I. Kondisi DAS Remu
I.1. Letak dan Luas
Daerah aliran sungai (DAS) sebagai suatu ekosistem dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses alami biofisik hidrologis yang terjadi di DAS merupakan bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Sedang kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat di DAS merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya di DAS. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya pertumbuhan penduduk yang akan meningkatkan pula tuntutannya atas sumberdaya alam (air, tanah, lahan, dan hutan) yang dapat membawa akibat munculnya perubahan kondisi DAS.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Remu secara geografis terletak pada 131⁰12 LS - 131⁰24 LS serta 0⁰48 BT - 1⁰12 BT. Wilayah DAS Remu di sebelah Selatan dibatasi oleh DAS Klasop dan Klasegun serta disebelah Timur dibatasi oleh DAS Warsamson dan Beraur. Hulu DAS Remu berada di perbukitan dibagian timur dan muaranya berada di Selat Dampir. Luas wilayah DAS Remu berdasarkan peta batas DAS adalah seluas 64.109,37 hektar. Sungai Remu mengalir dari arah Timur ke Barat melintasi wilayah Kabupaten Sorong dan Kota Sorong dengan deliniasi wilayah sebagai berikut :
- Bagian hulu DAS Remu meliputi perbukitan dengan kelerengan agak terjal.
- Bagian tengah DAS Remu merupakan Satuan Pemukiman Kota Sorong dan Kabupaten Sorong
- Bagian hilir DAS merupakan Satuan vegetasi mangrove dan rawa
Morfometri DAS adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyatakan keadaan jaringan alur sungai antara lain meliputi luas, panjang, lebar, kemiringan, orde tingkat percabangan sungai dan kerapatan sungai. Morfometri DAS tersebut merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil air (wateryeild) dan distribusi aliran dari suatu DAS. Dalam suatu sistem pengelolaan DAS terdapat faktor input berupa hujan, kemudian curah hujan tersebut diproses oleh lahan dengan berbagai karakteristiknya yang dipengaruhi oleh morfometri DAS dan kemudian dikeluarkan (output) dalam bentuk debit, muatan sedimen dan material lainnya yang terbawa oleh aliran sungai.
Kondisi morfometri DAS Remu diperoleh melalui pengukuran data fisik DAS menggunakan bantuan software GIS untuk mempermudah perhitungan. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai bahwa luas DAS Remu adalah 64.109,37 hektar, panjang sungai utama 30,79 km, lebar DAS 20.82 km.
Tabel 1. Morfometri DAS REMU
I.3 . Penggunaan Lahan di DAS Remu
Penggunaan lahan adalah setiap campur tangan manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual (Arsyad, 1989). Karakteristik penggunaan lahan yang terdapat di daerah monev diperoleh dari interpretasi citra Landsat ETM tahun 2006, serta cek lapangan pada bulan April 2010. Berdasarkan hasil interpretasi dan cek lapangan, maka jenis penggunaan lahan di DAS Remu dapat dibedakan menjadi 12 golongan yang meliputi : hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, hutan rawa primer, kebun campur, ladang, perkebunan, sawah dan transmigrasi. Tipe penggunaan lahan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Tipe Penggunaan Lahan di DAS Remu
Sumber : Interpretasi Citra Landsat 2003 dan Cek Lapangan 2010
Dari berbagai penggunaan lahan tersebut, penggunaan lahan untuk hutan lahan kering sekunder sangat mendominasi pola penggunaan lahan, yaitu sebesar 28.872 ha atau 46,12 %, kemudian penggunaan Pertanian lahan kering campur 19878.46 ha atau 31,76 %, Secara terinci, sebaran spasial penggunaan lahan disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan DAS Remu
I.4. Penduduk
Berdasarkan data Kependudukan dan Capil Kabupaten Sorong dan Kota Sorong Tahun 2009, jumlah penduduk di DAS Remu mencapai 344.616 jiwa (tahun 2009). Jumlah penduduk terbanyak di Kota Sorong terdapat di Distrik Sorong Utara yaitu sebanyak 68.587 jiwa dan Distrik Sorong Manoi, yaitu sebanyak 63.640 jiwa. Secara lengkap dapat dilihat di Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Penduduk DAS Remu
Sumber : Kantor Kependudukan dan Capil Kabupaten Sorong dan Kota Sorong 2009
II. Permasalahan di DAS Remu
