A. Latar Belakang
Ekowisata merupakan suatu perjalanan bertanggung jawab ke lingkungan alami yang mendukung konservasi dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Ekowisata sesungguhnya adalah suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial (Anonim, 1993).
Strategi untuk membuat pengelolaan ekowisata merupakan bentuk dari suatu seni yang mempergunakan kecakapan dan sumberdaya dalam mencapai sasaran program jangka panjang dengan memperhatikan kelestarian alam dan peningkatan perekonomian masyarakat setempat. Strategi pengelolaan ekowisata di suatu daerah akan sangat bermanfaat bagi pemerintah, masyarakat maupun dalam upaya pelestarian sumberdaya dan lingkungan. Ekowisata dapat mendorong perekonomian masyarakat disekitarnya, dengan cara memberikan jasa keindahan alam kepada wisatawan dimana cara ini dapat memotivasi masyarakat setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan alam di Kawasan Yang Dilindungi.
Kawasan Yang Dilindungi memiliki ciri dan karakteristik tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan ekowisata dan wisata minat khusus lainnya, dimana Kawasan Yang Dilindungi mengandung aspek pelestarian dan pemanfaatan yang didasarkan pada keanekaragaman dalam ekosistemnya. Kawasan Yang Dilindungi yang dapat berfungsi sebagai ekowisata atau ekoturism yang berbasis lingkungan adalah kawasan pelestarian alam (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, Taman Wisata Alam) kawasan Suaka Alam (Suaka Margasatwa dan Cagar Alam) dan Hutan Lindung melalui kegiatan wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana Wisata.
Dalam rangka mencari model pengelolaan ekowisata dalam kawasan Yang Dilindungi perlu diketahui faktor eksternal dan internal yang merupakan entry point pengelolaan dari kawasan tersebut. Faktor eksternal dari kawasan berupa kebijakan pembangunan baik sektor kehutanan, wilayah dan pariwisata, lokasi, pengelolaan kegiatan, publikasi dan informasi, peluang usaha bagi masyarakat, pembukaan lahan, habitat flora dan fauna, flora dan fauna endemik, pengaruh budaya barat, situasi keamanan, sampah dan biaya hidup masyarakat. Faktor internal dari kawasan berupa potensi sumberdaya alam, potensi wisata, aksesibilitas, lahan, adat istiadat, SDM, sarana dan prasarana, pengusahaan ekowisata, pengelolaan kawasan topografi, SDM dan tata ruang.
B. Pengertian dan Prinsip Ekowisata
Ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang sangat erat dengan prinsip konservasi. Bahkan pengelolaan ekowisata juga menggunakan strategi konservasi. Dengan demikian ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam mempertahankan keutuhan dan keaslian ekosistem di areal yang masih alami (Dephutbun, 2000).
Ekowisata sebagai bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan serta kesejahteraan penduduk setempat. Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan wisata itu tetap utuh dan lestari, di samping budaya dan kesejahteraan masyarakat tetap terjaga (Anonim, 1993).
Ekowisata ini berkembang karena banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area yang masih alami, selain itu ekowisata dapat menciptakan kegiatan bisnis. Dari perspektif ini ekowisata kemudian didefinisikan sebagai bentuk baru dari perjalanan bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).
Prinsip pengelolaan ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi seyogyanya dapat menjamin keutuhan dan kelestarian ekosistem hutan. Oleh karenanya terdapat beberapa butir prinsip pengelolaan ekowisata yang harus dipenuhi. Apabila seluruh prinsip ini dilaksanakan maka ekowisata dapat menjamin pembangunan yang ramah lingkungan (ecologcal friendly) dan tentunya berbasis kerakyatan (Community based). Terkait dengan hal ini, ada 8 (delapan) prinsip The Ecotourism Society yang diadopsi dari Epierwood (1999) yaitu :
- Mencegah dan menanggulangi dampak dari aktivitas wisatawan terhadap alam (Kawasan Yang Dilindungi) dan budaya masyarakat lokal;
- Pendidikan kader konservasi lingkungan;
- Mengatur pengelolaan dan pelestarian kawasan ekowisata sehingga berpengaruh langsung terhadap penghasilan atau pendapatan masyarakat setempat;
- Masyarakat diikutsertakan dalam perencanaan dan pengambilan keputusan terkait pengelolaan ekowisata;
- Keuntungan secara nyata dapat secara langsung di rasakan oleh masyarakat dari kegiatan ekowisata agar masyarakat terdorong untuk menjaga kelestarian Kawasan Yang Dilindungi;
- Menjaga keharmonisan (harmonisasi) dengan alam Kawasan Yang Dilindungi;
- Optimalisasi daya dukung lingkungan Kawasan Yang Dilindungi;
- Ekowisata merupakan sumber penghasilan Pendapatn Asli Daerah dan Negara.
