Selamat Datang di Buletin Konservasi Kepala Burung (Bird's Head) Blog "sebuah Blog yang berisi artikel-artikel seputar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan merupakan media informasi, komunikasi, sosialisasi antar sesama rimbawan dalam menegakkan panji-panji Konservasi..."
Bagi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri/Rekan-Rekan Sekalian yang ingin menyampaikan artikelnya seputar Konservasi atau ingin ditampilkan pada Blog ini, dapat mengirim artikel tersebut ke Email Tim Redaksi Buletin : buletinkepalaburung@gmail.com atau ke Operator atas nama Dony Yansyah : dony.yansyah@gmail.com

Senin, 14 Februari 2011

ETNOLOGI TUMBUHAN BERKHASIAT OBAT DAN MAGIS SUKU ARFAK Manokwari Papua Barat (Edisi 6 2010)


PENDAHULUAN


Latar Belakang
Di Papua terdapat sekitar 243 suku dengan 248 bahasa (Koentjaraningrat, 1993). Menurut Boelaars (1992) bahwa dengan keragaman budaya yang tinggi maka kemungkinan hidup dari suku-suku yang ada di Papua juga sangat berbeda-beda.  Cara suku itu tinggal berhias diri, pembangunan sosial masyarakat dan ungkapan-ungkapan kehidupan rohani dalam mitos dan ritus, dalam ukir-ukiran dan tari-tarian memperlihatkan perbedaan yang sangat besar.  Hal ini tampak pula dalam pola pemanfaaan tumbuhan yang berbeda-beda dalam lingkungan budaya dan sistem sosial suatu kelompok masyarakat tertentu yang sangat dipengaruhi oleh perbedaan etnografi dan perbedaan fisiografi lingkungan dimana suku tersebut berada. (Inggrit, 2005).

Masyarakat Arfak sebagai suku asli yang mendiami Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak mempunyai pola hidup yang erat kaitannya dengan lingkungan alam sekitarnya, terutama dalam hal pemanfaatan hasil hutan. Suku Arfak terdiri atas empat suku, yaitu Hattam, Moile, dan suku Sough (Mandacan, 2006).

Hutan bagi suku Arfak merupakan tempat untuk memperoleh bahan makanan, obat-obatan, bahan bangunan (rumah/kandang), dan memiliki nilai mistik. Suku Arfak memahami hutan selain memiliki fungsi ekonomi, ekologi juga memiliki fungsi sosial budaya/religi (Ukur, 1999 dalam Mandacan, 2006). Kehidupan masyarakat suku Arfak sebagian besar tergantung pada alam sekitarnya. Salah satu bentuk ketergantungan tersebut adalah pemanfaatan tumbuhan yang berkhasiat obat dan magis.  Hal ini terlihat pada tumbuhan yang mereka ambil dari lingkungan sekitar tempat tinggal atau hutan, diramu secara alamiah dan digunakan sebagai obat-obatan tradisional dalam berbagai resep untuk mengobati berbagai jenis penyakit (Mandacan, 2006).

Pemanfaatan tumbuhan berkhasiat obat dan magis tersebut diperoleh dari pengalaman dan kebiasaan seseorang yang kemudian diturunkan pada generasi berikutnya, sehingga menjadi pengetahuan masyarakat setempat dan memiliki keunikan tersendiri serta sangat penting untuk dikaji.

Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan unuk mengkaji pemanfaatan tumbuhan secara tradisional oleh masyarakat suku Arfak khususnya tumbuhan berkhasiat obat dan magis.  Manfaat dari penulisan karya tulis ini, diharapkan jenis-jenis tumbuhan, terutama tumbuhan obat dapat lebih dikembangkan, melalui penelitian lanjutan sehingga bemanfaat bagi masyarakat luas dan dapat meningkatkan nilai ekonomi.

METODE PENELITIAN

Waktu Dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1s/d 22 April 2006, di Universitas Negeri Papua, Manokwari.

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dokumen tertulis berupa: skripsi, buku dan dokumen tidak tertulis berupa penjelasan lisan dari para ahli dan tua-tua adat.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi pustaka dengan teknik penelusuran data sekunder. 
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi:
  1. Klasifikasi jenis tumbuhan obat, dan magis yang digunakan oleh masyarakat suku Arfak;
  2. Bagian tumbuhan yang digunakan sebagai tumbuhan obat dan magis oleh masyarakat suku Arfak;
  3. Khasiat dan cara meramu tumbuhan obat dan magis yang digunakan oleh masyarakat suku Arfak.
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Dari hasil penelusuran data, diketahui bahwa sebanyak 59 jenis tumbuhan dari 42 famili dimanfaatkan oleh masyarakat suku Arfak sebagai tumbuhan obat, pestisida dan magis. Dari ke-59 jenis tumbuhan tersebut, sebanyak 52 jenis biasa dimanfaatkan sebagai tumbuhan obat, sebanyak 5 jenis sebagai pestisida nabati dan 2 jenis sebagai magis.

Gambar 1. Grafik jumlah jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat suku Arfak

Jumlah paling besar adalah pemanfaatan jenis sebagai obat untuk menyembuhkan berbagai jenis penyakit. Pengetahuan tentang jenis dan tata cara penggunannya diketahui secara turun temurun dari generasi ke generasi dan tercatat sebagai salah satu pengetahuan tradisional.

Pemanfaatan jenis tumbuhan sebagai pestisida nabati, dimanfaatkan di untuk membasmi hama-penyakit tanaman pertanian mereka. Bau yang dihasilkan dari ramuan yang dibuat sangat menyengat, sehingga tikus/hama tidak berani untuk mendekati tanaman pertanian mereka.

Penggunaan jenis tumbuhan untuk keperluan magis digunakan sebagai obat swanggi. Berkaitan dengan hal ini beberapa jenis tumbuhan dapat digunakan untuk menyembuahkan penyakit, membangkitkan orang yang sudah mati, maupun untuk mempertahankan diri dari serangan musuh, penggunaan untuk keprluan jahat seperti, membunuh orang dari jarak jauh. 


Grafik 2. Kategori Penyakit Berdasarkan Jumlah Jenis Yang Dapat Diobati Dengan Tumbuhan Obat Suku Arfak
Khasiat dari tumbuhan obat yang dimanfaatkan oleh masyarakat Arfak sangat beragam dan dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit, baik penyakit dalam maupun penyakit luar, dan ada pula jenis yang dapat mengobati kedua macam penyakit tersebut. Secara kuantitatif, terdapat 36 jenis tumbuhan yang dapat digunakan untuk mengobati penyakit dalam seperti, Paspalum conjugatum digunakan untuk mengobati TBC, Amylotheca digunakan untuk mengobati kanker. Terdapat 13 jenis tumbuhan yang dapat mengobati penyakit luar, Dichroa cyanitis (Mayanji) untuk mengobati kadas. Terdapat 3 jenistumbuhan sebagai obat penyakit dalam dan luar, seperti Medinila pachyhylla (hauera**) *digunakan untuk mengobati muntaber dan borok.


Grafik 3. Jenis Penyakit Yang Dapat Diobati Berdasarkan Jumlah Jenis Tumbuhan Suku Arfak.

Terdapat beragam jenis penyakit yang dapat diobati secara tradisional dengan menggunakan tumbuhan obat oleh masyarakat suku Arfak. seperti malaria, flu, batuk, pencernaan, pernapasan hingga penyakit kronis. Terdapat 6 jenis tumbuhan untuk mengobati malaria, 4 jenis tumbuhan untuk mengobati flu dan batuk, 11 jenis untuk mengobati untuk penyakit pencernaan, 3 jenis untuk penyakit pernapasan, 9 jenis untuk luka (luar dan dalam), 6 jenis untuk pegal linu, 5 jenis untuk penyakit kulit, 4 jenis untuk penyakit kronis dan 4 jenis untuk penyakit lainnya.

Terdapat berbagai jenis penyakit dengan berbagai jenis tumbuhan untuk mengobati. jenis penyakit pernapasan seperti TBC, jenis tumbuhan pengobat Halomena cordata schott. (Rikwob)*, asma jenis tanaman pengobat Drimys piperita (Akuai Mambri*)*. Jenis penyakit pencernaan seperti maag, sakit perut, muntaber jenis tumbuhan pengobat Impatients sp. (Aprek)*. Jenis penyakit kulit, seperti kadas, jenis tanaman pengobat Dichroa cyanitis (Mayanji)*. Untuk penyakit kronis, seperti jantung dan kanker dapat diobati dengan tumbuhan jenis Alpinia sp. (Ilis Merah Magah) dan jenis Amylotheca (Ilau Koufu).

Diketahui bahwa sekitar 45% (27 jenis) bagian tumbuhan yang diamnfaatkan oleh masyarakat Arfak adalah bagian daun, bagian ini banyak digunakan untuk meracik ramuan obat dan pestisida. Penggunaan kulit batang tumbuhan sekitar 21 % (13 jenis), yang biasanya diambil dari jenis pohon. Penggunaan bagian umbi, bagian batang dan penggunaan bagian daun, kulit dan akar secara bersama-sama mempunyai persentase yang sama yaitu 7% (4 jenis). 

Pembahasan
Berdasarkan hasil studi pustaka yang dilakukan di atas diketahui bahwa masyarakat suku Arfak biasa menggunakan 59 jenis tumbuhan, diantaranya 52 jenis tumbuhan digunakan sebagai obat, 5 jenis tumbuhan sebagai pestisida nabati dan 2 jenis tumbuhan yang berkhasiat magis. Jenis-jenis tersebut biasanya diperoleh dari hutan alam, hutan di sekitar kebun atau sengaja ditanam pada pekarangan rumah.

Bagian tumbuhan yang paling banyak digunakan untuk ke-3 pemanfaatan tersebut adalah daun sebanyak 40 jenis, kemudian kulit sebanyak 20 jenis, akar sebanyak 8 jenis, umbi/buah sebanyak 5 jenis. Bagian tumbuhan yang jarang digunakan adalah getah dan bagian batang, masing-masing sebanyak 4 jenis tumbuhan. Namun demikian ada satu jenis tumbuhan yang seluruh bagiannya dapat digunakan yaitu Erectites valerianifolia, yang berguna sebagai pestisida nabati.

Cara pengambilan tumbuhan obat tradisional
Adapun cara pengambilan tumbuhan obat yang dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :
1. Dipetik 
Dilakukan pada tumbuhan yang menggunakan daun, pada pohon yang tinggi daun diambil dengan cara di panjat. Pada masyarakat Hattam selain dipanjat, pohon biasanya langsung ditebang kemudian daunnya di petik. Alasan masyarakat Hattam melakukan penabangan karena pohon terlalu tinggi, juga dipengaruhi kenyataan masih melimpahnya ketersediaan jenis tersebut di habitatnya. Berbeda dengan masyarakat suku Sough yang masih memperhatikan kaidah konservasi dengan tidak menebang pohon.
2. Dipatah
Cara ini biasanya untuk pengambilan daun disertai tangkai (diambil bersama-sama), lebih banyak di aplikasikan pada tumbuhan pestisida nabati. Namun secara umum cara ini jarng dilakukan, karena daun bisa langsung dipetik (Lasarus, 2002).
3. Dicabut 
Cara ini diaplikasikan pada tumbuhan tipe gulma/ mudah dibawa, yaitu dengan mencabut seluruh bagian tanaman (Ashari, 2000).
4. Dikikis/Dikupas
Cara ini biasanya dilakukan pada kulit batang pohon. Tumbuhan yang dikikis biasanya diambil getahnya, selain getah kambium juga biasa diambil dengan cara mengupas.

Cara membuat ramuan
Cara membuat ramuan yang diketahui oleh masyarakat suku Arfak sebagai berikut :
1. Tanpa Diramu (pemanfaatan langsung)
Cara ini merupakan pemanfaatan secara langsung bagian-bagian tumbuhan, tanpa proses peramuan (tanpa diolah). Bagian tanaman yang diambil di alam baik akar, daun, batang, dan kulit langsung digunakn untukmengobati penyakit tertentu. Bagian yang dimanfaatkan sebaiknya masih dalam keadaan segar agar dapat memperpanjang jangka waktu pemakaian. Sebagai contoh cara ini biasanya di gunakan untuk jenis Nothofagus pullei sp. Sebagai pestisida alami, yang secara langsung daun maupun batang di sebarkan di tanah. (Lasarus, 2002).
2. Ramuan
  • Bentuk tunggal, Meramunya dengan cara ditumbuk kemudian diambil getahnya dan diletakan pada bagian yang sakit stsu diseduh dan langsung diminum.
  • Bentuk majemuk (Ada Campuran), Cara ini dilakukan dengan menambahkan campuran tertentu ke dalam ramuan yang dibuat, dengan harapan akan memberikan efek penyembuhan yang lebih manjur/berkhasiat tinggi.

Dosis dan Waktu Pemakaian
Untuk tanaman obat, dosis yang digunakan dalam mengobati suatu penyakit berbeda-beda antara anak-anak dan orang dewasa. Untuk jenis ramuan yang diminum biasanya dua sampai tiga kali sehari yaitu pagi, siang dan sore dengan ukuran satu sampai dua sendok dan setengah sampai satu gelas setiap minum, ramuan obat disesuaikan untuk anak-anak dan orang dewasa. (Bertha, 2004). Pemakaian ramuan untuk obat luka dengan cara penempelan dan dibungkus disesuaikan dengan besarnya luka yang diderita, kemudian ramuan tersebut diganti dengan ramuan yang baru jika ramuan tersebut telah kering. Sedangkan pemakaian dengan cara direndam di air panas dan pencampuran dengan minyak gosok disesuaikan dengan banyaknya bagian tumbuhan yang akan digunaka, kemudian lama rendaman disesuaikan sampai air rendaman masih hangat lalu diminum.

Untuk pestisida nabati dampak pengendalian bersifak temporer (sementara) dan hanya mencegah tikus mendekati ataupu merusak tanaman pertanian, tetapi tidak menimbulkan dampak kematian. Karena bersifat temporer, maka lebih di dasarkan pada faktor kesegaran (khususnya daun) dan terutama efek bau yang diahsilkan. Jika khasiatnya sudah habis dan tikus kembali menyerang maka, perlu dilakukan pengaplikasian ulang.

Tumbuhan Swanggi
Cara memperoleh pengetahuan tentang obat swanggi.
Tergolong tidak memerlukan cara-cara khusus seperti melakukan ritual-ritual semedi/bertapa. Kemampuan memperoleh pengetahuan tentang obat swanggi biasanya terbentuk dengan sendirinya berdasarkan cara hidup keseharian orang tersebut seperti memanah, bersembunyi, meniru suara-suara atau bunyi tertentu yang terdapat disekitar orang tersebut.

Cara mentransfer pengetahuan tentang obat swanggi
Setiap orang yang mengikuti jalan swanggi biasanya telah mengetahui hal-hal yang berhubungn dengan swanggi dengan resiko yang diperoleh jika mengalami kegagalan, pembagian tugas, penentuan hari atau waktu dan lokasi eksekusi direncanakan bersama setelah penyelidikan tentang hal-hal yang berhubungan dengan target yang akan dieksekusi. Pada tahap ini proses transfer atau saling mengisi akan terjadi dimana yang belum tahu akan diberitahukan.

Transfer pengetahuan ini sangat tertutup bagi masyarakat umum, ini dikarenakan sistem kepercayaan yang berbeda dan curiga yang sangat tinggi baik itu oleh dukun swanggi ataupun oleh mereka yang ikut dalam jalan swanggi

Tindakan konservasi tradisional
Tindakan konservasi dilakukan secara tidak langsung secara turun-temurun pada masyarakat Arfak, yaitu dengan mengambil bagian pohon yang akan digunakan saja tanpa menebang pohon tersebut.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
  1. Terdapat 59 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan oleh suku Arfak, yang terdiri dari 52 jenis tumbuhan obat, 5 jenis pestisida nabati, dan 2 jenis tumbuhan berkhasiat magis.
  2. Pada umumnya bagian yang paling banyak digunakan adalah daun sebanyak 40 spesies, kulit sebanyak 20 jenis, akar sebanyak 8 jenis, umbi/buah sebanyak 5 jenis, dan bagian yang paling sedikit digunakan yaitu getah dan bagian batang, masing-masing sebanyak 4 jenis tumbuhan.
  3. Penggunaan tumbuhan sebagai obat tradisional pada masyarakat suku Arfak dilakukan dalam dua bentuk pemakaian, yaitu bentuk tunggal dan bentuk campuran.
  4. Cara mengambil bahan baku obat labih banyak dilakukan dengan cara dipetik, sedang cara meramu yang sering dilakukan adalah direndam  dengan air panas, lalu airnya diminum dan ampasnya dioleskan atau ditempelkan pada bagian yang sakit.

Saran
  1. Pengambilan sumberdaya tumbuhan yang dimanfaatkan sebagai obat oleh masyarakat suku Arfak, masih tergantung kepada alam sekitarnya. Untuk itu perlu dilakukan suatu bentuk konservasi yang nyata agar tidak punah dikemudian hari.
  2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui komponen kimia (fotokimia) setiap tumbuhan berkhasiat obat dan magis yang digunakan masyarakat suku Arfak dalam usaha pemenuhan bahan baku obat.
DAFTAR PUSTAKA

Amandoi, Inggrit D. S. 2005. Pemanfaatan Tumbuhan Secara Tradisional Oleh Masyarakat Asli Papua Roon Kabupaten Teluk Wondama [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua.

Auparay, Benyamin F. 2005. Studi Tumbuhan Obat Tradisional Dalamkehidupan Suku Hattam Di Kampung Umcen Distrik Warmare Kabupaten Manokwari [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Pertanian, Universitas Negeri Papua.

Basir, Irawati. 2004. Intensitas Pemanfaatan Tumbuhan Hutan Oleh Suku Nja Di Kampung Maribu Distrik Sentani Barat [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua.

Indow, Lasarus. 2002. Identifikasi Tumbuhan Obat Sebagai Pestisida Nabati Dan Cara Pemanfaatannya Dalam Pengendalian Hama Tikus (Rattus exulans) Oleh Masyarakat Hattam Di Desa Demaisi Kecamatan Minyambow Kabupaten Manokwari [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua.
Mandacan, Jhonnie R. 2006. Tumbuhan Hutan Yang Berkhasiat Magis (Obat Swanggi) Oleh Suku Hattam Di Kawasan Cagar Alam Pegunungan Arfak Kaupaten Manokwari [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua.

Paliling, Bertha Tappi. 2004. Pemanfaatan Tumbuhan Sebagai Obat Tradisional Oleh Masyarakat Suku Sough Di Kampung Sururey Distrik Sururey Kabupaten Manokwari [Skripsi]. Manokwari: Fakultas Kehutanan, Universitas Negeri Papua.
Patay, Martin. 2000. peluang Yang Memperlemah Posisi Masyarakat Adat. Papua. Yayasan KEMALA.

Oleh : Brian Stefano Irianto Korowotjeng, S.Hut

Tidak ada komentar:

Posting Komentar