Permasalahan yang terjadi di DAS Remu yaitu berupa peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, dan percepatan degradasi lahan dan pencemaran air sungai. Hasil akhir perubahan kondisi dari suatu DAS tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis (terdegradasi) dan penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya. Berdasarkan hasil kegiatan Monitoring dan Evaluasi yang dilakukan oleh BPDAS Remu Ransiki pada tahun 2010, didapatkan bahwa :
- Nilai rata-rata erosi per-penggunaan lahan di DAS Remu adalah 198,86 ton/ha/th apabila di hitung nilai Indeks Erosi (IE) diketahui bahwa DAS Remu memiliki indek erosi 355,30 % ( > 100 %) dengan demikian DAS Remu masuk dalam kelas jelek karena besarnya erosi aktual melebihi terhadap batas erosi yang bisa ditoleransi yaitu sebesar 54,28 ton/ha/th.
- Berdasarkan hasil perhitungan indeks penutupan lahan (IPL) yang diperoleh dengan cara membagi luas lahan bervegetasi permanen dengan luas DAS didapatkan nilai sebesar 52,26 % termasuk dalam rentang nilai 30-75 % atau berada dalam kelas sedang.
- Kesesuaian penggunaan lahan (KPL) diperoleh dengan membagi luas penggunaan lahan yang sesuai (LPS) dengan RTRW dengan luas DAS, berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai KPL DAS Remu adalah 60,62 %. Berdasarkan tabel klasifikasi nilai KPL maka nilai tersebut masuk dalam klasifikasi kelas sedang.
- Indikator pengelolaan lahan (PL) yang diperoleh dari perkalian antara faktor penutup lahan atau pengelolaan tanaman dengan praktek konservasi diperoleh hasil nilai PL sebesar 0,26 pada DAS Remu, sehingga masuk dalam kelas sedang.
- Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air yang dilakukan Bapedalda Papua Barat bekerja sama dengan F-MIPA UNIPA pada tahun 2008 menunjukkan bahwa kualitas air Sungai Remu di bagian hulu menunjukkan kondisi cemar ringan dengan indeks pencemaran (IP : 3,49) dengan parameter yang melebihi baku mutu air kelas I (PP 82/2001) adalah TSS dan Cu, dibagian tengah menunjukkan kondisi cemar ringan dengan indeks pencemaran (IP : 3,22) dengan parameter yang melebihi baku mutu air adalah TSS, Cu, dan T.Coliform, sedangkan di bagian hilir menunjukkan kondisi cemar sedang dengan indeks pencemaran (IP : 7,88) dengan paremeter yang melebihi baku mutu air adalah TSS, DO, BOD, COD, Fe, Cu, Fenol, Deterjen, Minyak/ lemak, dan T. Coliform .
III.1 Konsep Konservasi
Salah satu kegiatan dalam penyelenggaraan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) adalah penerapan teknik konservasi tanah dan air disamping kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan dan pengayaan tanaman. Konservasi tanah dan air merupakan upaya penggunaan lahan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Tujuan dari konservasi tanah dan air adalah untuk mempertahankan tanah dan air dari kehilangan dan kerusakan melalui pengendalian erosi, sedimentasi dan banjir sehingga lahan dan air dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya secara optimal dan lestari untuk kemakmuran rakyat. Strategi pendekatan konservasi yang diterapkan oleh Kementerian Kehutanan (c.q. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai BPDAS). merupakan bagian dari program nasional yang lebih luas yaitu program penyelamatan hutan, tanah dan air yang mempunyai sasaran antara lain memperbaiki fungsi hidrologi DAS, meningkatkan kesadaran masyarakat pemakai lahan terhadap prinsip-prinsip konservasi tanah dan air, serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
III.2. Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS
Program konservasi tersebut dikenal sebagai program Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (RTkRHL-DAS). Rencana ini disusun berdasar kondisi biofisik dalam satuan unit DAS serta disusun untuk kurun waktu 5 tahun dan difungsikan sebagai dasar acuan penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi di dalam Kawasan Hutan (RPRH) dan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Lahan (RPRL) dan selanjutnya dipakai sebagai dasar tindak lanjut penyusunan yang lebih detail berupa penyusunan Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RTn-RHL).
Dalam upaya mengendalikan dan mencegah terjadinya kerusakan hutan dan lahan di wilayah DAS maka diperlukan adanya upaya-upaya rehabilitasi hutan rusak dan lahan kritis, serta pengembangan fungsi DAS terus ditingkatkan dan disempurnakan. Rehabilitasi hutan rusak dan lahan kritis dimaksudkan untuk memulihkan kesuburuan tanah, melindungi tata air, dan kelestarian daya dukung lingkungan. Agar upaya pemulihan hutan rusak dan lahan kritis tepat sasaran, maka perlu direncanakan dan dikelola secara baik dan benar melalui suatu sistem pengelolaan DAS. Upaya pokok pemulihan hutan rusak dan lahan kritis dalam pengelolaan DAS meliputi pengaturan penggunaan lahan, usaha-usaha rehabilitasi hutan dan konservasi tanah.
Atas dasar uraian di atas, diperlukan penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan DAS agar tersedia rencana dasar dalam pelaksanaan RHL jangka panjang 15 (lima belas) tahun. Rencana dasar RHL tersebut selanjutnya dipergunakan sebagai dasar dalam penyusunan RPRH dan RPRL.
Gambar 2. Bagan Alir Penyusunan RTkRHL DAS Semi Detail
III.4 Rencana Teknik RHL
Berdasarkan hasil analisi RTk Rhl maka didapatkan beberapa metode konservasi vegetatif dan sipil, lokasi kegiatan konservasi tersebut dilakukan terutama pada lahan kritis dan sangat kritis yang terdapat di DAS Remu. Lebih jelasnya terdapat di Tabel 4 dan Gambar 5.
Tabel 4. Metode Konservasi Vegetatif dan Sipil di DAS Remu
Tabel 5. Pengkoden Rekomendasi RTkRHL DAS
Keterangan Cara Pembacaan :
- RL-Reboisasi pada HL (Hutan Lindung);
- RK-Reboisasi pada HK (Hutan Konservasi);
- RP-Reboisasi pada HP (Hutan Produksi).
- HHL-HL di DAS Hulu; THL-HL di DAS Tengah; LHL-HL di DAS Hilir.
- HHK-HK di DAS Hulu; THK-HK di DAS Tengah; LHK-HK di DAS Hilir.
- HHP-HP di DAS Hulu; THP-HP di DAS Tengah; LHP-HP di DAS Hilir.
- PL-Penghijauan di Kawasan Lindung; PB-Penghijauan di Kawasan Budidaya.
- HKL-Kawasan Lindung di DAS Hulu; TKL-Kawasan Lindung di DAS Tengah; LKL Kawasan Lindung di DAS Hilir.
- HKB-Kawasan Budidaya di DAS Hulu; TKB-Kawasan Budidaya di DAS Tengah; LKB-Kawasan Budidaya di DAS Hilir.
- TD/TG-SRA/B (Teras Datar atau Teras Gulud ditambah Sumur Resapan Air atau Biopori)
- TG/TI-DPn/GP (Teras Gulud atau Teras Individu ditambah Dam Penahan atau Gully Plug)
- Dam Pengendali (DPi)
- Dam Penahan (DPn)
- Pengendali Juran (GP)
- Embung Air (E)
- Sumur Resapan Air (SRA)
- Rorak (R)
- Strip Rumput ( SR)
- Perlindungan Kanan Kiri / Tebing Sungai (KKS)
- Saluran Pembuangan Air (SPA) dan Bangunan Terjunan Air (SPA)
Biopori (B) - Teras terdiri dari : 1) Teras datar (TD), 2) Teras Gulud (TG), 3) Teras Kredit (TK), 4) Teras individu (TI), 5) Teras Kebun (TKB)
Dengan diberlakukannya Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, maka setiap orang yang tidak mentaati tata ruang pembangunan yang menyebabkan perubahan tata fungsi ruang, diancam pidana kurungan tiga tahun dan denda Rp 500 juta. Apabila menyebabkan kematian orang maka diancam kurungan penjara 15 tahun dan denda Rp 5 miliar.
Untuk mendapatkan hasil kegiatan yang optimal sehingga lahan kritis dapat berfungsi kembali sebagai unsur produksi, media pengatur tata air, maupun sebagai unsur perlindungan alam dan lingkungannya, upaya konservasi DAS harus mampu memberdayakaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu, disamping peningkatan kesadaran, pengetahuan, dan penggalakan partisipasi masyarakat, suatu paket rakitan teknologi usaha tani konservasi terpadu dengan pengembangan berbagai komoditas perlu diintroduksikan. Dalam paket ini, tindakan sipil teknis harus dipadukan dengan kegiatan peningkatan tutupan vegetasi berupa penanaman tanaman tahunan produktif bernilai ekonomi tinggi (buah-buahan/perkebunan), pengusahaan ternak ruminansia penanaman rumput pakan ternak dan polongan penguat teras/gulud, pemupukan organik dan lain-lain. Guna mengawal dan merubah perilaku, sikap dan ketrampilan petani maka upaya pendampingan berupa petugas penyuluh petani sangat diperlukan. Selanjutnya dalam rangka pemantapan kelembagaan, koordinasi dengan instansi terkait seperti PU, Kehutanan, Pemda, dan lain lain dalam wadah kegiatan seperti dalam Forum DAS dalam memperbaiki kondisi DAS yang telah kritis itu perlu lebih ditingkatkan.
Oleh karena itu kegiatan konservasi DAS bukan kegiatan bagi-bagi bibit tanaman semata, tetapi didalamnya disamping kegiatan peningkatan kemampuan SDM petani, petugas, dilakukan pula kegiatan Community Development berupa pemberdayaan petani untuk mengelola ternak, mengolah pupuk organik, menyiapkan pembibitan bersama, pertemuan dan pendampingan rutin petani dan lain lain. Upaya dimaksudkan untuk menggerakkan kelompok tani agar kegiatan dapat berjalan terus menerus dan berkesinambungan. Dengan adanya penanganan fisik maupun non fisik pada DAS, diharapkan dapat mengatasi terjadinya degradasi lahan, longsor, banjir, dan kekeringan pada DAS Remu.
Daftar Pustaka
- Anonimous, 2008. Peraturan Menteri Kehutanan No : P.70/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Teknis Rehabilitasi Hutan dan Lahan. Jakarta
- Anonimous, 2008. Peraturan Pemerintah RI No:76 tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Jakarta
- Anonimous, 2008. Pedoman Teknis Konservasi DAS Hulu, Direktorat Jendral Pengelolaan Lahan dan Air Departemen Pertanian
- Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
- Arsyad, S. 2006. Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor
- Dariah, A. 2007. Konservasi Tanah pada Lahan Tegalan. Balai Penelitian Tanah. Bogor
- Dariah, A., U. Haryati, dan T. Budhyastoro. 2004. Teknologi Konservasi Mekanik. Hlm. 103-126 dalam Konservasi Tanah pada Lahan Kering Berlereng. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Badan Litbang Pertanian. Departemen Pertanian. Bogor
- Lee, R. 1990. Hidrologi Hutan. UGM Press. Yogyakarta
Oleh : M. Hendy Noordianto, S.Si (PB DAS Remu-Ransiki)
thank you very much for information !
BalasHapuswah informasi yg bagus...
BalasHapusthanks