Pengelolaan ekowisata dapat dilaksanakan dengan model pengelolaan pariwisata lainnya. Pada umumnya ada dua aspek yang perlu dipikirkan, pertama aspek tujuan wisatawan, kedua adalah aspek pasar. Aspek pasar perlu dipertimbangkan sesuai dengan sifat dan perilaku obyek serta daya tarik wisata kawasan dan budaya lokal dengan tetap menjaga kelestarian dan keberadaan kawasan.
Pada hakekatnya konsep ekowisata bertujuan untuk melestarikan dan memanfaatkan alam serta budaya masyarakat, sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam tetapi hanya menggunakan jasa alam untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan psikologis wisatawan. Potensi dan keanekaragamn sumberdaya alam Kawasan Yang Dilindungi merupakan salah satu peluang dan prospek untuk pengelolaan ekowisata. Namun kemampuan untuk merubah potensi yang dimiliki tersebut menjadi potensi ekonomi belum dapat dilakukan secara optimal.
Tantangan dalam pengelolaan ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi adalah lemahnya kemampuan dalam pengelolaan data dan informasi tentang sumberdaya alam hayati serta ekosistemnya. Dimana data-data dan informasi tersebut merupakan dasar untuk merancang dan menyusun program ekowisata di suatu Kawasan Yang Dilindungi. Faktor lain yang dapat menunjang kegiatan ekowisata adalah sarana dan prasarana serta kualitas SDM (Mardiastuti, 2000).
Ada bahaya melekat lainnya yang merupakan tantangan dalam mempromosikan ide kawasan yang dilindungi sebagai daya tarik wisatawan. Pertama, banyak kawasan yang penting nilai pelestariannya kecil sekali daya tariknya bagi wisatawan (misalnya hutan tropika yang luas dan umumnya rawa bakau). Kedua, apabila pengambilan keputusan mendapat petunjuk hingga menganggap bahwa eksistensi kawasan terutama adalan untuk keuntungan ekonomi, dan bila ternyata harapan itu tidak terpenuhi, mereka mungkin mulai mencari alternatif pemanfaatan lain yang lebih menguntungkan. Juga akan bahaya bila pemerintah berusaha memaksimalkan keuntungan ekonomi dari kawasan melebihi daya dukungnya, misalnya pembangunan hotel besar, jalan raya, lapangan golf yang dirancang untuk menarik lebih banyak pengunjung dapat mengurangi nilai almia dari kawasan. yang akhirnya berubah menjadi kawasan dimana tujuan utamanya lebih besar kepada masa wisatawan daripada pelestarian (McKinnon at al, 1993).
D. Black Box Pengelolaan Ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi
Pengelolaan pariwisata hutan untuk ekowisata saat ini mengacu pada Kebijakan Pariwisata Alam yang berlandaskan UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 18 dan No. 13 tahun 1994 sebagai berikut :
1. Kebijakan Umum
Pengelolaan ekowisata dilakukan dalam kerangka mewujudkan kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia.
2. Kebijakan Operasional
Untuk menjabarkan kebijakan umum yang dimaksud, maka ditetapkan kebijakan operasional pengusahaan ekowisata terlebih dahulu, antara lain sebagai berikut :
- Pengusahaan ekowisata diserahkan kepada pihak ketiga yaitu : perorangan, swasta, koperasi, atau BUMN.
- Pengusahaan ekowisata dilaksanakan pada sebagian kecil area blok pemanfaatan, dan tetap memperhatikan pada aspek kelestarian.
- Pengusahaan ekowisata alam tidak dibenarkan melakukan perubahan mendasar pada bentang alam dan keaslian habitat.
- Pembangunan sarana dan prasarana dalam rangka pengusahaan ekowisata harus bercorak pada bentuk asli tradisional dan tidak menghilangkan ciri khas atau identitas etnis setempat.
- Kegiatan pengusahaan ekowisata harus melibatkan masyarakat setempat dalam rangka pemberdayaan ekonomi.
- Pengusahaan ekowisata harus melaporkan semua aktivitasnya secara berkala untuk memudahkan kegiatan monitoring, pengendalian dan pembinaannya.
Pengelolaan ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi diberi batasan sebagai kegitan yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat serta bagi kelestarian sumberdaya kawasan yang berkelanjutan. Lima aspek utama berkembangnya ekowisata adalah (1) adanya keaslian kawasan dan budaya lokal, (2) keberadaan dan dukungan masyarakat, (3) pendidikan dan pengalaman, (4) keberlanjutan, dan (5) kemampuan manajemen pengelolaan ekowisata. Sementara wisata minat khusus atau alternative tourism mengandung empat aspek yang menguntungkan bagi lingkungan dan masyarakat, yaitu (1) pendidikan, (2) keberlanjutan, (3) peningkatan perekonomian, dan (4) petualangan. Kedua bentuk pariwisata ini sangat prospektif dalam penyelamatan hutan (Choy dalam Fandeli, 2000).
Model black box pengelolaan ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi sehingga sumberdaya alam kawasan itu dapat dimanfaatkan dengan cara yang bijaksana. Pengelolaan ekowisata alam dengan budaya lokal masyarakat dapat menjamin kelestarian kawasan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Ekowisata dalam kawasan konservasi merupakan upaya untuk menjaga kelangsungan pemanfaatan sumberdaya alam lintas generasi.
Menurut Rasemary (1999) dalam Fandeli (2000), pengelolaan Ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu (1) promosi, (2) penambahan paket-paket wisata, (3) memperbesar exposure, (4) menyusun data base tamu selengkap mungkin agar dapat merencanakan langkah pemasaran yang lebih akurat, (5) melakukan pemasaran yang agresif baik sendiri ataupun dengan menunjukkan agen-agen, (6) memberikan pelayanan yang baik melalui penampilan karyawannya, keramahannya, ketepatannya dan lain-lain.
Implementasi model pengelolaan ekowisata juga memerlukan tahapan-tahapan mengikuti kaidah-kaidah ilmiah, dimana upaya-upaya penelitian dasar dan terapan dikembangkan untuk mengeksplorasi baseline data kawasan dan sosial masyarakat sekitar yang tentu perlu didukung oleh seluruh stakeholder yang berkompeten. Stakeholder sektor ekowisata cukup meluas, yakni pemerintah, swasta, LSM, penduduk lokal, perguruan tinggi serta organisasi internasional yang relevan.
Pengelolaan ekowista hendaknya dianalisis secara komprehensif dengan memperhitungkan strategi Kebijakan Pengelolaan Model Ekowisata itu sendiri. Dalam pada itu, berikut ini diagram Black Box yang menggambarkan uraian tentang faktor-faktor eksternal maupun internal yang berupa masukan hasil evaluasi faktor-faktor yang berpengaruh dan harapan yang ingin dicapai sebagai luaran atau tujuan pengelolaan.
Gambar Simplifikasi Diagram Black Box Analisi Model Pengelolaan Ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi
Simplifikasi diagram black box diatas diharapkan akan menjadi model suatu Pengelolaan Ekowisata dalam Kawasan Yang Dilindungi yang terarah, terukur dan sistematis dengan memperhatikan parameter input lingkungan, input terkontrol, input tidak terkontrol, output yang diinginkan, output yang tidak diinginkan dan parameter rancang bangun. Pengembangan ekowisata di dalam dan disekitar kawasan yang dilindungi sesuai model diatas diharapkan merupakan salah satu cara terbaik untuk mendatangkan keuntungan ekonomi bagi kawasan terpencil, dengan cara menyediakan kesempatan kerja setempat, merangsang pasar setempat, memperbaiki prasarana angkutan dan komunikasi.
Kawasan yang dilindungi dapat memberikan kontribusi banyak pada pengembangan wilayah dengan menarik wisatawan ke wilayah pedesaan. Kawasan yang dilindungi memiliki daya tarik yang besar bagi wisatawan, mendatangkan keuntungan ekonomi yang berarti bagi negara, dan dengan perencanaan yang benar dapat bermanfaat bagi masyarakat setempat.
Peranan pengelolaan kawasan yang dilindungi dalam menentukan tujuan dan fasilitas wisata harus dikembangkan melalui koordinasi erat dengan otorita pariwisata regional dan nasional. Badan pariwisata diharapkan dapat memberikan bantuan dana dalam pembangunan fasilitas ekowisata di kawasan. Pengelola kawasan yang dilindungi juga harus menjelaskan kepada otorita pariwisata daerah, sejauh mana kawasan yang dilindungi dapat dimanfatkan pengunjung agar kapasitas daya dukung tidak dilampaui.
Akhirnya dengan kecenderungan permintaan wisata alam (ekowisata) akhir-akhir ini yang semakin meningkat sejalan dengan nilai kelangkaan, estetika dan edemisme sumberdaya Kawasan Yang Dilindungi yang masih asli, maka model pengelolaan ekowisata seyogyanya perlu memerlukan suatu model pengelolaan yang integrited dan holistik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1993. Ecotourism Guidance for Planner and Manager. The Ecotourism Society. North Bennington Vermont .
Anonim, 1996. Hasil Simposium Ekotourism Indonesia. INDECOM. Gadog. Bogor.
Dephutbun, 2000. Teknik Pengelolaan dan Kebijakan Konservasi Sumberdaya Alam Hayati. Proceeding. Workshop. Bogor.
Eplerwood, M., 1999. Successfull Ekotourism Business. The right Approach. World Ekotourism Conference. Kota Kinibalu. Sabah .
Fandeli, C., 1999. Pengelolaan Kepariwisataan Alam Prospek dan Problematikanya. Seminar dalam memperingati Hari Bumi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan UGM. Yogyakarta.
Fandeli, C., 2000. Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Mardiastuti, A., 2000. Penelitian dan Pendidikan untuk Kegiatan Ekotourisme di Taman Nasional. Makalah dalam Lokakarya Pengelolaan Ekoturisme di Taman Nasional. Cisarua. Bogor.
McKinnon et al., 1993. Pengelolaan Kawasan Yang Dilindungi di Daerah Tropika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Penulis : Azis Maruapey, S.Hut., MP. (Staf Pengajar Kehutanan Faperta Unamin Sorong Papua Barat)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar