TWA Sorong memiliki potensi sumber daya alam yang cukup besar. TWA ini merupakan penyangga lingkungan dan sumber oksigen bagi kehidupan makhluk hidup di sekitarnya. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan kepedulian secara bersama sama untuk menjaga dan melestarikan hutan dari ulah manusia yang tidak bertanggung jawab, misal adanya kebakaran hutan, perambahan, perkebunan liar, perburuan liar, pemukiman liar, Illegal logging di dalam kawasan Taman Wisata Alam Sorong.
Tekanan terhadap hutan telah berdampak pada semakin luasnya lahan kritis yang ada. Kerusak hutan ini diakibatkan menurunnya kemampuan hutan dan adanya kondisi krisis ekonomi, sosial, budaya masyarakat sekitar dan masyarakat luas. Kerusakan ini mengakibatkan menurunnya fungsi dari Daerah Aliran Sungai (DAS) itu sendiri, sehingga berakibat pada kerusakan lingkungan, misalkan mengakibatkan longsor, banjir, kekeringan dan apabila hal ini terjadi pada sebagian besar DAS di Papua Barat maka dapat memberikan dampak pada cuaca yang tidak menentu di wilayah ini.
Kawasan TWA Sorong terletak pada koordinat 0˚51' - 0˚58' LS dan 131˚21' - 131˚19' BT, berdasarkan administrasi pemerintahan kawasan ini masuk ke dalam Distrik Sorong Timur, Kota Sorong, Provinsi Papua Barat. Dalam pengelolaannya kawasan ini berada di bawah tanggung jawab Seksi Konservasi Wilayah II Teminabuan, Bidang KSDA Wilayah I Sorong, Balai Besar KSDA Papua Barat. topografi datar sampai bergelombang dengan kelas kelerengan datar seluas 520,1 Ha dan kelas kelerengan bergelombang seluas 425,8 Ha, Geologi kawasan TWA Sorong tersusun oleh batuan formasi Klasaman. Jenis tanah yang terdapat di TWA Sorong adalah Aquaents, Aquaepts, Hemits seluas 315,6 Ha dan Udults, Udepts, Aquts seluas 630,3 Ha.Letak geografis kota Sorong yang berada di bawah garis khatulistiwa menjadikan wilayahnya beriklim tropika basah dan memiliki suhu rata-rata relatif stabil. Berdasarkan catatan Badan Meteorologi dan Geofisika pada ketinggian 3 meter di atas permukaan laut, suhu udara minimum di kota Sorong sekitar 23,2˚ Celcius, dan suhu udara maksimum sekitar 32,6˚ Celcius.
Ada 4 kampung yang berbatasan langsung atau berdekatan dengan kawasan yaitu Kampung Kolam Susu, Desa Srahwata, Kampung Klasuat dan Kampung 14. Etnik yang bermukim di desa-desa tersebut umumnya campuran etnik asli sorong dan sebagain kecil etnik pendatang. Etnik penduduk asli terutama dari suku Maybrat, suku Ayammaru, Suku Aifat Marey dan Suku Karon, sedangkan etnik urban atau pendatang umumnya berasal dari Merauke serta pendatang dari luar, yaitu Toraja, Timor, Seram, Tanimbar dan Sanger.
Seiring dengan perkembangan wilayah Kota dan Kabupaten Sorong, keberadaan Taman Wisata Alam Sorong menjadi sangat strategis di antara Kota dan Kabupaten Sorong serta terletak disepanjang Km 14 sampai dengan Km 18 jalan raya Sorong-Aimas. Kondisi ini secara langsung merupakan tekanan dari masyarakat perkotaan yang membutuhkan lahan untuk perumahan, berkebunan, maupun pertambangan pasir dan batu. Disamping itu adanya jalan yang membelah kawasan TWA membuat akses menjadi terbuka untuk masyarakat keluar masuk kawasan.
Karena Letak TWA Sorong berdekatan dengan perkampungan dan banyak masyarakat berada di dalam kawasan tersebut untuk bermukim, sehingga mengakibatkan rusaknya kawasan hutan.
Dalam rangka pengembalian kondisi hutan agar mampu berfungsi secara optimal dengan adanya kegiatan RHL diharapkan fungsi sosial dan ekologis TWA Sorong dapat terjaga. Kegiatan RHL di TWA Sorong ini sebagai salah satu mitigasi dalam upaya mengatasi perubahan iklim. Kegiatan RHL di TWA Sorong ini dilakukan pada kawasan seluas 100 Ha dengan rincian 25 Ha lokasi kampong Kolam Susus, 25 Ha lokasi sepanjang pagar, 25 Ha lokasi belakang Kantor Lurah Klablim, 25 Ha lokasi Jaring burung dan depan pintu gerbang TWA Sorong. Kegiatan RHL di TWA Sorong ini merupakan kerjasama antara BP DAS dan Balai Besar KSDA Papua Barat yang mana program ini merupakan program BP DAS yang didanai dari dana DIPA BP DAS Remu Ransiki Tahun Anggaran 2010. Sedangkan waktu pelaksanaan selama 74 hari dari tanggal 1 Oktober 2010 sampai 10 Desember 2010.
Peta Rehabilitas Hutan dan Konservasi Lahan di Taman Wisata Alam Sorong
Adapun kegiatan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan di TWA Sorong adalah sebagai berikut :
a) Kegiatan yang melibatkan pihak ke-III adalah :
- Kegiatan pengadaan bibit yang dilakukan melalui Lelang.
- Pengadaan ajir /patok larikan, dilakukan melalui penunjukan langsung
Tempat Pembibitan Matoa dan kayu Besi
b) Kegiatan yang melibatkan masyarakat
Kegiatan ini melibatkan kelompok tani Taman Wisata Alam yang berada di sekitar kawasan hutan Taman Wisata Alam yaitu antara :
- Membuat piringan dan lubang tanaman
- Pemasangan ajir
- Penanaman bibit
- Pemupukan
Membuat Piringan, Pemasangan ajir dan Penanaman, pemupukan.
c) Jenis Bibit yang ditanam
- Motoa
- Kayu Besi
Hambatan dalam kegiatan penanaman yaitu adanya klaim lahan dalam kawasan konservasi oleh masyarakat yang tidak ingin lahanya di tanami dengan tanaman kehutanan. Selain itu kondisi lahan terbuka dalam kawasan berupa spot-spot sehingga membutuhkan waktu lebih dalam pendistribusian bibit ke lubang tanam.
Berdasarkan pengecekan di lapangan, bahwa pelaksanaan kegiatan RHL TWA Sorong telah diketahui dari jumlah sampel 2.000 bibit yang diamati, prosentase tumbuh tanaman mencapai 73,65 %. Dimana keseluruhan bibit yaitu sejumlah 40.000 bibit yang terdiri dari jenis Matoa (Pometia poinnata) dan kayu Besi (Intsia bijuga).
Penanaman pohon di TWA Sorong berjalan dengan lancar atas dukungan semua pihak terkait, Balai Besar KSDA Papua Barat, Para Staf Kelurahan Klabim, Kelompok Tani dan masyarakat. Semoga kegiatan penanaman ini sebagai awal kepedulian seluruh masyarakat Sorong, Papua Barat pada kondisi hutan sehingga dapat dilanjutkan kedepannya. Kegiatan di TWA Sorong ini bertujuan untuk memulihkan dan mempertahankan fungsi TWA Sorong sebagai kawasan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
“Hutan itu bagian dari paru-paru kita untuk bernapas”
“Jagalah hutan dan keanekaragaman hayatinya”
Oleh : Gandi Mulyawan, S.Hut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar