Selamat Datang di Buletin Konservasi Kepala Burung (Bird's Head) Blog "sebuah Blog yang berisi artikel-artikel seputar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan merupakan media informasi, komunikasi, sosialisasi antar sesama rimbawan dalam menegakkan panji-panji Konservasi..."
Bagi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri/Rekan-Rekan Sekalian yang ingin menyampaikan artikelnya seputar Konservasi atau ingin ditampilkan pada Blog ini, dapat mengirim artikel tersebut ke Email Tim Redaksi Buletin : buletinkepalaburung@gmail.com atau ke Operator atas nama Dony Yansyah : dony.yansyah@gmail.com

Rabu, 16 Maret 2011

Mati Surinya Jiwa Korsa Rimbawan (Dalam Rangka Memperingati Hari Bhakti Rimbawan ke-28 Tahun 2011)


Pendahuluan
Judul diatas mengandung pesan yang dalam, penting bagi siapapun yang mengaku dirinya rimbawan sejati. Oleh karenanya agar kita dapat menangkap pesan yang dibawanya kiranya perlu kita pahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan kata mati suri, jiwa korsa dan rimbawan. Mati suri menurut pendapat beberapa orang di masyarakat yang penulis temui mengatakan mati suri adalah kematian yang bersifat sementara namun setelah itu akan bangkit kembali. KORSA adalah singkatan dari Komando Satu Rasa. Ada juga yang mengartikan korsa adalah kelompok manusia yang senasib, seperjuangan dan setujuan serta berkeinginan untuk selalu bersatu dan berada dalam satu kesatuan yang solid berlandaskan semangat persaudaraan dan kekeluargaan. Di lapangan, sering juga disebut dengan "jiwa korsa", yang bisa diartikan bagaimana harus bersikap loyalis, kebanggaan dan antusiasme yang tertanam pada anggota korps termasuk pimpinannya terhadap organisasinya. Dalam suatu organisasi yang mempunyai jiwa korsa yang tinggi, rasa ketidakpuasan bawahan dapat dipadamkan oleh semangat organisasi.

Rimbawan adalah sekolompok orang yang memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap upaya melestarikan hutan dan lingkungan, yang diwujudkan dengan tindakan SEPI ING PAMRIH RAME ING GAWE. Karena itu keberadaan jiwa korsa dalam diri setiap rimbawan adalah merupakan hal yang sangat penting demi tercapainya kebersamaan dan persatuan dalam menjaga dan mengelola hutan kita secara lestari dan berkelanjutan. Namun fakta yang terjadi saat ini, penulis dan mungkin rekan-rekan sesama rimbawan dapat merasakan hal yang sama, bahwa jiwa korsa itu perlahan-lahan mulai hilang dan tenggelam bahkan telah mati disebabkan keegoisan dan kepentingan individu semata. Namun dari sebuah keputusasaan masih menyimpan sedikit harapan, ditengah mendung gelap masih terdapat seberkas sinar yg terang dan mudah-mudahan dari sebuah kematian korsa ini hanyalah sebuah kematian suri yang kelak akan bangkit kembali.

Bercermin dari Sebuah Pengalaman
“Jaga jiwa korsa kalian” sepenggal kalimat yang selalu penulis dengar dari kakak kelas ketika menjadi siswa baru dan menjalani Opdas (Orientasi Pembinaan Dasar) di Sekolah Kehutanan Menengah Atas (SKMA) Samarinda Tahun 2000. Setiap hari dibina, ditempa dan dididik hingga panitia Opdas benar-benar merasa cukup puas. Fisik dan mental siang dan malam tidak henti-hentinya dibina, dan selalu saja “jaga jiwa korsa kalian gundul” begitulah kalimat yang selalu terlontar dari kakak panitia.

Mungkin sejak itu hanya tersirat perasaan dongkol dan jengkel terhadap mereka, kelelahan dan rasa sakit hati yang selalu membekas dalam batin, sehingga timbul pertanyaan yang paling mendasar dan hal ini pun sama kami rasakan dengan teman-teman seangkatan, apa tujuan dari kegiatan ini semua? Kami harus melakukan sesuatu bersama-sama, teman sakit kami pun merasakannya, begitupun sebaliknya, ya pada intinya kami harus memiliki satu jiwa senasib dan sepenanggungan dan menjunjung tinggi asas kebersamaan.

Sebagai seorang anak yang baru saja menamatkan pendidikan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) waktu itu, mungkin pemikiran penulis belum terlalu berkembang pesat dalam memahami segala pembinaan yang didapatkan. Namun setelah menjalani itu semua akhirnya penulis dapat menyadari dan dapat menarik kesimpulan bahwa semua apa yang didapat adalah salah satu bentuk pendidikan untuk bisa menanamkan jiwa korsa dalam diri setiap rimbawan agar selalu bisa dalam rasa kebersamaan, senasib dan sepenanggungan, saling berbagi antara sesama, duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi dan selalu bersatu dalam mewujudkan tujuan bersama.

Sepenggal kisah pengalaman ketika menjalani pendidikan di SKMA itu menjadi sebuah cerminan dan cambuk bagi kita semua untuk selalu memupuk jiwa korsa dan menanamkannya dalam diri dan mengimplementasikannya dalam usaha pengelolaan dan pemanfaatan hutan secara lestari dan kerkesinambungan demi mempercepat pembangunan kehutanan yang berasaskan manfaat dan lestari.

Jiwa Korsa Rimbawan
Pagi, petang, siang, malam
Rimba kita berseru
Bersatulah, bersatu
Tinggi rendah jadi Satu bertolonglah selalu
Jauhkanlah sikap kamu
Yang mementingkan diri
Ingatlah Nusa Bangsa
Minta supaya dibela
Oleh kamu semua
Reff :  Rimba raya rimba raya
Indah permai dan mulia
Maha taman tempat kita bekerja

Potongan bait lagu seruan rimba diatas menyiratkan banyak hal tentang kebersamaan. Jika kita mengkaji dan memahami secara seksama maksud dari penggalan lagu diatas ternyata menyimpan makna yang begitu mendalam mengenai kebersamaan dan penanaman jiwa korsa dalam setiap diri rimbawan.

 Kebersamaan Rimbawan walaupun berbeda instansi dan lokasi

Ada satu pesan yang mungkin dapat dibaca dan kita terima dari lagu tersebut, yaitu agar para rimbawan untu dapat bersatu padu, hilangkan sikap keegoisan diri, memiliki satu visi dan misi, susah senang dirasakan bersama, saling merangkul dan bergandeng tangan untuk terus bekerjasama dan jauhkan perbendaan dalam membela dan mempertahankan keberadaan rimba kita.

Namun apakah lagu tersebut hanya sekedar lagu yang begitu indah dan merdu dinyanyikan disetiap bibir rimbawan tanpa memahami dan mengerti maksud dari sebuah lagu yang sebenarnya diperuntukan bagi rimbawan itu sendiri untuk dapat membangkitkan jiwa korsa kita yang telah lama terpuruk. Atau lagu tersebut hanya menjadi lagu pengantar tidur seorang anak yang menggambarkan betapa hebatnya semangat korsa rimbawan kita tempo dulu. Rimbawan muda saat ini tentu saja sangat berbeda bila dibandingkan dengan rimbawan-rimbawan senior kita sat dulu. Jiwa korsa yang dimiliki para senior kita begitu sangat bisa diandalkan sehingga tidak salah jika kita mendengar Kementerian Kehutanan dalam melakukan pengelolaan hutan saat dulu pernah mencapai puncak kejayaan. Bukan bermaksud mengatakan saat ini kita mengalami keterpurukan, namun berbagai macam kejahatan kehutanan dan bencana alam yang datang silih berganti melanda bangsa ini sudah cukup menjadi cerminan bahwa memang kita sedang mengalami keterpurukan.

Naif memang jika merenungkannya, tapi apapun itu begitulah kondisi rimbawan kita saat ini. Sebagai rimbawan muda tentu penulis dengan keterbukaan untuk bisa menerima dan menyadarinya bahwa jiwa korsa yang dimiliki rimbawan muda saat ini sangat bobrok. Rimbawan muda kurang merasakan jiwa korsa yang telah diputuskan oleh situasi dan kondisi keterpurukan bangsa ini. Dampak keterpurukan juga berimbas pada perilaku sebagian rimbawan yang cenderung individualis dengan melihat pekerjaan sebagai batu loncatan untuk berbuat sesuatu demi kepentingan diri sendiri. Padahal saat inilah peran seorang rimbawan benar-benar dibutuhkan negara menghadapi berbagai masalah yang menyangkut kemaslahatan hidup orang banyak.

Dilain sisi dengan kompleksnya permasalah yang dihadapi bangsa ini dalam bidang kehutanan semakin mempeburuk kondisi. Renggangnya hubungan dan ikatan kekeluargaan antar sesama rimbawan semakin besar dan sulit untuk dibendung. Alih-alih akan memikirkan solusi atau pemecahan masalah bersama namun ujung-ujungnya hanya tercipta perselisihan dan saling tuding menuding siapa yang salah dan siapa yang benar. Apalagi bila itu menyangkut nama instansi atau organisasi tempat para rimbawan bekerja maka para rimbawan telah melupakan jiwa korsa yang selama ini menjadi perekat utama kebersamaan rimbawan.

Bila sudah demikian seakan-akan jiwa korsa yang selama ini menjadi kebanggan para rimbawan telah mengalami KEMATIAN. Karena sudah tidak ada lagi jiwa korsa yang tertanam dalam diri setiap rimbawan. Namun tentu saja kita selalu berharap bahwa kematian ini hanyalah sebuah KEMATIAN SURI, yang perlahan-lahan akan bangkit dan hidup kembali serta bukan untuk kematian selama-lamanya.

Dampak Desentralisasi dan Dekonsentrasi
Sebelum kita membahas dampak dari sebuah desentralisasi dan dekonsentrasi, ada baiknya kita mengetahui dulu apa pengertian dua kata tersebut. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah padal pasal 1 ayat (1) poin e “desentralisasi adalah penyerahan wewenang Pemerintahan oleh Pemerintah kepada Daerah Otonom dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Dan poin f “dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil Pemerintah dan atau perangkat pusat di Daerah.

Dari pengertian diatas yang telah diurai secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pemerintah Pusat telah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada Pemerintah Daerah untuk mengatur dan mengembangkan sendiri rumah tangganya termasuk urusan bidang kehutanan dan orang yang berkecimpung di dalamnya.

Para rimbawan banyak ditugaskan dibidang yang seharusnya bukan keahliannya, begitupun bidang kehutanan ditangani oleh orang-orang yang tidak punya kapasitas menanganinya. Bahkan demi perampingan dan efektifitas kerja, suatu daerah menggabungkan secara acak bidang kehutanan dengan bidang lain dalam satu instansi.
Kondisi ini membuat para rimbawan terkotak-kotak dalam instansi berbeda antara pusat dan daerah. Bahkan antara daerah satu dengan daerah lainnya tidak lagi punya hubungan sama sekali. Dengan visi dan misi masing-masing mereka jalan sendiri-sendiri meyakinkan masyarakat bahwa apa yang mereka lakukan untuk kepentingan masyarakat, sementara kepentingan mereka terselip di dalamnya.

Secara kajian tentu saja Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999 tersebut memiliki maksud dan tujuan yang sangat baik, namun dari semua itu biasanya meninggalkan dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah terjadinya peningkatan kinerja dalam pelaksanaan urusan pemerintah terutama di bidang kehutanan di daerah sehingga pemerintah pusat akan merasa terbantu sehingga pelaksanaan segala urusan kehutanan di daerah dapat berjalan secara efektif. Namun dampak negatifnya adalah dikhawatirkan terjadinya kerenggangan antara sesama rimbawan sehingga korsa yang selama ini telah terbentuk dengan baik bisa luntur hanya lantaran sebuah kepentingan.

Secara fakta di lapangan permasalahan-permasalahan di bidang kehutanan sering terjadi karena perbedaan persepsi dan tarik menarik kepentingan dan adu kewenangan dalam pengelolaan hutan sehingga terkadang tidak terjadi sinkronisasi antara pemerintah pusat dan daerah sehingga memposisikan para rimbawan menjadi berjarak dan mati-matian dalam membela setiap kepentingan instansi dan mengubur dalam-dalam jiwa korsa yang seharusnya menjadi perekat utama dalam semangat kebersamaan dan korps rimbawan.

Selain itu pada tanggal 4 Februari 2011 telah terbit Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.9/Menhut-II/2011 Tahun 2011 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintah (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2011 Kepada 33 Gubernur. Adapun maksud penyelenggaraan dekonsentrasi ini adalah untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan urusan pemerintahan bidang kehutanan (pasal 2 ayat 1) dan tujuan penyelenggaraan dekonsentrasi adalah untuk meningkatkan efektivitas peran dan posisi Gubernur selaku wakil pemerintah di dalam melaksanakan urusan pemerintah bidang kehutanan (pasal 2 ayat 2). Dengan terbitnya Permenhut ini mudah-mudahan apa yang menjadi kekhawatiran kita bersama tidak terjadi, seperti dampak negatif dari sebuah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1999.

Kode Etik dan Tugas Rimbawan
Jiwa korsa seharusnya tidak akan pernah luntur atau mati hanya karena sebuah kepentingan sebab rimbawan telah terikat oleh kode etik rimbawan yang telah dirumuskan dan dideklarasikan bersama di Cangkuang-Sukabumi pada tahun 1999. Adapun Kode Etik dimaksud adalah :
  1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
  2.  Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman;
  3. Menghargai dan melindungi nilai kemajemukan sumber daya hutan dan sosial budaya setempat;
  4. Bersikap objektif dalam melaksanakan segenap kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti;
  5. Menguasai, meningkatkan, mengembangkan dan mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyrakatan yang berkaitan dan kehutanan;
  6. Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelamatan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada;
  7. Berperilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggunggugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya mengembankan profesi;
  8. Bersikap tegas, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif, terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhi baik ditingkat lokal, nasional, regional dan global;
  9. Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (public interest) saat ini dan generasi yang akan datang diatas kepentingan-kepentingan lain;
  10. Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan.
Kode etik di atas menegaskan, tidak ada masalah dimanapun seorang rimbawan bekerja atau berdarma bakti, yang terpenting bagi seorang rimbawan adalah menjauhkan diri dari sifat mementingkan diri.

