Selamat Datang di Buletin Konservasi Kepala Burung (Bird's Head) Blog "sebuah Blog yang berisi artikel-artikel seputar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan merupakan media informasi, komunikasi, sosialisasi antar sesama rimbawan dalam menegakkan panji-panji Konservasi..."
Bagi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri/Rekan-Rekan Sekalian yang ingin menyampaikan artikelnya seputar Konservasi atau ingin ditampilkan pada Blog ini, dapat mengirim artikel tersebut ke Email Tim Redaksi Buletin : buletinkepalaburung@gmail.com atau ke Operator atas nama Dony Yansyah : dony.yansyah@gmail.com

Rabu, 10 Agustus 2011

RAJA AMPAT GERBANG EKOWISATA BERBASIS MASYARAKAT (Edisi 9 2011)

Kabupaten Raja Ampat merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Papua Barat yang kaya dengan sumber daya alam hayati maupun non hayati. Kekayaan keanekaragaman hayati ini, sehingga Raja Ampat banyak di kenal bukan saja di dalam negeri tetapi sampai ke manca negara. Fenomena alam yang banyak menyimpan sejuta misteri di wilayah ini, baik di Marine maupun di wilayah Teresterial memberikan nuansa alamiah yang patut dilestarikan dan dibanggakan bersama. Prosesi bentang alam (landscape) dari pesisir pantai hingga bukit dengan gugusan gunung yang menyatu memiliki keselarasan yang kuat dengan unsur-unsur ekosistem lahan basah mendominasi kawasan-kawasan konservasi. Kenaekaragaman Hayati dan potensi Sumber Daya Alam yang dimiliki menyebabkan daerah ini terkenal sebagai daerah tujuan (destinasi) wisata.

I. Pemetaan Suku Di Raja Ampat
Raja Ampat dahulunya disebut Kalana Fat. Dalam bahasa suku Maya, Kalana Fat berarti gugusan kepulauan. Kata ini memang tepat menggambarkan kepulauan yang memiliki 610 pulau. Empat di antaranya adalah pulau-pulau besar: Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool. Kisah mengenai asal usul Kepulauan Raja Ampat amat menarik. Menurut cerita yang diyakini warga setempat, empat kepala adat mereka konon berasal dari empat butir telur yang menetas. Kelak setelah besar, merekalah yang mula-mula menjadi pemimpin di empat wilayah Kepulauan Raja Ampat.

Berdasarkan sejarah ketatanegaraan adat setempat, wilayah kepulauan Raja Ampat ini terbagi atas empat wilayah pemerintahan persekutuan hukum adat, atau yang biasa disebut sebagai kerajaan tradisional. Wilayah kekuasaan Kerajaan atau Suku Wage (sekarang disebut Waigeo) meliputi seluruh Pulau Waigeo dan pulau-pulau di sekitarnya kecuali kawasan Teluk Aljui dan Teluk Mayalibit. Berikutnya adalah Kerajaan Salawat (sekarang disebut Salawati). Kerajaan ini memiliki wilayah kekuasaan meliputi Pulau Salawati sebelah utara dan Teluk Aljui di Waigeo Selatan. Kerajaan Salolof (sekarang disebut Sailolof) memiliki daerah kekuasaan di Pulau Salawati sebelah selatan, Pulau Batanta serta pulau-pulau di sekitarnya, dan Teluk Mayalibit di selatan Pulau Waigeo. Kerajaan ke-empat adalah Umsool (sekarang disebut Misool). Kekuasaan suku adat ini meliputi wilayah seluruh Pulau Misool dan pulau-pulau di sekelilingnya. Keempat kerajaan ini dikenal selalu hidup berdampingan secara damai di gugusan kepulauan Raja Ampat. Keindahan keanekaragaman hayati di Kepulauan Raja Ampat telah mulai dikenal dunia semenjak beberapa abad silam. Tepatnya sejak abad ke-19, para penjelajah dan peneliti Eropa mengarahkan perhatian pada kepulauan yang terletak di perairan kawasan timur Indonesia itu.

II. Kondisi Geografis
Kabupaten Raja Ampat adalah kabupaten yang wilayahnya sebagian besar terdiri dari gugusan  pulau pulau yang terletak pada posisi   20 25’ Lintang Utara - 40 25’ Lintang Selatan dan 1300 - 1320 55’ Bujur Timur. Kabupaten ini memiliki luas wilayah ± 6.084,5 km2. Secara administratif  batas wilayah  kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut :
  •  sebelah Utara : dibatasi oleh Samudera Pasifik.
  • sebelah Selatan : dibatasi oleh Laut Seram.
  • sebelah Barat : dibatasi oleh Laut Seram, Kabupaten Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara
  • sebelah Timur : dibatasi oleh Distrik Sorong Barat Kota Sorong, Distrik Aimas, Distrik Seget Kabupaten Sorong dan Laut Seram.
III. Sistem Kelembagaan dan Budaya Lokal.
Di Kabupaten  Raja Ampat terdapat 3 suku besar yaitu Suku Modik yang terdiri dari suku Modik Klaba dan Karon yang mendiami Pulau Salawati, Suku Biak yang terdiri dari suku Biak, Nufor, dan Beser yang mendiami daerah Waigeo Selatan, Misool dan sebagian Salawati; Suku Amer terdiri dari suku Amer, Fiawat, Kipil, Petrip, Mayo, Kawe, dan Kaldarum yang mendiami Salawati, Misool, Waigeo Selatan dan Waigeo Utara. Tiap Sukubangsa mempunyai lembaga adat istiadat dan budaya sendiri yang berbeda satu sama lain. Ciri-ciri budaya masyarakat lokal tersebut a.l. :
§  Hidupnya berkelompok dan berpencar berdasarkan sukunya serta bergantung pada alam, sehingga hidupnya ada yang sering berpindah kecuali yang mengenal budaya modern.
§  Tali persaudaraan sesama suku yang sangat kuat.
§  Menganut sistem keturunan garis ayah dan garis ibu.
§  Mengenal kepercayaan magis.
§  Memiliki tata cara adat.

Adat istiadat suatu suku bangsa merupakan wujud dari nilai kebudayaannya, yang merupakan suatu aturan atau tatacara yang mendasari tingkah laku. Adat istiadat yang berkembang di Kabupaten Raja Ampat tergantung dari adat istiadat kesukuan yang ada dikawasan tersebut. Adat istiadat yang memberatkan warga lainnya yaitu berhubungan dengan adat istiadat untuk membayar mas kawin yang ditanggunga bersama oleh suatu keluarga suku tertentu sehingga memberatkan bagi anggota keluarga lainnya. Peran tokoh kepala suku mempunyai peran yang sangat penting dalam pengambilan keputusan untuk pembangunan di kawasan Raja Ampat. Kepala Suku atau tokoh adat masyarakat lokal secara umum mempunyai wilayah adat sendiri-sendiri  sehingga perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan  melalui musyawarah. Karena tanpa musyawarah akan sulit mendapatkan kesepakatan bersama.

IV.  Perilaku Ekonomi Masyarakat.
Sektor perikanan dan pariwisata merupakan potensi terbesar yang menjadi andalan sektor unggulan (leading sector) di Kabupaten Raja Ampat, karena memberikan penghasilan terbesar jika dibandingkan dengan sektor perekonomian lainnya. Perilaku ekonomi masyarakat Kabupaten Raja Ampat sebagian besar bergerak dibidang perikanan umumnya sebagai nelayan baik sebagai nelayan penangkap ikan maupun di industri pengolahan ikan seperti pengeringan ikan asin, yang sifatnya masih tradisionil. Kondisi demikian menggambarkan kegiatan usaha nelayan dan petani ikan masih dalam usaha skala kecil,  dengan teknologi penangkapan ikan dan pengolahan serta budidaya yang masih rendah sehingga produktivitasnya rendah dan dengan sendirinya pendapatannya juga rendah. Disamping itu mata pencaharian penduduk juga mengusahakan industri meski baru taraf industri rumah tangga. Industri yang ada umumnya masih berbasis sumberdaya alam seperti industri pengolahan ikan asin, pengolahan rumput laut, pembuatan tepung sagu, pembuatan furniture. Disamping itu terdapat pula Usaha jahit menjahit, bengkel pemeliharaan mesin tempel kapal motor.


V.  Pentingnya Peningkatan Ekowisata di Raja Ampat
Perkembangan sektor kepariwisataan di Kabupaten Raja Ampat saat ini diharapkan dapat melahirkan konsep pengembangan pariwisata alternatif yang tepat dan secara aktif membantu menjaga keberlangsungan pemanfaatan budaya dan alam secara berkelanjutan dengan memperhatikan segala aspek dari pariwisata berkelanjutan yaitu; ekonomi masyarakat lokal, lingkungan, dan sosial-budaya. Pengembangan sektor kepariwisataan di Kabupaten Raja Ampat  khususnya ekowisata merupakan pembangunan wisata yang mendukung pelestarian ekologi dan pemberian manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika serta jiwa sosial terhadap masyarakat.

Ekowisata merupakan salah satu produk pariwisata alternatif yang mempunyai tujuan seiring dengan pembangunan pariwisata berkelanjutan yaitu pembangunan pariwisata yang secara ekologis memberikan manfaat yang layak secara ekonomi dan adil secara etika, memberikan manfaat sosial terhadap masyarakat guna memenuhi kebutuhan wisatawan dengan tetap memperhatikan kelestarian kehidupan sosial-budaya, dan memberi peluang bagi generasi muda sekarang dan yang akan datang untuk memanfaatkan dan mengembangkannya. Menurut The International Ecotourism Society (2002) mendifinisikan ekowisata sebagai berikut: Ecotourism is “responsible travel to natural areas that conserves the environment and sustains the well-being of local people.” Dari definisi ini, disebutkan bahwa ekowisata merupakan perjalanan wisata yang berbasiskan alam yang mana dalam kegiatannya sangat tergantung kepada alam, sehingga lingkungan, ekosistem, dan kerifan-kearifan lokal yang ada di dalamnya harus dilestarikan keberadaanya.

Perkembangan Ekowisata di Kabupaten Raja Ampat diharakan merupakan suatu kegiatan wisata berbasis alam yang informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk berinteraksi langsung dengan alam, mengetahui habitat dan ekosistem, baik marine maupun teresterial yang ada dalam suatu lingkungan alam, memberikan manfaat ekonomi kepada lingkungan untuk pelestarian keanekaragaman hayati, menyediakan lapangan kerja dan memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal guna meningkatkan taraf hidupnya, dan menghormati serta melestarikan kebudayaan masyarakat lokal. Kegiatan Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan Mancanegara maupun dalam negeri untuk menikmati keindahan alam dan budaya serta mempelajari lebih jauh tentang pantingnya berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata dan menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat di Kabupaten Raja Ampat.

V.1.   Wisata Bahari di Raja Ampat
Kepulauan Raja Ampat sangat terkenal dengan wisata bawah airnya. Salah satu kegiatan yang paling sering dilakukan oleh para wisatawan adalah Diving. Raja Ampat terletak di segi tiga karang (Coral Triangle) yang terdiri dari Indonesia, Filiphina, Malaysia, Papua New Guinea, Jepang, dan Australia. Kondisi ini menjadikan kawasan tersebut memiliki kekayaan organisme bawah laut yang sangat besar, termasuk terumbu karangnya.

Terumbu karang yang berada di perairan kabupaten Raja Ampat pertama kali ditemukan oleh pakar terumbu karang dunia, John Vernon, pada sebuah survey yang dilakukan oleh dua lembaga konservasi dunia, Conservation International dan The Nature Conservation, pada tahun 2002. Penelitian tersebut menemukan lebih dari terdapat lebih dari 540 jenis karang keras (75% dari total jenis di dunia), lebih dari 1.000 jenis ikan karang, 700 jenis moluska, dan catatan tertinggi bagi gonodactyloid stomatopod crustaceans. Ini menjadikan 75% spesies karang dunia berada di Raja Ampat. Tak satupun tempat dengan luas area yang sama memiliki jumlah spesies karang sebanyak ini.

Ada beberapa kawasan terumbu karang yang masih sangat baik kondisinya dengan persentase penutupan karang hidup hingga 90%, yaitu di selat Dampier (selat antara pulau Waigeo dan pulau Batanta), Kepulauan Kofiau, Kepualauan Misool Timur Selatan dan Kepulauan Wayag. Tipe dari terumbu karang di Raja Ampat umumnya adalah terumbu karang tepi dengan kontur landai hingga curam. Tetapi ditemukan juga tipe atol dan tipe gosong atau taka. Di beberapa tempat seperti di kampung Saondarek, ketika pasang surut terendah, bisa disaksikan hamparan terumbu karang tanpa menyelam dan dengan adaptasinya sendiri, karang tersebut tetap bisa hidup walaupun berada di udara terbuka dan terkena sinar matahari langsung. Selain terumbu karang, objek bahari yang ditawarkan juga meliputi berbagai jenis spesies ikan, mulai dari yang biasa ditemui di perairan di Indonesia, hingga yang jarang ditemui. Spesies yang unik yang bisa dijumpai pada saat menyelam adalah beberapa jenis kuda laut katai, wobbegong, dan ikan pari manta. Terdapat lebih dari 1.084 spesies ikan terdapat di daerah ini yang secara garis besar dibagi menjadi tiga kelompok yang dominan, yakni ikan-ikan gobi (Gobiidae), ikan damsel (Pomacentridae), dan ikan maming (Labridae). Objek bahari lain di kabupaten Raja Ampat yang menarik perhatian banyak para wisatawan adalah pantai. Pantai-pantai yang terdapat di kepulauan Raja Ampat ini berbentuk pantai berpasir putih

V.2.   Potensi Wisata Alam Berbasis Kawasan di Raja Ampat

Kejelian didalam melihat potensi wisata amatlah penting dalam mencipta keragaman alam di suatu kawasan, serta mengemasnya menjadi objek dan daya tarik wisata yang unggul, dan menarik untuk dikunjungi wisatawan. Kawasan Konservasi Teresterial di Kabupaten Raja Ampat dengan fungsi Cagar Alam, memiliki banyak sekali objek dan daya tarik wisata yang dapat ditawarkan kepada dunia luar, antara lain : panorama dan fenomena Alam yang khas dengan tipe hutan dataran rendah, keanekaragaman hayati flora dan fauna, karakteristik budaya masyarakat lokal menjadi suatu tujujan wisata yang sebenarnya menarik, nyaman serta berkesan bagi wisatawan nantinya, yang semuanya menunggu untuk dikelola bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat yang berada disekitar kawasan. Namun keindahan alam tersebut sampai saat ini dirasakan belum maksimal dikelola. Penggalian potensi wisata khususnya di kawasan Cagar Alam belum terasa geliatnya. Satu sisi pemerintah daerah Raja Ampat masih berkutat dengan pengelolaan sumberdaya alam yang bersifat instant seperti bahan tambang, yang terkesan memberikan dampak yang merusak dibandingkan manfaat ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat lokal.

Potensi objek dan daya tarik wisata yang masih terpendam ini menunggu seluruh komponen yang tertarik untuk menggalinya, sehingga mempunyai nilai tambah. Kolaborasi antara intitusi pengelola kawasan dalam hal ini Balai Besar KSDA Papua Barat dan Pemerintah Daerah Raja Ampat serta stake holders lainya perlu ditingkatkan.  Hal yang perlu dicermati adalah bagaimana mengemas objek dan daya tarik wisata tersebut dalam suatu konsep ekowisata yang komprehensif, dan berkelanjutan bagi kepentingan masyarakat lokal yang ada di Raja Ampat.  Melihat peluang yang dirasakan ini perlu untuk melakukan kajian pemahaman sifat dan karakter Objek wisata yang dimiliki kawasan-kawasan ini, baik secara umum maupun khusus, sehingga dapat dilakukan pengelolaan secara maksimal. Pemahaman akan sifat dan karakter objek wisata ini akan membawa dampak yang signifikan mulai dari perencanaan, pengelolaan serta upaya-upaya menggali potensi.
  
Secara umum basis pengembangan wisata minat khusus (ekowisata), meliputi :
·         Aspek alam seperti :  flora, fauna, fisik geologi, vulkanologi, hidrologi, bentang alam atau panorama alam.
·         Objek dan daya tarik wisata budaya yang meliputi budaya peninggalan sejarah dan budaya kehidupan masyarakat lokal. Potensi ini selanjutnya dapat dikemas dalam bentuk wisata budaya peninggalan sejarah, wisata kampung dan sebagainya dimana wisatawan memiliki minat utuk terlibat langsung dan berinteraksi dengan budaya masyarakat setempat serta belajar berbagai hal dari aspek-aspek budaya yang ada.

Potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang dimiliki kawasan teresterial di Raja Ampat antara lain : keanekaragaman hayati melalui wisata Cendrawasih, keunikan dan keaslian budaya tradisional, keindahan bentang alam, gejala alam, peninggalan sejarah/budaya lokal yang secara optimal untuk kesejahteraan masyarakat lokal disekitar kawasan. Beragamnya biodiversitas yang ada di kawasan Cagar Alam dan menjadi objek alam yang menarik salah satunya adalah keragaman ekosistem hutan yang membentuk suatu tipe flora dan fauna serta bentangan alam (topografi) yang unik. Keseluruhan potensi obyek dan daya tarik wisata alam yang ada merupakan sumber daya ekonomi yang bernilai tinggi dan sekaligus merupakan media pendidikan dan pelestarian lingkungan.
Luasan (Ha) Kawasan Konservasi di Raja Ampat :
1. Cagar Alam Waigeo Barat : 95.200
2. Cagar Alam Waigeo Timur : 119.500
3. Cagar Alam Salawati Utara : 58.412
4. Cagar Alam Batanta Barat : 16.749
5. Cagar Alam Misool Selatan : 111.476

Dari jumlah dan luasan kawasan konservasi diatas dapat dibayangkan betapa banyak potensi alam yang dapat dikembangkan, sehingga dapat diperkirakan berapa banyak jasa wisata yang bisa kita pasarkan dan tawarkan bagi dunia luar. Tahap awal yang perlu dilakukan adalah menganalisa keseluruhan dari potensi alam yang ada dalam bentuk kegiatan menemukenali potensi, baik potensi keanekaragaman hayati maupun objek daya tarik wisatanya. Selanjutnya data-data tersebut dapat ditawarkan kepada pihak investor yang beminat untuk mengelola. Pelibatan pihak swasta dirasakan cukup diperlukan. Memang disatu sisi privatisasi kurang efektif dalam peningkatan ekonomi, namun kenyataan yang ada pengelolaan yang dilakukan pemerintah selama ini terutama yang terkait dengan pengelolaan jasa lingkungan dirasakan kurang efektif dalam memenej investasi.


VI.  Perspektif Kawasan Cagar Alam Dalam Pengembangan Penataan Ruang dan Potensi Ekowisata di Kabupaten Raja Ampat.
Aspek potensi menjanjikan bahwa kawasan Cagar Alam di Kabupaten Raja Ampat menyimpan kekayaan sumber daya alam hayati yang tak diragukan dan sepenuhnya apabila dikelola dan dicermati secara bijaksana, maka sesungguhnya dapat mendukung proses pengembangan dan pembangunan di Kabupaten Raja Ampat. Tetapi dari aspek hukum, perspektif kawasan Cagar Alam sendiri terasa ada sekat dalam pengembangan potensi ekowisata yang tidak bisa terlepas dari aspek regulasi, baik Undang-undang maupun Peraturan Pemerintah yang secara khusus mengupas tentang kawasan Cagar Alam. Payung Hukum (legal statment) pengelolaanya adalah  UU No 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, UU No 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP No 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam Dan Kawasan Pelestarian Alam.

Kawasan Cagar Alam dikategorikan sebagai kawasan lindung dalam Pola Ruang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Raja Ampat, sebagaimana UU No 26 tahun 2007, dan ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) menurut PP 26 Tahun 2008. Pengkatagorian wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Selanjutnya UU No 41 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990, menjastifikasikan Cagar Alam dalam kategori Kawasan Suaka Alam (KSA) yaitu kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan.

Kawasan Cagar selain mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya, juga berfungsi sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan, yaitu satu proses alami dari berbagai unsur hayati dan non hayati yang menjamin kelangsungan kehidupan makhluk hidup. Perlindungan sistem penyangga kehidupan tersebut ditujukan bagi terpeliharanya proses ekologis yang menunjang kelangsungan kehidupan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia (pasal 6 dan 7 UU No 5 tahun 1990). PP No 68 tahun 1998, menjelaskan bahwa pengelolaan kawasan konservasi bertujuan untuk mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan. Adapun pengelolaan kawasan konservasi disesuaikan dengan fungsinya; sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan; sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya; dan untuk pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Aspek pemanfaatan yang dapat dilakukan dalam kawasan Cagar Alam sesuai PP No 68 tahun 1998, meliputi kegiatan :
  • Penelitian dan pengembangan  (penelitian dasar dan penelitian  untuk menunjang pemanfaatan  dan budidaya),
  • Ilmu pengetahuan dan pendidikan yang dilakukan dalam bentuk pengenalan jensi dan peragaan ekosistem,
  • Kegiatan penunjang budidaya dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan Cagar Alam.
Dengan melihat penjelasan di atas, ada catatan-catatan tertentu dalam pola pemanfaatan, terlihat ada penyempitan minat khusus dalam mendukung perkembangan ekowisata di Kabupaten Raja Ampat. Beberapa kaidah dan peran penting tersebut digambarkan pada fungsi dan pola pemanfaatan kawasan Cagar Alam. Berkaitan dengan fungsi kawasan, peran Cagar Alam dalam mendukung perkembangan ekowisata minat khusus anatara lain : Ataraksi wisata janis satwa, baik Cendrawasih maupun jenis paruh bengkok lainnya. Kedudukan Cagar Alam sebagai tabungan bagi kehidupan satwa. Adanya tumbuhan khas sangat mendukung bagi terbentuknya suasana panorama dan fenomena alam yang menjanjikan untuk aktifitas penelitian dan pengembangan serta ilmu pengetahuan dan pendidikan. 
Hal ini dapat dijustifikasikan bahwa dalam pengelolaan kawasan Cagar Alam dapat dilakukan pengembangan wisata terbatas dalam bentuk paket-paket pendidikan berupa pengenalan jenis tumbuhan dan satwa, tipe-tipe ekosistem dan pendidikan lingkungan. Selain dapat dibangun sarana-prasarana wisata terbatas, seperti : jalan setapak, trail, intepretasi, perlengkapan wisata pendidikan dan pusat informasi serta laboratorium penelitian. Guna melengkapi hal tersebut, langkah awal yang bijaksana adalah menyusun rencana pengelolaannya, sehingga semua aspek pengelolaan kawasan termasuk aspek pemanfaatan wisatanya dapat terencana dengan baik. (*danny*)

Penulis : Danny H. Pattipeilohy, S.Pi,.M.Si (Kepala Seksi Konservasi Wil.I Kab. Raja Ampat)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar