyarakat sekitar sering mengambil anakan alam Agathis, merbau, dan jenis lainnya untuk pembibitan. Tidak ditemuinya tingkat semai merbau pada saat pengamatan dimungkinkan karena sering diambil oleh masyarakat. Dengan milihat nilai DR Intsia palembanica yang relative besar dengan nilai KR/FR-nya yang kecil menunjukkan bahwa jenis Intsia palembanica di TWA Sorong diameternya besar-besar dan jumlahnya sedikit. Potensi ini tentunya sangat mendukung Intsia palembanica di TWA Sorong dijadikan pohon indukan.

    Sumber Pustaka
    • Ibid. Piskaut, P. April 2006. Analysis of Trade of Intsia spp. in New Guinea. University of Papua New Guinea. (laporan yang tidak diterbitkan).
    • IUCN. www.iucnredlist.org
    • Kondisi dan Potensi Tegakan Agathis (Agathis labilardieri) pada TWA Sorong. Kerjasama Balai Besar KSDA Papua Barat dan Fakultas Kehutanan UNIPA. 2009 


    Sabtu, 19 Mei 2012

    Monitoring, Pendataan, dan Pembuatan Sarana Pembesaran Tukik (Kerjasama CI Program Kaimana Seksi KSDA IV Kaimana, dan Masayakat Adat) Edisi 11 2011



    Pendahuluan
    Kawasan ini merupakan kawasan penunjukan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 891/Kpts-II/1999 tanggal 14 Oktober 1999 perihal Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya seluas ± 42.224.840 (Empat Puluh Dua Juta Dua ratus Dua Puluh Empat Ribu Delapan Ratus empat puluh) Hektar dan sebelumnya dengan usulan berdasarkan surat Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Irian Jaya Nomor 522.4/1703 tanggal 20 Agustus 1991 perihal Tinjauan Kemungkinan Pulau Venu Menjadi Kawasan Cagar Alam di Kecamatan Kaimana Kabupaten Daerah Tingkat II Fakfak.  Surat Kepala Dinas tersebut mengusulkan Pulau Venu dan sekitarnya sebagai cagar alam laut (Suaka Margasatwa Laut). Adapun luasan SML Pulau Venu seluas 16,320 hektar. 

    Kegiatan pembinaan habitat peneluran dan penetasan penyu hijau/Green Turtle (Chelonia mydas) dan penyu sisik/Hawksbill (Eretmochelys imbricata) bertujuan untuk mendapatkan data perkembangan penyu yang terdapat di SML Pulau Venu.   Kegiatan monitoring, dan penetasan telur penyu tersebut, didukung oleh pihak Conservation Internasional program Kaimana bekerjasama dengan Balai Besar KSDA Papua Barat melalui Seksi KSDA Wilayah IV Kaimana dan masyarakat adat setempat.  Kegiataan pembinaan ini berhasil menetaskan telur penyu dan ditampung di dalam keramba apung sebanyak 669 ekor tanggal 29 Maret 2011.

    Vegetasi pantai didominasi oleh Cemara laut (Casuarina equisetifolia) sedangkan jenis lain yang tumbuh dipesisir pantai antara lain Putat laut (Barringtonia asitica), Dadap laut (Erytrina sp.), Waru laut (Hibiscus tiliaseus), Pandan (Pandanus tectorius), Ketapang (Terminalia katapa) dan Merbau pantai (Intsia palembanika). Kelompok moluska yang ditemukan antara lain : Lola (Trochus niloticus), Batu laga (Turmo marmuratus), Kima besar (Tridacna naxima), Kima sisik (Tridacna squamosa), Kima lubang (Tridacna crocea), Kima kepala kambing (Cassis cornuta), Triton terompet (Charonia tritonis), Nautilus berongga (Nautilus pompilus). Selain kelompok moluska, perairan sekitar pulau Venu ditemukan beberapai jenis ikan antara lain : Bubara, beberapa jenis Kakap merah, Hiu, Tenggiri dan Kulit tebal (Pogo=bahasa daerah setempat).  Beberapa satwa yang ditemukan hidup di daratan pulau Venu antara lain : Maleo, Elang, Camar laut, Raja udang, Tikus, cecak dan semut.

    Pelaksanaan Kegiatan
    Pelaksanaan kegiatan dibagi atas 2 kelompok kegiatan, yaitu: 
    1. Kegiatan monitoring dan pendataan, dan 
    2. Kegiatan pemeliharaan pembesaran.  
    Tim KSDA dan CI yang bertugas di Pulau Venu dilakukan secara bergilir dengan interval waktu 2 minggu sekali, ditemani 2 tokoh masyarakat adat kampung Adi Jaya yang telah ditunjuk.  Pelaksanaan kegiatan diakomodasi oleh pihak CI program kaimana.  Kegiatan monitoring dan pendataan sampai tanggal 29 Maret 2011 berhasil menemukan 103 sarang ditemukan dan 98 induk penyu yang naik bertelur.

    Pertama, Kegiatan Monitoring untuk mendapat data kapan (tanggal dan jam) penyu naik bertelur, jenis penyu, lokasi yang dominan di Pulau Venu tempat penyu bertelur, ukuran induk penyu, jumlah penyu yang bertelur dalam kurun waktu  seminggu dan  sebulan.  Pelaksanaan monitoring dilakukan setiap jam 19.00 WIT dengan interval pengamatan 1-2 jam.  Apabila menemukan penyu akan dan sedang bertelur, maka dilakukan identifikasi dan pengukuran serta pemberian tanda secara berurut pada setiap tempat diletakkan telur penyu tersebut. 

    Kedua, Kegiatan pemeliharaan pembesaran dilakukan dengan cara mengumpulkan tukik yang baru menetas yang ditemukan, kemudian ditampung sementara pada kota/boks plastik dan kotak/boks gabus yang tersedia.  Kegiatan ini dimaksudkan agar tukik tidak mengalami stress dan setelah kuat, kemudian dilepaskan ke dalam keramba apung sebagai tempat pemeliharaan.  Keramba apung fungsinya untuk pemeliharaan tukik sampai memiliki kerapas yang keras sebelum dilepas ke perairan sekitar Pulau Venu.  Hal ini untuk menghindari beberapa predator yang memakan tukik karena kerapas yang masih lunak.  Pemeliharaan dilakukan selama kurang lebih 3 (tiga) bulan.  Adapun keramba apung dibuat dari kayu papan dan waring net dengan ukuran 3 m x 3 m dengan kedalam keramba 60 cm. 

    Untuk menjaga sirkulasi air pada tempat pemeliharaan pembesaran dan mengamankan keramba apung dari ancaman predator ikan terutama ikan hiu serta mudah dipantau dan mudah dijangkau untuk memberi makan tukik maka keramba diapungkan kurang lebih berjarak 15-20 meter dari garis pantai.  Pemberian makan tukik 2 X sehari (pagi jam 06.00 - 08.00 WIT dan sore jam 17.00 - 18.00 WIT).  Jenis bahan makan yang diberikan adalah daging ikan (ikan bubara, ikan kakap merah, ikan cakalang) yang dipancing dipesisir pantai Pulau Venu, dicincang halus-halus kemudian disebarkan didalam keramba.

    Hasil Monitoring
    Berdasarkan hasil monitoring tersebut, ancaman utama terhadap keberlangsungan hidup satwa penyu dibedakan dalam 2 (dua) penyebab, yaitu: 
    1. Penyebab Alamiah
    • Terjadi abrasi yang cukup tinggi di bagian Utara dan Barat Pulau Venu yang menyebabkan tumbangnya pohon-pohon besar.  Hal ini dipengaruhi oleh musim Timur dan Barat, sehingga pasirnya dapat berpindah-pindah di bagian Utara.  Selain itu, tumbangnya pohon-pohon besar dapat menghalangi penyu untuk naik bertelur.
    • Adanya predator alamiah, seperti: tikus, burung maleo, burung camar, burung elang, ikan hiu, ikan mubarak, ikan kakap merah.
    • Hempasan gelombang saat terjadi pasang surut yang menyebabkan karang-karang (corals) patah, dan ketersediaan makan bagi tukik dan induk penyu di sekitar pulau Venu.
    • Adanya sampah plastik yang diduga berasal dari sampah yang dibuang dari kapal-kapal para nelayan atau kapal pelayaran dan potongan-potongan kayu ukuran kecil yang hanyut terbawa arus pasang surut dan gelombang laut.

    2. Penyebab Manusia
    • Induk penyu dan atau telur-telurnya, selain dimakan oleh para nelayan dari luar kabupaten Kaimana saat menyinggahi pulau Venu tersebut, mereka juga mengambil untuk dibawa keluar dari pulau tersebut.
    • Adanya pembantai ikan hiu di pulau Venu oleh para nelayan yang hanya mengambil sirip dan ekornya saja, sedangkan bagian tubuh ikan hiu dibuang ke laut atau sepanjang pantai sehingga menimbulkan bau yang tak sedap dan mencemari laut di sekitar pulau tersebut.  Hal ini, diduga dapat mempengaruhi keberadaan penyu di pulau Venu.
    • Kerusakan karang akibat pengeboman ikan oleh para nelayan di sekitar pulau Venu, bahkan diduga adanya pengambilan karang.
    • Adanya sampah-sampah plastik yang ditinggalkan oleh para nelayan yang menyinggahi pulau Venu tersebut dan pembangunan bivak-bivak oleh para nelayan.

    Apakah kepedulian dan peran kita para pemangku kepentingan (stakeholder) terhadap keberadaan Suaka Margasatwa Laut Pulau Venu?  Apakah pengembangan SML Pulau Venu dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat sekitarnya dan mendorong perekonomian Kabupaten Kaimana pada khususnya dan Papua Barat pada umumnya? Mari wujudkan kepedulian dan peran kita bagi kepentingan bersama dalam pembangunan yang adil, makmur, dan bermartabat.


    Ditulis Oleh: Zeth Parinding, S.Hut., MP

    Jumat, 23 Maret 2012

    Persepsi Masyarakat Terhadap Kawasan Konservasi SM. Jamursba Medi di Distrik Abun Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat-Edisi 11 2011



    I. Kondisi Demografi, Sosial, Ekonomi dan Budaya

    A. Demografi/Penduduk
    Kawasan SM Jamurba Medi dan Pantai Warmon merupakan pantai peneluran penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) yang secara administrasi kepemerintahan berada di Distrik Abun Kabupaten Tambrauw, dimana 4 (empat) kampung yang terdekat dengan pantai peneluran yaitu: Kampung Saubeba, Kampung Warmandi, Kampung Wau dan Kampung Weyaf. Total jumlah penduduk keempat kampung di distrik tersebut adalah 596 jiwa yang berasal dari 134 rumah tangga (survey tahun 2011).

    Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
    di tiga Kampung Distrik Abun


    Sumber: Hasil survey Tahun 2011

    Berdasarkan grafik di atas diketahui jumlah penduduk yang terbanyak untuk distrik Abun berada di kampung Saubeba dimana penduduk laki-laki dan penduduk perempuannya hampir sama banyak dengan prosentasenya laki-laki (50,6%) dan perempuan (49,4%). Secara garis besar, penduduk di kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon sebagian besar adalah berasal dari Suku Abun.

    Tabel Jumlah Penduduk Kampung di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon

    Sumber: Hasil survey Tahun 2011

    B. Pendidikan dan Kesehatan

    1. Pendidikan
    Kampung-kampung di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki masing-masing 1 (satu) buah gedung Sekolah Dasar (SD) dengan tenaga guru tetap sebanyak 6 (enam) orang antara lain SD Kampung Saubeba 3 (tiga) orang, Warmandi 1 (satu) orang dan Wau-Weyaf 2 (dua) orang. 

    Khusus untuk SD Kampung Warmandi yang memiliki 3 ruang kelas, baru di aktifkan pada tahun 2010, sementara SD Kampung Wau-Weyaf gedung sekolah yang hancur akibat gempa tahun 2008 telah selesai dibangun tahun 2011 dan aktif pada tahun ajaran baru 2011/2012.  Kemudian sekolah tingkat pertama (SMP) sudah tersedia di Ibu Kota Distrik Abun yaitu Kampung Waibem yang dapat mengakomodir anak-anak dari kampung Wau-Weyaf, dan SMP Werur Distrik Sausapor mengakomodir anak-anak asal Kampung Saubeba, sedangkan untuk anak-anak asa Kampung Warmandi bisa dapat lanjutkan di SMP Werur ataupun SMP Waibem, karena posisi kampung terletak dipertengahan. 


    Kampung Saubeba

    2. Kesehatan 
    Sarana kesehatan Pustu (puskesmas pembantu) yang terdapat di kampung-kampung kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon hanya ada 2 (buah) yaitu di Kampung Saubeba dan Warmandi. Untuk Kampung Warmandi pustunya sementara dibangun, sedangkan di Kampung Wau-Weyaf, pustunya rusak yang diakibatkan karena gempa tahun 2008, sehingga rumah petugas kesehatan dipakai sebagai pusat pelayanan kesehatan.  Penyakit umum yang dihadapi oleh masyarakat di Kawasan ini Malaria, ISPA, TB, Cacingan, Rematik, Penyakit Kulit, dan  Khaki Gajah. 

    Puskesmas Pembantu Kampung Saubeba

    Tabel : Petugas Kesehatan Kampung

    Sumber: Hasil survey Tahun 2011

    C. Agama

    Masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon penduduknya beragama Kristen Protestan dan Katholik.

    D. Mata Pencaharian

    Masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki sumber daya alam yang cukup besar baik laut maupun daratnya (hutan) dimana mereka melakukan aktifitas untuk menunjang konsumsi sehari-hari.  Beranjak dari sejarah, masyarakat di kawasan ini berasal dari pedalaman, jadi untuk konsumsi sehari-hari mereka peroleh dari hutan (berkebun maupun berburu). Mata pencaharian yang umumnya dilakukan masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon adalah berburu dan berkebun meskipun mereka tinggal di daerah pesisir.  Kalaupun ada yang melaut untuk mencari ikan, itu hanya untuk dimakan. Sedangkan hasil kebun dan berburu itulah yang mereka jual, khususnya untuk binatang dijual dalam bentuk daging segar dan dendeng. Hasil jualnya dipergunakan untuk membelanjakan kebutuhan keluarga.

    Kebun Masyarakat dan Hasil Buruan Kampung Saubeba

    E. Sarana dan Prasarana

    1. Pasar
    Kampung-kampung yang berada di sekitar kawasan SM Jamursba Medi belum memilik pasar yang selayaknya seperti di kota. Di kampung ini hanya tersedia kios-kios yang menyediakan segala kebutuhan masyarakat kampung akan sembilan bahan pokok (sembako) selain kios-kios temporer/pasar berlabu (kapal-kapal layar buton) yang sering datang untuk membeli hasil masyarakat berupa kopra dan coklat tetapi juga menjual sembako dan rokok.  Fungsi lainnya dari kios-kios yang berada di kampung sekitar SM Jamursba Medi, kecuali Kampung Warmandi adalah melayani masyarakat dengan barter (hasil masyarakat dengan sembako). 

    2. Transportasi
    Sarana dan Prasarana transportasi masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon dalam kaitannya untuk pemenuhan ekonomi keluarga dari hasil hutan (berburu) dan kebun yang akan dijual ke kota masih melintasi jalur laut dengan long boat ataupun kapal perintis. Meskipun sudah ada terobosan melalui program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu pembuatan jalan lintas kabupaten.

    Transportasi Masyarakat

    F. Kearifan Lokal Masyarakat dan Adat Budaya
    Masyarakat Kampung di sekitar Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki kebiasaan untuk penyelesaian konflik dengan membayar denda berupa kain timor, besar kecilnya denda ditentukan dengan jenis kain yang harus dibayarkan. Makin tinggi pelanggaran yang dilakukan semakin besar denda yang harus dikenakan. Mereka menyadari juga bahwa sumberdaya alam mereka akan habis apabila tidak di atur pemanfaatannya, rusa menjadi salah satu target hewan buruan, namun masyarakat menetapkan kawasan gunung sepanjang bagian belakang kawasan peneluran penyu dari Kampung Wau-Weyaf sampai dengan Kampung Saubeba sebagai wilayah yang tidak boleh dijamah atau menjadi areal perburuan. Bagi masyarakat, kawasan tersebut adalah kawasan tabungan, rusa hanya diperbolehkan untuk diburu di kawasan lembah dan sekitar kebun masyarakat, sampai pesisir pantai.  Selain itu Sasi digunakan untuk acara sumpah adat dengan menggunakan bamboo sumpah maupun air sumpah adat dan pisau adat.

    G. Persepsi Masyarakat terhadap pentingnya Konservasi penyu

    Berdasarkan hasil survey tehadap persepsi masyarakat  pada tahun 2009 yang dilakukan oleh WWF Indonesia pada 7 (tujuh) kampung, diantaranya adalah: Kampung Saubeba, Warmandi, Wau dan Weyaf tentang kondisi lingkungan laut  khususnya  kondisi  pantai peneluran penyu  memperlihatkan  bahwa  pandangan  responden di tujuh kampung bervariasi. Sebanyak 78.1% responden di Abun mengatakan kerusakan pesisir pantai peneluran penyu di daerahnya merupakan masalah besar, namun ada juga yang mengatakan kerusakan wilayah pesisir pantai  bukan  menjadi  masalah  besar yaitu sebanyak 5%.  Namun  yang  sangat  menarik  adalah  persepsi  masyarakat  tentang  jumlah  penyu  yang  semakin  berkurang,  yaitu 84,7 % responden mengatakan hal tersebut merupakan masalah besar. 

    Dari  hasil  survey  persepsi  masyarakat  tentang  upaya  perlindungan  penyu,  dapat  dilihat  bahwa  sebagian  besar  masyarakat  yaitu  79,4  %  setuju  bahwa  penyu  harus  dilindungi,  dan  juga  53,44%  masyarakat tidak setuju membuat kebun di tepi pantai peneluran, namun masih ada juga masyarakat  yang  setuju  membuat  kebun  di  tepi  pantai  peneluran  penyu  yaitu  33,44%, nilai  ini  masih  cukup   tinggi bila dibandingkan dengan dampak yang akan timbulkan bila hal ini benar-benar terjadi. Selain  itu 82,5% masyarakat setuju agar telur penyu dibiarkan di sarangnya agar dapat menghasilkan lebih  banyak penyu.

    Masyarakat melihat aktor utama dari permasalah yang ada di pantai dan pesisir  pantai di sekitar kampung adalah sebabkan oleh nelayan dari luar. Sebanyak 28,08% respoden di Abun  menegaskan bahwa pelaku utama masalah di sekitar pantai dan pesisir di sekitar kampung mereka  adalah nelayan dari luar yang beroperasi di wilayah mereka. Sedangkan pelaku lain yang menjadi penyebab utama permasalah yang ditemui di laut dan pesisir pantai adalah pengunjung/wisatawan itu  sendiri (16,6%). Pihak lain yang juga mereka anggap turun berkontribusi dalam permasalahan yang  ditemui di laut dan pesisir pantai adalah masyarakat kampung (11,9%), kepala kampung (2,2%), dan  pengusaha swasta dan Yayasan (ornop)/LSM (1,9%).

    Data survey memperlihatkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat Abun terhadap sumber daya alam di darat masih sangat tinggi. Hal ini terlihat dari persentase kegiatan ekonomis masyarakat pada dua kegiatan yaitu sebagai petani sedangkan ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya laut sangat rendah ini juga terlihat dari prosentase responden yang berprofesi sebagai nelayan. Namun hal tersebut  bukan  tidak  berdampak  pada  kondisi  sumberdaya  laut,  karena  usaha  pertanian  yang dilakukan oleh masyarakat yang berdekatan dengan pesisir pantai peneluran penyu dapat berdampak pada sedimentasi pesisir pantai yang bias mengganggu habitat peneluran penyu. Dari hasil tersebut maka program-program konservasi dan  pemberdayaan masyarakat Abun hendaknya ditujukkan untuk  menjamin kelangsungan usaha-usaha ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perikanan secara berkelanjutan. 

    Jumlah  masyarakat  Abun  yang  berpendidikan  tinggi  sangatlah  rendah.    Hal  ini  ditunjukan  dengan data survey bahwa sebagian besar responden hanya berpendidikan sekolah dasar. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk dapat memahami pesan-pesan konservasi yang   diberikan   melalui   program  penyadaran masyarakat. Strategi penyampaian pesan-pesan konservasi harus  dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan dari mayoritas penduduk Abun tersebut.   

    Mengingat bahwa radio merupakan sumber informasi utama yang banyak dimanfaatkan masyarakat di Abun, maka penggunaan  radio  sebagai  medium  untuk  menyampaikan  program awareness  patut dipertimbangkan. Dimasa  yang  akan  datang, kegiatan-kegiatan  kampanye kesadaran  akan pentingnya  menjaga  dan  melestarikan  lingkungan  khususnya  pelestarian  sumber  daya  alam  laut melalui radio bisa menjadi alternatif pilihan.

    Dari hasil survey mengenai kondisi lingkungan laut  dan pesisir pantai di Abun ternyata kerusakan yang  terjadi  dirasakan  cukup  parah  bila  dibandingkan  kondisi  10  tahun  yang  lalu,  penyebab kerusakan tersebut banyak disebabkan adanya penangkapan ikan secara berlebih yang dilakukan oleh nelayan  dari  luar  wilayah  ini,  selain  itu  beberapa  kegiatan  penangkapan  yang  dilakukan  oleh masyarakat seperti pengambilan karang dan bameti di karang juga merupakan masalah yang cukup serius  yang  masih  dilakukan  oleh  masyarakat.  program  penyadaran  dan  distribusi  informasi  tentang ancaman  terhadap  terumbu  karang  dan  bakau  harus  terus  disuarakan.  

    Masyarakat  memahami bahwa  kondisi  terumbu  karang  dan pantai peneluran penyu  bisa mengalami  penurunan  jika  tekanan  terhadap  kedua  ekosistem  tersebut  terus  berlangsung  secara berlebihan dan dengan menggunakan cara-cara yang bersifat merusak atau tidak ramah lingkungan. Pemberdayaan  dan  penguatan  kapasitas  pemimpin  lokal  utamanya  kepala  kampung,  tokoh  adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat  penting untuk terus dilakukan. Para  pemimpin lokal ini masih  dianggap  sebagai  orang  yang  mampu  menyelesaikan  setiap  permasalahan  lingkungan  yang terjadi di daerah mereka. Peran pemimpin lokal ini akan sangat strategis untuk mengurangi sumber permasalahan  lingkungan  di  kampung  yang  sebagian  besar  berasal  dari  masyarakat  kampung  itu sendiri. Penguatan kapasitas tokoh dan masyarakat  lokal perlu mendapat perhatian lebih agar pelibatan dan peran serta mereka dalam kelompok pemangku kepentingan atau lembaga-lembaga sosial di tingkat kampung akan memberikan dampak yang baik bagi upaya-upaya pengelolaan sumber daya alam di wilayah Tambrauw secara umum dan Abun lebih khusus. Makin tinggi tingkat pelibatan masyarakat dalam   upaya-upaya   pelestarian   sumber   daya   alam melalui kelompok-kelompok pemangku kepentingan akan lebih mempermudah   upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan pengelolaannya secara berkelanjutan.        

    Sementara  dari  sisi  aturan  hukum,  sangat  perlu  untuk  memperkuat  aturan-aturan  adat  setempat, terutama  yang  mengatur  tentang  upaya-upaya  pelestarian  sumber  daya  alam  dan  pemanfaatannya secara berkelanjutan. Hal ini juga harus didukung dengan penegakkan terhadap aturan-aturan hokum nasional termasuk aturan pemanfaatan sumber daya alam. 

    Oleh : WWF Indonesia Region Sahul Papua