Secercah Harapan di Hari Bhakti Rimbawan
Momentum hari bhakti rimbawan yang setiap tahun diperingati ini seharusnya menjadi ajang silaturahmi dalam mempererat tali persaudaraan antara sesama rimbawan untuk kembali memupuk jiwa korsa kita yang telah lama mati suri agar kembali bangkit dari sebuah tidur panjang. Inilah saat yang tepat untuk kembali merenung dan memikirkan serta bertindak bagaimana jiwa korsa ini kembali tumbuh subur, kuat, sehat dan menjulang menggapai sinar kejayaan hutan dan kehutanan yang telah lama hilang.

Kini saatnya para rimbawan membuktikan kalau masa senang pernah dinikmati bersama, maka saat ini masa susah harus dirasakan bersama pula. Dengarlah para rimbawan “Rimba kita berseru..bersatulah-bersatu, tinggi rendah jadi satu, bertolonglah selalu..jauhkanlah sikap kamu yang mementingkan diri..ingatlah Nusa Bangsa minta supaya dibela..oleh kamu semua...”

Hanya dengan kebersamaan semua akan terwujud, oleh karena itu mari kembali tegakkan Jiwa Korsa Rimbawan demi menjaga kelestarian hutan kita!.. Mari sandingkan harapan ini di Hari Bhakti Rimbawan 2011!

Daftar Pustaka
  • Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
  • Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.9/Menhut-II/2011 tentang Pelimpahan Sebagian Urusan Pemerintah (Dekonsentrasi) Bidang Kehutanan Tahun 2011 Kepada 33 Gubernur
  • Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. 2008. “Kamus Besar Bahasa Indonesia”. KBBI Daring, (Online), (http://www.pusatbahasa.depdiknas.go.id/, diakses 26 Februari 2011)
Oleh : Dony Yansyah

Minggu, 13 Maret 2011

Cagar Alam Pulau Waigeo Barat (Edisi 8 2010)

Letak dan Luas
Kawasan hutan CA Waigeo Barat ini ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.395/ Kpts/Um/5/1981 tanggal 7 Mei 1981 dengan luas 153.000 Ha dan merupakan wilayah dengan pemanfaatan lahan terluas di daerah Waigeo Barat. Namun setelah dilakukan kegiatan penataan batas yang di lakukan oleh Sub Biphut Manokwari, kawasan hutan Cagar Alam Pulau Waigeo Barat memiliki luas definitif 95.200 Ha (belum ada penetapan hasil tata batas ini). 

CA Pulau Waigeo Barat secara geografis terletak antara 130°16' BT sampai 130°56' BT dan 0°25' LS. Secara administrasi kepemerintahan kawasan ini termasuk dalam wilayah Distrik Waigeo Barat, Distrik Waigeo Selatan dan Distrik Teluk Mayalibit Kebupaten Kepulauan Raja Ampat Provinsi Papua Barat. Sedangkan dalam pengelolaannya berada dibawah tanggung jawab Seksi Konservasi Wilayah I Waisai.

Potensi Biofisik
Topografi pada umumnya berbukit-bukit dan bergunung-gunung dengan puncaknya yang tertinggi adalah Gunung Flausa ± 519 meter dpl. Kondisi tutupan lahan di kawasan ini masih didominasi oleh Hutan Lahan Kering Primer. Beberapa sungai kecil mengalir di kawasan ini dan pada umumnya membentuk hutan bakau dan sagu pada bagian muaranya. Sungai Raja adalah salah satu sungai di bagian selatan yang dikeramatkan oleh penduduk setempat karena dianggap petilasan Raja Ampat. 

Formasi batuan dalam kawasan ini merupakan batuan basah dan neogen dengan jenis tanah podsolik. Sebagian besar daratan Waigeo didominasi oleh laterit ultrabasic. Di daerah pantai yang masih dipengaruhi oleh pasang surut laut formasi batuan merupakan campuran podsolik dan rendzina. 

CA Pulau Waigeo Barat memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi. Kawasan ini mencakup areal hutan di kaki perbukitan dan pegunungan rendah di bawah 1.000 meter, yang terdapat di atas lapisan batuan kapur (limstone), batuan magma, dan batuan vulkanik. Dari segi faunanya kawasan ini adalah yang terpenting di antara pulau-pulau Raja Ampat (Petocz, 1987). Tercatat 171 jenis burung dan 27 jenis mamalia dimiliki kawasan ini, diantaranya bandikut (Echymipera kalubu), kus-kus bertotol (Phalanger maculatus), oposum bergaris (Dactylopsila trivirgata), kalelawar, dan tikus pohon.

Kawasan ini merupakan tempat hidup bagi berbagai jenis satwa dan tumbuhan endemik. Spesies endemik di kawasan ini adalah maleo waigeo (Aepypodius bruijnii). cenderawasih merah (Paradisaea rubra), cenderawasih wilson/botak (Cicinnurus respublica), dan anggrek waigeo (Cypripedium praestans). Kawasan ini juga merupakan habitat dari beberapa satwa khas Papua yang dilindungi antara lain: kakatua putih jambul kuning (Cacatua galerita), raja udang hutan (Halcyon macleayii), julang irian (Aceros plicatus), kakatua raja (Probosciger aterrimus), bayan (Eclectus roratus), nuri merah kepala hitam (Lorius lory), mambruk viktoria (Goura victoria), dan maleo (Magrocephalus maleo)

Aksesibiltas
Untuk menuju lokasi CA. Pulau Waigeo Barat dari Kota Sorong dapat ditempuh dengan perjalanan laut menggunakan kapala penyeberangan Raja Ampat dalam waktu + 2-3 jam, dengan tarif Rp 100.000. atau dengan menggunakan speed boat carteran dengan waktu tempuh sekitar 2  3 jam tergantung pada kekuatan mesin.

Akomodasi 
Sarana pengelolaan kawasan yang tersedia adalah kantor Seksi Konservasi Wilayah Idi Waisai Ibu Kota Kabupaten Raja Ampat. Selain itu terdapat Pusat Informasi Kelautan Raja Ampat di Waiwo yang dilengkapi dengan penginapan yang dikelola oleh Conservation Internasional (CI) bekerjasama dengan Dinas Kelautan dan Perikanan Raja Ampat.

Nilai Penting Kawasan
Beberapa nilai penting kawasan CA. Pulau Waigeo Barat antara lain:
  1. Sebagai kawasan perlindungan sumber daya alam hayati khususnya jenis-jenis yang dilindungi dan atau jenis-jenis yang endemik seperti yang telah disebutkan. 
  2. Sebagai daerah penyangga kehidupan bagi kawasan lain disekitarnya seperti SM. Kepulauan Raja Ampat, Teluk Mayalibit.
  3. Daerah tangkapan air bagi beberapa DAS penting didaerah pulau Waigeo, seperti Sungai Waiwiai.

Isu-isu konservasi
Beberapa isu penting berkaitan dengan pengelolaan kawasan CA. Pulau Waigeo Barat antara lain:
  1. Kebutuhan ruang bagi pembangunan infrastruktur Kabupaten Kepulauan Raja Ampat seperti: pembangunan jalan, dermaga udara, perkantoran (di Waisai) dan pengembangan Ibu Kota Distrik Waigeo Barat (di Waisilip)
  2. Isu pemanfaatan sumber daya alam (penambangan nikel), khususnya di bagian Barat.

Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan, dimaksudkan menjawab :
  • Tuntutan dinamika pembangunan,
  • Aspirasi masyarakat,
  • Optimalisasi distribusi fungsi,
  • Pemanfaatan hutan secara lestari dan  berkelanjutan,
  • Mandapatkan luasan dan sebaran  profesional.

CENDERAWASIH KUNING-KECIL ( Paradisaea minor) (Edisi 8 2010)

Cendrawasih Kuning-kecil atau dalam nama ilmiahnya Paradisaea minor adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang, dengan panjang sekitar 32cm, dari genus Paradisaea. Burung ini berwarna kuning dan coklat, berparuh abu-abu kebiruan dan mempunyai iris mata berwarna kuning. Burung jantan dewasa memiliki bulu di sekitar leher berwarna hijau zamrud mengkilap, pada bagian sisi perut terdapat bulu-bulu hiasan yang panjang berwarna dasar kuning dan putih pada bagian luarnya. Di ekornya terdapat dua buah tali ekor berwarna hitam. Burung betina berukuran lebih kecil dari burung jantan, memiliki kepala berwarna coklat tua, dada berwarna putih dan tanpa dihiasi bulu-bulu hiasan.

Populasi Cendrawasih Kuning-kecil tersebar di hutan Irian Jaya dan Papua Nugini. Burung ini juga ditemukan di pulau Misool, provinsi Irian Jaya Barat dan di pulau Yapen, provinsi Papua.

Cendrawasih Kuning-kecil adalah poligami spesies. Burung jantan memikat pasangan dengan ritual tarian yang memamerkan bulu-bulu hiasannya. Setelah kopulasi, burung jantan meninggalkan betina dan mulai mencari pasangan yang lain. Burung betina menetaskan dan mengasuh anak burung sendiri. Pakan burung Cendrawasih Kuning-kecil terdiri dari buah-buahan dan aneka serangga.



Spesies ini mempunyai daerah sebaran yang luas dan sering ditemukan di habitatnya. Cendrawasih Kuning-kecil dievaluasikan sebagai Beresiko Rendah di dalam IUCN Red List dan didaftarkan dalam CITES Appendix II.

Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Cendrawasih_Kuning-kecil" Kategori: Spesies berisiko rendah | Burung

Sabtu, 12 Maret 2011

KUNJUNGAN MENTERI KEHUTANAN KE KABUPATEN RAJA AMPAT PROVINSI PAPUA BARAT (Edisi 8 2010)

Menteri Kehutanan Republik Indonesia Zulkifli Hasan mengakhiri kunjungan kerjanya di Tanah Papua pada tanggal 3 Oktober 2010 di Kabupaten Raja Ampat. Rombongan Menteri Kehutanan beserta keluarga tiba di Bandara Dominggus Edward Osok Sorong menggunakan pesawat jet Susi Air, pada tanggal 02 Oktober 2010, pukul 12.30 WIT yang disambut oleh pejabat daerah Kabupaten Raja Ampat, Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Provinsi Papua Barat, Kapala Balai Besar KSDA Papua Barat serta Kepala-kepala UPT Kementerian Kehutanan lingkup Provinsi Papua Barat.


Bupati Raja Ampat (Markus Wanma) dan Menteri Kehutanan (Zulkifli Hasan)

Ikut serta dalam kunjungan kerja Menteri kehutanan kali ini antara lain; Direktur Jenderal PHKA Ir. Darori, M.M., Direktur Jenderal DAS dan Perhutanan Sosial Dr. Ir. Harry Santoso Direktur Jenderal Planologi Ir. Bambang Soepijanto., M.M dan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Ir. R. Iman Santoso, M.Sc..

Dalam kunjungan kerjanya ke Kabupaten Raja Ampat Menteri Kehutanan menyempatkan diri untuk menyelam menelusuri keindahan bawah laut Raja Ampat (pulau Mansuar), mengunjungi perkampungan serta melakukan pertemuan dengan jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat. Setibanya di Penginapan, saat acara senggang, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan beserta keluarga dan rombongan melakukan diving di pulau Mansuar yang terletak sekitar resort Komodo. “Subhanalloh sungguh indah raja ampat, karang-karangnya, pemandangannya, pulau-pulaunya anugerah Tuhan yang harus kita jaga bersama” ungkap kagung Menteri Kehutanan yang baru sekali melihat keindahan alam Raja Ampat.

Agenda kujungan Menhut dilanjutkan dengan mengadakan pertemuan dengan pejabat Kabupaten Raja Ampat, diantaranya, Bupati Kabupaten Raja Ampat Markus Wanma, Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat Drs. Inda Arfan, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat Ir. Husen Duwila, MM dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Ir. Hendrik Runaweri. Pertemuan yang juga dihadiri oleh Pimpinan SKPD Kabupaten Raja Ampat, Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Sorong, Pimpinan SKPD Provinsi Papua Barat dan Kepala UPT Kementerian Kehutanan lingkup Provinsi Papua Barat tersebut membahas Pengelolaan hutan dan permasalahannya di Kabupaten Raja Ampat secara khusus dan Papua Barat secara umum. 

Menyambut kedatangan Menteri Kehutanan, Bupati Kabupaten Raja Ampat dan Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Raja Ampat sebagai tuan rumah memperoleh kesempatan pertama untuk memaparan kondisi pembangunan hutan dan kehutanan Kabupaten Raja Ampat. Dalam paparannya Bupati Raja Ampat menyampaikan bahwa 80% wilayah darat Kabupaten Raja Ampat merupakan kawasan Konservasi dan kawasan lindung. Untuk kepentingan  pembangunan wilayah Pemda Raja Ampat bermaksud mengajukan usulan rasionalisasi (alih fungsi) 17% dari kawasan konservasi dan lindung menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).


Menanggapi paparan tersebut, Menteri Kehutanan menyampaikan bahwa Kementerian Kehutanan tidak hendak menghambat atau menghalangi laju pembangunan daerah dengan memperlambat penerbitan ijin alih fungsi dan atau perubahan peruntukan kawasan hutan. Namun hendaknya semua permohonan ijin dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. 

Mengakhiri kunjungannya di Kabupaten Raja Ampat pada tanggal 3 Oktober 2010, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan menyempatkan diri melakukan kunjungan ke kampung Kurkapa dekat Resort Komodo memberikan bantuan kepada masyarakat di sana. Sebagai bentuk penghormatan atas kunjungan Menteri Kehutanan, oleh Kepala Kampung Kurkapa diberikan piring adat. Setelah berkunjung ke kampung, Menteri Kehutanan Beserta Rombongan bertolak ke Sorong menggunakan Speed Boat milik Balai Besar KSDA Papua Barat untuk selanjutnya kembali ke Jakarta. (Bri).


BUKA SASI SENI NGGAMA DI KABUPATEN KAIMANA 
Kepedulian tua-tua adat di Kaimana untuk menjaga kelestarian sumberdaya alam yang dimiliki dan kepeduliannya untuk mewariskan ke generasi penerusnya agar taat terhadap aturan adat adalah suatu teladan turun temurun yang patut dilestarikan. Kerena hal tersebut merupakan salah satu pratek konservasi yang nyata, dimana masyarakat hidup harmonis bersama alam. Dan ini merupakan wujud dari konsep tradisional dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari. 

Dalam istilah masyarakat konsep pengaturan pemanfaatan sumber daya alam ini sering disebut sebagai 'sasi', yaitu pola pemanfaatan sumber daya alam dalam wuktu-waktu tertentu. Dalam sasi ada proses menutup dan membuka, artinya menutup dari semua kegiatan pemanfaatan sumber daya alam dan membuka (memanen) sumber daya alam yang telah mencapai ukuran, umur tertentu. Sistem sasi ini masih hidup/ada dibeberapa daerah di Tanah Papua, sebagaimana yang ada di Kabupaten Kaimana.

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya tanggal 13 Oktober 2010 di Kampung Namatota, masyarakat Kaimana melakukan upacara adat 'Buka Sasi Seni Nggama' dalam pemanfaatan sumber daya alam laut seperti teripang, ikan, lola dan lain-lain. Acara yang diliput oleh TV Trans7 tersebut berlangsung cukup meriah, karena selain dihadiri oleh Bupati Kaimana, anggota DPRD, perwakilan TNI dan Polri, Kepala SKPD, tokoh adat dan tokoh agama serta semua lapisan masyarakat, juga dirangkai dengan launching 'Si Bolang' (Bocah Petualang).
Prosesi adat yang diawali dengan bunyi tifa panjang dan gong, menjadi tanda dilakukan pemanenan hasil laut, setelah sekitar 1 tahun lamanya dilarang untuk diambil. Sesuai dengan tujuan sasi, yang menginginkan peningkatan penghasilan dari sumber daya laut baik dalam sisi jumlah maupun kualitas, dalam pembukaan sasi pada kali ini, menghasilkan sumber daya laut jumlah yang cukup lumayan sebagaiman terlihat dalam gambar.

Selain meningkatnya perolehan hasil sumber daya laut, ternyata prosesi buka sasi ini juga menjadi salah atraksi wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan baik domestic maupun setiap manca negara dalam setiap tahun. Atraksi wisata buka sasi ini menjadi pelengkap daya tarik wisata Kaimana, yang terkenal dengan panorama alamnya terutama saat senja tiba. Lebih jauh hal juga akan menjadi salah satu factor utama yang mendukung peningkatan perolehan Pendapatan Asli Daerah (PAD). (Zeth)

Sabtu, 05 Maret 2011

Mengenal dan Mengidentifikasi Jamur Liar (Wild Mushroom) di TWA Sorong (Edisi 8 2010)

I. Pendahuluan
Jamur sering kita jumpai pada saat musim penghujan pada tempat-tempat yang lembab. Jamur tumbuh di kayu-kayu yang telah lapuk, serasah, jerami, dan bahan organik yang lainnya. Umur hidup jamur tidaklah lama, pada musim kemarau jamur sulit ditemukan kecuali pada lantai-lantai hutan yang iklim mikronya masih sangat bagus. Tidak semua orang mengetahui manfaat jamur, bahkan ada beberapa orang yang tidak tertarik untuk mengenalnya karena alasan kotor dan beracun. Beberapa jenis jamur telah diketahui bisa dimakan (edible mushrooms) bahkan ada yang berkhasiat obat. Tapi ada juga beberapa jenis lainya yang berbahaya untuk dimakan. 

TWA Sorong memiliki iklim mikro yang baik untuk tempat tumbuhnya jamur liar (wild mushroom). Identifikasi jamur liar di TWA Sorong perlu dilakukan untuk mengetahui keragaman jamur liar yang tumbuh di dalamnya. Dari kegiatan identifikasi akan dapat diketahui jenis jamur apa saja yang berpotensi untuk dimakan, yang beracun, dan yang berkhasiat obat. Di Manokwari ibukota provinsi Papua Barat, penduduk lokal telah mengetahui jenis-jenis jamur liar yang bisa dimakan dan tidak. Beberapa penduduk lokal di sana ada yang menjual jamur hutan di pasar tradisional Sanggeng dan Wosi [15].

II. Mengenal Ciri-ciri Umum Jamur
Ciri-ciri jamur berbeda dengan organisme lainnya, yaitu dalam hal : struktur tubuh, cara makan, dan reproduksinya.
a. Struktur Tubuh
Struktur tubuh jamur ada yang satu sel, misalnya: khamir, ada pula jamur yang multi seluler membentuk tubuh buah besar yang ukurannya mencapai satu meter, misalnya : jamur kayu. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa membentuk jaringan yang disebut miselium[2]. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi tubuh buah.
Tubuh buah jamur pada umumnya tersusun oleh bagian bagian yang dinamakan  tudung/cap (pileus), bilah (lamellae), kumpulan bilah (gills), cincin (annulus/ring), batang/tangkai (stipe), cawan (volva), akar semu (rhizoids), sisik (scale), .


b. Cara Makan 
Untuk memperoleh makanan jamur menyerap zat organik dari lingkungan melalui hifa dan miseliumnya yang akan disimpan dalam bentuk glikogen. Jamur bersifat heterotrof yaitu sebagai konsumen murni yang bergantung pada subtract yang menyediakan karbohodrat, protein, vitamin, dan senyawa kimia lainnya. Sebagai makhluk heterotrof, jamur dapat bersifat parasit obligat, parasit fakultatif, atau saprofit [2].  
  1. Parasit Obligatif, merupakan sifat jamur yang hanya dapat hidup pada inangnya, sedangkan diluar inangnya tidak dapat hidup, misalnya Pneumonia carinii (khamir yang menginfeksi paru-paru penderita AIDS). 
  2. Parasit Fakultatif, merupakan jamur yang bersifat parasit jika mendapat inang yang sesuai, tetapi dapat bersifat saprofit jika tidak menemukan inang yang cocok. 
  3. Saprofit, merupakan jamur pelapuk dan pengubah susunan zat organik yang telah mati.

c. Reproduksi
Reproduksi jamur dapat secara seksual (generative) dan aseksual (vegetative) [2]. Secara aseksual, jamur menghasilkan spora. Sedangkan secara seksual pada jamur melalui kontak gametangium dan konjugasi. Kontak gametangium mengakibatkan terjadinya singami, yaitu persatuan sel dari dua individu.

III. Bagaimana Membedakan Jamur yang Beracun dan Tidak
a. Jamur yang Beracun Memiliki Ciri-ciri sebagai berikut : [1]
  • Pada umumnya mempunyai warna yang menyolok, seperti : merah darah, hitam legam, biru tua, ataupun warna-warni lainnya;
  • Menghasilkan bau busuk yang menusuk hidung, seperti telur busuk H2S ataupun bau amoniak;
  • Mempunyai cincin atau cawan, akan tetapi ada juga jamur yang mempunyai cincin tetapi tidak beracun seperti jamur merang dan jamur kompos;
  • Umumnya tumbuh pada tempat-tempat yang kotor seperti tempat pembuangan sampah dan kotoran hewan;
  • Apabila jamur beracun tersebut dikerat dengan pisau yang terbuat dari perak maka pisau tersebut akan berwarna hitam atau biru;
  • Apabila dimasak cepat sekali berubah warna dari warna putih menjadi gelap.
  • Contoh jamur yang beracun di antaranya Amanita, Lepoita, Russula, Phallus, Boletus, dll.
b. Jamur yang Tidak Beracun Memiliki Ciri-ciri sebagai berikut: [5] [6]
  • Warna spora cokelat, misalnya , Volvariella volvaceae (jamur merang). Ada juga warna spora putih antara lain Pleurotus sp (jamur tiram cokelat, putih, atau kuning), Tremella fusiformis (jamur kuping putih) dll;
  • Kalau jamur dioleskan ke kulit tidak gatal ada kemungkinan  jamur tersebut  tidak beracun;
  • Apabila pada tubuh buah jamur terlihat banyak kropeng2 bekas dimakan serangga atau siput berarti jamur itu bisa dimakan.
  • Warna jamur yang tidak beracun pada umumnya tidak menyolok dan tidak mengeluarkan bau yang menyengat.

IV. Kandungan Gizi dan Khasiat Jamur Budidaya
a. Kandungan Gizi Jamur 
Jamur sudah menjadi bahan yang populer sejak sebelum masehi, raja-raja Mesir dan Yunani kuno dikenal sebagai penyuka jamur. Kebanyakan orang mengkonsumsi jamur selain karena kelezatannya juga karena khasiat dan kandungan gizi dalam jamur tersebut. Dari hasil penelitian diketahui perbandingan kandungan gizi jamur dengan makanan lain seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1. Perbandingan Kandungan Gizi Jamur dengan makanan Lain (dalam %) [3

Tambahan lagi tentang kandungan gizi jamur, diketahui kalori yang dikandung jamur adalah 100 kj/100 gram dengan 72% lemak tak jenuh. Jamur juga sangat kaya akan vitamin, diantaranya B1, B2, Niasin, dan Biotin. Sedangkan untuk mineral, jamur mengandung K, P, Fe, Ca, Na, Mg, Mn, Zn, dan Cu. Bagi para pelaku diet mengkonsumsi jamur sangatlah disarankan karena kandungan seratnya mencapai 7,4 %  24,6 %.

b. Khasiat Jamur
Hasil penelitian yang dilakukan Ujagar Group (India) dijelaskan bahwa, mengkonsumsi jamur tiram bagus untuk liver, pasien diabetes, antivirus dan anti kanker [4]. Penelitian lain yang dilakukan Departemen Sains Kementerian Industri Thailand diketahui  jamur tiram juga mengandung asam folat yang cukup tinggi dan terbukti ampuh menyembuhkan anemia [4].  Beta Glucan Health Center mengatakan bahwa jamur tiram yang bernama latin Pleurotus ostreatus mengandung senyawa pleuran yang berkhasiat sebagai antitumor, menurunkan kolesterol, serta bertindak sebagai antioksidan [4].

Para peneliti jamur telah melakukan riset sejak tahun 1960 dan mendapati dalam jamur terkandung polisakarida Beta-D-glucans yang mempunyai efek positif sebagai antitumor, antikanker, antivirus (termasuk AIDS), melawan kolesterol, antijamur, antibakteri, serta dapat meningkatkan sistem imun [4]. Di Jepang dan Cina telah dilakukan penelitian terhadap jamur Ganoderma (spesies Applanatum dan Lucidum) yang juga diketahui mengandung senyawa polisakarida Beta-D-glucans dengan rantai panjang, delapan jenis di antaranya berkhasiat sebagai antitumor [4]. Jamur Ganoderma juga sangat baik untuk mengobati alergi, asma, hepatitis, hepatitis B laten, TBC, rasa nyeri, menurunkan panas, memperbaiki pencernaan, mencairkan dahak, dan secara umum baik untuk paru-paru.

V. Identifikasi Jamur Liar (Wild Mushroom) di TWA Sorong
Identifikasi jamur dilakukan pada jalur tracking yang ada di dalam kawasan TWA Sorong. Selama di lapangan dilakukan pengambilan gambar dengan kamera. Selanjutnya dilakukan identifikasi jenis berdasarkan bentuk, warna, dan ukuran tubuh buah dengan merujuk pada berbagai sumber. 

Beberapa jenis jamur yang terdapat di dalam TWA Sorong dan telah diidentifikasi antara lain:
Hasil identifikasi Jamur liar (wild mushroom)  di TWA Sorong diketahui beberapa jenis yang tidak beracun dan bisa dikonsumsi. Ditemukan jenis jamur kuping hutan (Auricularia auricularia) yang sudah umum dikonsumsi masyarakat. Terdapat juga jenis jamur Ganoderma sp. dan Tremetes sp. yang telah diketahui berpotensi bahan obat. Sangat dimungkinkan masih terdapat banyak jenis jamur hutan di TWA Sorong yang belum berhasil diidentifikasi. 
Tabel 2. Spesifikasi Jamur Liar (Wild Mushroom) yang Telah Diidentifikasi di TWA Sorong

Potensi jamur liar khususnya di wilayah Papua Barat belum banyak diketahui dan dipelajari. Karena berpotensi sebagai sumber bahan makanan masa depan dan sumber bahan obat alami, jamur liar (wild mushroom) layak untuk dikaji dan diteliti lebih lanjut. 

Daftar Referensi
  • Http://www.kaskus.us/showthread.php?t=2745399, di download tanggal 12 September 2010.
  • http://kambing.ui.ac.id/bebas/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0024%20Bio%201-5a.htm di download tanggal 12 September 2010.
  • http://usahajamur.co.cc/2009/02/nilai-gizi-jamur/ di download tanggal 15 September 2010
  • http://catatankoe.wordpress.com/2007/12/11/aneka-khasiat-jamur/di download tanggal 15 September 2010
  • http://www.suaramerdeka.com/harian/0301/04/dar20.htm didownload tanggal 12 Oktober 2010
  • http://tanyasaja.detik.com/pertanyaan/11039-jamur di download tanggal 12 Oktober 2010
  • http://it.wikipedia.org/wiki/Aleuria di download 18 Oktober 2010
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Amauroderma di download 18 oktober 2010
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Honey_fungus#Description di download 18 Oktober 2010
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Auricularia auricula-judae di download 18 oktober 2010
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Collybia di download 18 Oktober 2010
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Ganoderma didownload 18 Oktober 2010
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Hydnum_repandum di download 18 Oktober 2010
  • http://en.wikipedia.org/wiki/Trametes_versicolor di download 18 Oktober 2010
  • http://charlesroring.wordpress.com/2010/03/15/jalan-jalan-ke-gunung-meja-manokwari-papua-barat/ di download 12 Oktober 2010
  • http://www.infovisual.info/01/024_en.html di download 22 Oktober 2010

Oleh : Eko Yuwono, S.Hut
















Kamis, 03 Maret 2011

Pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono Papua Barat (Suatu Pendekatan Bioregion) (Edisi 8 2010)

Penetapan dan pengelolaan kawasan konservasi adalah salah satu cara terpenting untuk dapat menjamin agar sumberdaya alam hutan dapat dilestarikan, sehingga dapat lebih memenuhi kebutuhan manusia lintas generasi. Usaha pelestarian sumberdaya alam yang terpulihkan seperti hutan dapat dicapai melalui beberapa usaha yang pada intinya berprinsip untuk menjaga proses-proses yang bekerja pada sistem penopang kehidupan. Hal tersebut tentunya akan lebih mudah tercapai jika pemerintah, sektor industri dan masyarakat luas mendukung strategi pengelolaan hutan berserta ekosistemnya secara menyeluruh.

Suatu kenyataan yang menyedihkan bahwa seringkali kawasan konservasi masih dinilai rendah sekalipun keuntungan ekonomi yang mungkin didapatkan secara jangka panjang melalui pengelolaan kawasan ini jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pola pemanfaatan dan penggunaan lahan lainnnya (MacKinnon et.al. 1993).

Arti penting dan peran dari kawasan konservasi tersebut akan terasa apabila sistem pengelolaan yang deterapkan dapat mengakomodasi semua kepentingan yang bekerja dalam sistem bentang alam, baik itu kepentingan konservasi dan pengelolaannya sendiri maupun kepentingan-kepentingan lain yang tidak kalah penting seperti kepentingan ekologis, sosial, budaya dan ekonomi. Pendekatan bioregion yang lebih dikenal dengan Ecosystem Based Management merupakan pendekatan yang belakangan ini dianggap paling relevan dan signifikan dalam pengelolaan kawasan konservasi dan kawasan dilindungi. Lewat tulisan ini, penulis secara singkat mencoba untuk menggambarkan konsep dasar pendekatan bioregion dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono.

Konsep Bioregion dan Pengelolaannya
Secara ekologi, Konsep pendekatan bioregion merupakan suatu pola dan sistem pengelolaan sumberdaya alam yang berasakan kelestarian. Bioregion adalah kawasan atau wilayah geografis yang relatif luas dan memiliki bentang alam serta kekayaan jenis keanekaragaman hayati yang tinggi dimana proses lingkungan alaminya mempengaruhi fungsi-fungsi ekosistem didalamnya. Bioregion terkait dengan sistem bentang alam, karateristik resapan air, bentukan lahan, spesies tumbuhan dan satwa dan budaya manusia (Ecopedia, 2006). Definisi diatas, menunjukan bahwa suatu batasan bioregion ditentukan bukan oleh batas secara politik, akan tetapi oleh batas geografis dari komunitas manusia dan sistim lingkungan yang bekerja didalamnya.

Pengelolaan wilayah hutan dengan menggunakan pendekatan bioregion memberikan keuntungan-keuntungan baik dari segi ekologi, ekonomi maupun sosial. Hal ini disebabkan karena dalam pemanfaatan tersebut ada keterkaitan antara komponen biologi serta ekosistem dan manusia yang merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk menjamin keberlanjutan dari proses-proses alam yang terjadi pada wilayah tersebut,  dimana dalam pendekatan ini wilayah dilihat sebagai suatu kesatuan yang utuh (Kartodihardjo, 2007).

Gambar 1. Variabel-variabel yang bekerja dalam suatu sisitem bioregion (Kartodihardjo, 2007)

Konsep pengelolaan hutan melalui pendekatan bioregion tidak berbeda jauh dengan pengelolaan berbasis ekosistem. Wood (1994) dalam Suhendang et. al (2005) menyatakan bahwa pengelolaan bioregion sebagai pengintegrasian prinsip-prinsip ekologis, ekonomis, dan sosial dalam pengelolaan sistem biologi dan fisik dalam suatu cara melindungi, menjaga dan mempertahankan keberlanjutan ekologis, keanekaragaman alami dan produktivitas dari suatu bentang alam.

Dengan pendekatan bioregion, pengelolaan dilakukan dalam suatu kesatuan bentang alam yang dibatasi menurut batas-batas ekologis dan bersifat spesifik lokasi dimana keberlangsungan dan kelestarian fungsi ekosistem mencakup fungsi-fungsi ekologis, ekonomi dan sosial menjadi perhatian utama yang diimplementasikan dalam tindakan-tindakan pemulihan, pembinaan dan pemanfaatan secara lestari melalui pengintegrasian multidi siplin. Oleh karena itu, mengapa hutan perlu dikelola berdasarkan pendekatan bioregion tertuang dalam karakteristik khas pengelolaan hutan, yaitu: (1) jasa lingkungan sebagai keluaran yang mutlak hadir dalam pengelolaan hutan, (2) hutan bersifat multifungsi yang memerlukan pendekatan optimalisasi, (3) hasil dan produksi kayu oleh hutan bersifat melekat pada pohon penyusun tegakan hutan itu sendiri, (4) dimensi waktu dalam pengelolaanya yang bersifat tidak terhingga dan, (5) proses pemulihan kondisi tegakan yang lebih mengandalkan faktor-faktor alamiah.

Pendekatan Bioregion dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi Taman Wisata Alam Klamono
Pendekatan bioregion dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono secara lestari dan berkelanjutan dalam arti sederhananya yakni taman yang dikelola, tidaklah hilang pada satu atau beberapa periode pengelolaan melainkan ”harus” dapat dinikmati oleh generasi-generasi berikutnya. Dalam pada itu, muncul pertanyaan retoris “perlukah Taman Wisata Alam Klamono dikelola secara lestari dan berkelanjutan atas dasar pendekatan bioregion?”. Sebagian besar (rimbawan) di Kota Klamono ini tentu akan  menjawab “sangat perlu”, tetapi atas dasar apa dan bagaimana mencapai kondisi pengelolaan yang lestari berdasarkan bioregion tersebut, belum tentu dapat dipahami oleh sebagian besar masyarakat Kota Klamono.

Daryatun (2003), mengungkapan kawasan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi adalah kawasan hutan yang memiliki satu atau lebih ciri-ciri berikut :
  1. Kawasan hutan yang mempunyai konsentrasi nilai-nilai keanekaragaman hayati yang penting secara global, regional dan lokal (misalnya spesies endemik, spesies hampir punah, tempat menyelamatkan diri (refugia).
  2. Kawasan hutan yang mempunyai tingkat lanskap yang luas yang penting secara global, regional dan lokal, yang berada di dalam atau mempunyai unit pengelolaan, dimana sebagian besar populasi species, atau seluruh species yang secara alami ada di kawasan tersebut berada dalam pola-pola distribusi dan kelimpahan alami.
  3. Kawasan hutan yang berada di dalam atau mempunyai ekosistem yang langka, terancam atau hampir punah.
  4. Kawasan hutan yang berfungsi sebagai pengatur alam dalam situasi yang kritis (e.g. perlindungan daerah aliran sungai, pengendalian erosi).
  5. Kawasan hutan yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat lokal (mis, pemenuhan kebutuhan pokok, jasa lingkungan dan kesehatan) , dan
  6. Kawasan hutan yang sangat penting untuk identitas budaya tradisional masyarakat lokal (kawasan-kawasan budaya, ekologi, ekonomi, agama yang penting yang diidentifikasi bersama dengan masyarakat lokal yang bersangkutan).

Konsep bioregion pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono yang terkandung dalam prinsip pengelolaan hutan lestari mengandung arti kelestarian fungsi ekosistem hutan secara utuh dan menyeluruh (holistic). Penerapan konsep ini dalam tindakan pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono memerlukan pendekatan pengelolaan yang bersifat terpadu (integrated) pada tingkat kesatuan bentang alam (landscape) ekologi tertentu. Sifat suatu bioregion pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono adalah adanya keterkaitan dan interaksi antara komponen penyusunnya termasuk masyarakat sekitar, maka ketika terjadi intervensi kegiatan manusia dalam sistem bioregion dapat memberikan beberapa pengaruh terhadap komponen-komponen lain yang bekerja dalam sistem boregion tersebut. Dengan alasan diatas, maka dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono, proses pengambilan keputusan harus dilakukan setelah mengevaluasi seluruh kemungkinan akibat yang mungkin terjadi terhadap komponen dan proses dari kesatuan-kesatuan ekosistem dan bioregion lain yang berbatasan. 

Konsep pendekatan bioregion dalam pengelolaan kawasan konservasi Taman Wisata Alam Klamono dapat dicapai melalui pengadopsian dan penerapan tiga prinsip dasar pengelolaan berbasis ekosistem seperti yang dirumuskan oleh Suhendang (2005), yaitu:

- Prinsip Keutuhan (holistic). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono harus mempertimbangkan dan sesuai dengan keadaan dan potensi seluruh komponen ekologi pembentuknya (hayati dan non hayati); kawasan lingkungannya (biofisik, ekonomi, politik, dan sosial budaya masyarakat), serta memperhatikan dan dapat memenuhi kepentingan keseluruhan pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan tersebut.

- Prinsip Keterpaduan (Integrated). Prinsip ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono harus berlandaskan kepada pertimbangan keseluruhan hubungan ketergantungan dan keterkaitan antara komponen-komponen pembentuk ekosistem hutan serta pihak-pihak yang tergantung dan berkepentingan terhadap kawasan dalam keseluruhan aspek kehidupannya, mencakup aspek lingkungan, aspek ekonomi, dan aspek sosial budaya. 

- Prinsip Keberlanjutan/Kelestarian (Sustainability). Prinsip ini mengandung arti bahwa fungsi dan manfaat Taman Wisata Alam Klamono dalam segala bentuknya harus dapat dinikmati oleh masyarakat Kota Klamono lintas generasi secara bekelanjutan dengan potensi dan kualitas yang sekurang-kurangnya sama (tidak menurun). Jadi tidak boleh terjadi pengorbanan (pengurangan) fungsi dan manfaat ekosistem Taman Wisata Alam Klamono. Prinsip ini mengandung konsekuensi terhadap luasan kawasan, produktivitas dan kualitas yang setidaknya tetap (tidak berkurang) dalam setiap generasinya. 

Sehubungan dengan hal diatas, maka untuk mewujudkan prinsip-prinsip dalam pengelolaan kawasan Taman Wisata Alam Klamono dengan pendekatan bioregion di atas, diperlukan tiga komponen kegiatan atau sikap utama yang diadopsi dari Suhendang (2005) , yaitu : 

a. Penataan ruang yang bersifat rasional dalam setiap kesatuan bentang alam (landscape scenario). 
Kesatuan bentang alam yang dipergunakan harus merupakan kesatuan ekologis, bukan kesatuan politik atau administrasi pemerintahan.

b. Komitmen yang kuat terhadap tata ruang yang telah disepakati (strong commitment). 
Seluruh pihak yang berada dan terkait dengan penggunaan ruang dalam setiap kesatuan ekosistem harus memiliki komitmen yang sama dan kuat untuk mempertahankan tata ruang yang sudah disepakati bersama secara konsisten.

c. Kebersamaan dalam perumusan kebijakan dan penyelenggaraan program pengelolaan (colaborative management ).
Regulasi dan program yang akan dilakukan dalam rangka pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono dengan pendekatan bioregion hendaknya disusun dan dilaksanakan secara bersama dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak dan kewajiban yang proporsional dan berkeadilan (sesuai undang-undang), keterbukaan, demokratis, dan bertanggungjawab. 

Dalam melakukan pemanfaatan dan pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono dengan menggunakan konsep bioregion maka yang harus diperhatikan pula penentuan laju optimal setiap kegiatan pembangunan (sosial, ekonomi dan ekologis) yang menguntungkan dan ramah lingkungan. Kegiatan harus tidak melebihi daya dukung kawasan tersebut dan daya pulih serta daya lenting dari sumberdaya yang dimanfaatkan dengan memperhatikan aspirasi masyarakat lokal.

Sesuai pengertian dan konsep bioregion dan kaitannya dengan karakterisitk Taman Wisata Alam Klamono terutama menyangkut cakupan wilayah dan komunitas masyarakat sekitar dengan berbagai preferensi, maka keterpaduan dalam pengelolaannya dengan konsep ini perlu menjadi keharusan. Semua pihak yang memanfaatkan jasa kawasan taman baik secara langsung ataupun tidak langsung harus terlibat secara aktif dalam pengelolaan kawasan tersebut. Dalam konsep bioregion untuk pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono maka semua stakeholder perlu terlibat termasuk juga pihak-pihak lain diluar stakeholder utama yang tertarik pada kawasan tersebut. Pendekatan sektoral harus dihilangkan dan diganti dengan pendekatan partisipatoris di mana semua pihak terlibat dalam proses mulai dari pendefinisian masalah sampai pada pemanfaatan dan pemantauan serta pengawasan. Suatu bentuk pengelolaan yang bersifat partisipatif dan kolaboratif dengan melibatkan masyarakat lokal secara aktif penting dirasakan terutama ketika membahas tentang penataan batas kawasan.

Akhirnya dalam pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono sesuai VISI BBKSDA Papua Barat (9-5-10) diperlukan adanya suatu strategi pengembangan dengan sistem pengelolaan kolaboratif (colabarative management) melalui pendekatan bioregion merupakan sebuah keniscayaan. Mengingat sifat-sifat biofisik, keadaan ekonomi dan sosial-budaya masyarakat sekitar taman bersifat spesifik, maka tujuan pengelolaan, rumusan macam-macam bentuk dan intensitas kegiatan pengelolaan harus ditetapkan untuk setiap kesatuan pengelolaannya dan sesuai dengan sifat-sifat biofisik, keadaan ekonomi dan sosial-budaya masyarakatnya (adaptive management).  

Penutup
Berdasarkan uraian-uraian di atas maka dapat dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut:
  1. Pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono dengan pendekatan konsep bioregion sangat berguna dan memberikan keuntungan-keuntungan baik secara ekologi, ekonomi mapun sosial budaya.
  2. Pengelolaan Taman Wisata Alam Klamono dan semua kegiatan pembangunan pada wilayah ini harus berpedoman pada kelayakan biofisik wilayah tersebut, dimana kegiatan-kegiatan yang pengelolaan tidak boleh melebihi daya dukung wilayah serta daya pulih atau daya lenting sumberdaya alam wilayah tersebut.
  3. Semua stakehloder dan mereka yang memiliki perhatian pada Taman Wisata Alam Klamono perlu secara aktif terlibat dalam pengelolaan kawasan tersebut mulai dari tahap penentuan isu pengelolaan, perencanaan sampai pada pelaksanaan dan pemantauan.

DAFTAR PUSTAKA
  • Daryatun et,al. 2003. Mengidentifikasi, Mengelola, dan Memantau Hutan dengan Nilai Konservasi Tinggi: Sebuah Toolkit untuk Pengelola Hutan dan Pihak-Pihak Terkait Lainnya. Rainforest Alliance. New York.
  • Ecopedia. 2006. Bioregion. Http://ecopedia.wordpress.com/author/ecopedia/
  • Kartodihardjo, H. 2007. Perspektif PSDAH Sebagai Aset Daerah. Bahan Pembuka FGD dalam Acara DRSP-USAID 16 Mei 2007.
  • MacKinnon et,al. 1993. Pengelolaan Kawasan yang Dil indungi di Daerah Tropika. Alh Bahasa oleh Amir Harsono, H. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
  • Suhendang et,al. 2005. Diktat Ilmu Perencanaan Hutan . Bagian Perencanaan Hutan Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
  • Suhendang, E. 2005. Arah dan Skenario Pengembangan Pemantapan Kawasan Hutan.http://www.rimbawan.com/APHI0611/KUMPULAN_TULISAN/2005/Mei_2005/ARAH%20DAN%20SKENARIO%20PENGEMBANGAN%20terbaru.pdf.

Oleh : Azis Maruapey, S.Hut, MP (Staf Pengajar Kehutanan Universitas Al Amin Sorong Papua Barat)