Merbau pada mulanya banyak dijumpai di negara-negara Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik, tetapi karena pembalakan yang berlebihan jenis tersebut tidak lagi tersedia dalam jumlah komersial di hampir seluruh tempat tumbuh aslinya: di banyak negara, hanya kantong-kantong kecil merbau masih tersisa di hutan tropis. Sejumlah merbau hanya tersedia secara komersial di pulau Papua, yang terdiri dari dua provinsi Indonesia (Papua dan Papua Barat ) di sebelah barat dan Papua Nugini (PNG) di sebelah timur. Daftar Red List of Threatened Species 2006 IUCN telah menggolongkan merbau pada kategori menghadapi resiko tinggi kepunahan di alam bebas dalam waktu dekat.
Berdasarkan parameter – parameter ekologis, seperti tipe tanah dan ketinggian, serta deskripsi persebaran merbau yang dijumpai dalam literature ilmiah, Pius Piskaut dari Bagian Ilmu Biologi Universitas Papua Nugini pada tahun 2006 telah memetakan Persebaran Awal Merbau di Tanah Papua dan Papua Nugini (lihat PETA).
Persebaran Merbau Awal
Adanya Ijin Konsesi Penebangan Hasil Hutan Kayu di Papua dimana Merbau menjadi jenis komersial primadona, diperkirakan potensi merbau saat ini tinggal sedikit. Persebaran potensi merbau di Papua saat ini dimungkinkan hanya tersisa pada kawasan-kawasan konservasi dan lindung.
Pada tahun 2009 Balai Besar KSDA Papua Barat bekerjasama dengan Fakultas Kehutanan UNIPA telah melakukan penelitian potensi Agathis labilardieri yang sekaligus menghitung potensi merbau (Intsia palembanica) yang ada di TWA Sorong melalui metode Sistematik Continous Sampling. Plot Sampling yang digunakan berbentuk Kuadran dengan ukuran 20x20 meter untuk pohon, 10x10 meter tiang, 5x5 meter pancang, dan 2x2 meter semai. Hasil pegukuran di lapangan terhadap Intsia palembanica pada tingkat pohon dibandingkan dengan jenis lain seperti tampak pada tabel:
Pada kolom tabel FR diketahui Intsia palembanica mempunyai nilai Frekuensi Relatif (FR) sebesar 1.1 terendah ke-2 dibandingkan jenis yang lain. Hal ini menunjukkan Intsia palembanica lebih jarang dijumpai pada plot ukur dibandingkan jenis yang lain.
Pada kolom tabel KR diketahui diketahui Intsia palembanica mempunyai nilai Kerapatan Relatif (KR) sebesar 3.2 terendah ke-3 dibandingkan jenis yang lain. Hal ini menunjukkan jumlah Intsia palembanica lebih sedikit dari pada enam jenis yang lain pada plot ukur.
Pada kolom tabel DR diketahui diketahui Intsia palembanica mempunyai nilai Dominansi Relatif (DR) sebesar 3.2 terbesar ke-3 dibandingkan jenis yang lain. Hal ini menunjukkan volume pohon Intsia palembanica lebih besar dari pada tujuh jenis yang lain. Besarnya volume pohon jenis Intsia palembanica yang ditemui di TWA Sorong tidak sebanyak frekuensi dan kerapatannya.
Secara keseluruhan Intsia palembanica memiliki Indeks Nilai Penting terbesar ke enam dibandingkan jenis yang lain. Kondisi di sekitar area pengamatan telah terjadi perladangan, adanya jalan, dan tegakan hutan sekunder. Menurut sejarah pengelolaan kawasan, masyarakat sekitar sering mengambil anakan alam Agathis, merbau, dan jenis lainnya untuk pembibitan. Tidak ditemuinya tingkat semai merbau pada saat pengamatan dimungkinkan karena sering diambil oleh masyarakat. Dengan milihat nilai DR Intsia palembanica yang relative besar dengan nilai KR/FR-nya yang kecil menunjukkan bahwa jenis Intsia palembanica di TWA Sorong diameternya besar-besar dan jumlahnya sedikit. Potensi ini tentunya sangat mendukung Intsia palembanica di TWA Sorong dijadikan pohon indukan.
Sumber Pustaka
- Ibid. Piskaut, P. April 2006. Analysis of Trade of Intsia spp. in New Guinea. University of Papua New Guinea. (laporan yang tidak diterbitkan).
- IUCN. www.iucnredlist.org
- Kondisi dan Potensi Tegakan Agathis (Agathis labilardieri) pada TWA Sorong. Kerjasama Balai Besar KSDA Papua Barat dan Fakultas Kehutanan UNIPA. 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar