Selamat Datang di Buletin Konservasi Kepala Burung (Bird's Head) Blog "sebuah Blog yang berisi artikel-artikel seputar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan merupakan media informasi, komunikasi, sosialisasi antar sesama rimbawan dalam menegakkan panji-panji Konservasi..."
Bagi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri/Rekan-Rekan Sekalian yang ingin menyampaikan artikelnya seputar Konservasi atau ingin ditampilkan pada Blog ini, dapat mengirim artikel tersebut ke Email Tim Redaksi Buletin : buletinkepalaburung@gmail.com atau ke Operator atas nama Dony Yansyah : dony.yansyah@gmail.com

Jumat, 23 Maret 2012

Persepsi Masyarakat Terhadap Kawasan Konservasi SM. Jamursba Medi di Distrik Abun Kabupaten Tambrauw Provinsi Papua Barat-Edisi 11 2011



I. Kondisi Demografi, Sosial, Ekonomi dan Budaya

A. Demografi/Penduduk
Kawasan SM Jamurba Medi dan Pantai Warmon merupakan pantai peneluran penyu Belimbing (Dermochelys coriacea) yang secara administrasi kepemerintahan berada di Distrik Abun Kabupaten Tambrauw, dimana 4 (empat) kampung yang terdekat dengan pantai peneluran yaitu: Kampung Saubeba, Kampung Warmandi, Kampung Wau dan Kampung Weyaf. Total jumlah penduduk keempat kampung di distrik tersebut adalah 596 jiwa yang berasal dari 134 rumah tangga (survey tahun 2011).

Grafik Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
di tiga Kampung Distrik Abun


Sumber: Hasil survey Tahun 2011

Berdasarkan grafik di atas diketahui jumlah penduduk yang terbanyak untuk distrik Abun berada di kampung Saubeba dimana penduduk laki-laki dan penduduk perempuannya hampir sama banyak dengan prosentasenya laki-laki (50,6%) dan perempuan (49,4%). Secara garis besar, penduduk di kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon sebagian besar adalah berasal dari Suku Abun.

Tabel Jumlah Penduduk Kampung di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon

Sumber: Hasil survey Tahun 2011

B. Pendidikan dan Kesehatan

1. Pendidikan
Kampung-kampung di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki masing-masing 1 (satu) buah gedung Sekolah Dasar (SD) dengan tenaga guru tetap sebanyak 6 (enam) orang antara lain SD Kampung Saubeba 3 (tiga) orang, Warmandi 1 (satu) orang dan Wau-Weyaf 2 (dua) orang. 

Khusus untuk SD Kampung Warmandi yang memiliki 3 ruang kelas, baru di aktifkan pada tahun 2010, sementara SD Kampung Wau-Weyaf gedung sekolah yang hancur akibat gempa tahun 2008 telah selesai dibangun tahun 2011 dan aktif pada tahun ajaran baru 2011/2012.  Kemudian sekolah tingkat pertama (SMP) sudah tersedia di Ibu Kota Distrik Abun yaitu Kampung Waibem yang dapat mengakomodir anak-anak dari kampung Wau-Weyaf, dan SMP Werur Distrik Sausapor mengakomodir anak-anak asal Kampung Saubeba, sedangkan untuk anak-anak asa Kampung Warmandi bisa dapat lanjutkan di SMP Werur ataupun SMP Waibem, karena posisi kampung terletak dipertengahan. 


Kampung Saubeba

2. Kesehatan 
Sarana kesehatan Pustu (puskesmas pembantu) yang terdapat di kampung-kampung kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon hanya ada 2 (buah) yaitu di Kampung Saubeba dan Warmandi. Untuk Kampung Warmandi pustunya sementara dibangun, sedangkan di Kampung Wau-Weyaf, pustunya rusak yang diakibatkan karena gempa tahun 2008, sehingga rumah petugas kesehatan dipakai sebagai pusat pelayanan kesehatan.  Penyakit umum yang dihadapi oleh masyarakat di Kawasan ini Malaria, ISPA, TB, Cacingan, Rematik, Penyakit Kulit, dan  Khaki Gajah. 

Puskesmas Pembantu Kampung Saubeba

Tabel : Petugas Kesehatan Kampung

Sumber: Hasil survey Tahun 2011

C. Agama

Masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon penduduknya beragama Kristen Protestan dan Katholik.

D. Mata Pencaharian

Masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki sumber daya alam yang cukup besar baik laut maupun daratnya (hutan) dimana mereka melakukan aktifitas untuk menunjang konsumsi sehari-hari.  Beranjak dari sejarah, masyarakat di kawasan ini berasal dari pedalaman, jadi untuk konsumsi sehari-hari mereka peroleh dari hutan (berkebun maupun berburu). Mata pencaharian yang umumnya dilakukan masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon adalah berburu dan berkebun meskipun mereka tinggal di daerah pesisir.  Kalaupun ada yang melaut untuk mencari ikan, itu hanya untuk dimakan. Sedangkan hasil kebun dan berburu itulah yang mereka jual, khususnya untuk binatang dijual dalam bentuk daging segar dan dendeng. Hasil jualnya dipergunakan untuk membelanjakan kebutuhan keluarga.

Kebun Masyarakat dan Hasil Buruan Kampung Saubeba

E. Sarana dan Prasarana

1. Pasar
Kampung-kampung yang berada di sekitar kawasan SM Jamursba Medi belum memilik pasar yang selayaknya seperti di kota. Di kampung ini hanya tersedia kios-kios yang menyediakan segala kebutuhan masyarakat kampung akan sembilan bahan pokok (sembako) selain kios-kios temporer/pasar berlabu (kapal-kapal layar buton) yang sering datang untuk membeli hasil masyarakat berupa kopra dan coklat tetapi juga menjual sembako dan rokok.  Fungsi lainnya dari kios-kios yang berada di kampung sekitar SM Jamursba Medi, kecuali Kampung Warmandi adalah melayani masyarakat dengan barter (hasil masyarakat dengan sembako). 

2. Transportasi
Sarana dan Prasarana transportasi masyarakat di Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon dalam kaitannya untuk pemenuhan ekonomi keluarga dari hasil hutan (berburu) dan kebun yang akan dijual ke kota masih melintasi jalur laut dengan long boat ataupun kapal perintis. Meskipun sudah ada terobosan melalui program pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah yaitu pembuatan jalan lintas kabupaten.

Transportasi Masyarakat

F. Kearifan Lokal Masyarakat dan Adat Budaya
Masyarakat Kampung di sekitar Kawasan SM Jamursba Medi dan Warmon memiliki kebiasaan untuk penyelesaian konflik dengan membayar denda berupa kain timor, besar kecilnya denda ditentukan dengan jenis kain yang harus dibayarkan. Makin tinggi pelanggaran yang dilakukan semakin besar denda yang harus dikenakan. Mereka menyadari juga bahwa sumberdaya alam mereka akan habis apabila tidak di atur pemanfaatannya, rusa menjadi salah satu target hewan buruan, namun masyarakat menetapkan kawasan gunung sepanjang bagian belakang kawasan peneluran penyu dari Kampung Wau-Weyaf sampai dengan Kampung Saubeba sebagai wilayah yang tidak boleh dijamah atau menjadi areal perburuan. Bagi masyarakat, kawasan tersebut adalah kawasan tabungan, rusa hanya diperbolehkan untuk diburu di kawasan lembah dan sekitar kebun masyarakat, sampai pesisir pantai.  Selain itu Sasi digunakan untuk acara sumpah adat dengan menggunakan bamboo sumpah maupun air sumpah adat dan pisau adat.

G. Persepsi Masyarakat terhadap pentingnya Konservasi penyu

Berdasarkan hasil survey tehadap persepsi masyarakat  pada tahun 2009 yang dilakukan oleh WWF Indonesia pada 7 (tujuh) kampung, diantaranya adalah: Kampung Saubeba, Warmandi, Wau dan Weyaf tentang kondisi lingkungan laut  khususnya  kondisi  pantai peneluran penyu  memperlihatkan  bahwa  pandangan  responden di tujuh kampung bervariasi. Sebanyak 78.1% responden di Abun mengatakan kerusakan pesisir pantai peneluran penyu di daerahnya merupakan masalah besar, namun ada juga yang mengatakan kerusakan wilayah pesisir pantai  bukan  menjadi  masalah  besar yaitu sebanyak 5%.  Namun  yang  sangat  menarik  adalah  persepsi  masyarakat  tentang  jumlah  penyu  yang  semakin  berkurang,  yaitu 84,7 % responden mengatakan hal tersebut merupakan masalah besar. 

Dari  hasil  survey  persepsi  masyarakat  tentang  upaya  perlindungan  penyu,  dapat  dilihat  bahwa  sebagian  besar  masyarakat  yaitu  79,4  %  setuju  bahwa  penyu  harus  dilindungi,  dan  juga  53,44%  masyarakat tidak setuju membuat kebun di tepi pantai peneluran, namun masih ada juga masyarakat  yang  setuju  membuat  kebun  di  tepi  pantai  peneluran  penyu  yaitu  33,44%, nilai  ini  masih  cukup   tinggi bila dibandingkan dengan dampak yang akan timbulkan bila hal ini benar-benar terjadi. Selain  itu 82,5% masyarakat setuju agar telur penyu dibiarkan di sarangnya agar dapat menghasilkan lebih  banyak penyu.

Masyarakat melihat aktor utama dari permasalah yang ada di pantai dan pesisir  pantai di sekitar kampung adalah sebabkan oleh nelayan dari luar. Sebanyak 28,08% respoden di Abun  menegaskan bahwa pelaku utama masalah di sekitar pantai dan pesisir di sekitar kampung mereka  adalah nelayan dari luar yang beroperasi di wilayah mereka. Sedangkan pelaku lain yang menjadi penyebab utama permasalah yang ditemui di laut dan pesisir pantai adalah pengunjung/wisatawan itu  sendiri (16,6%). Pihak lain yang juga mereka anggap turun berkontribusi dalam permasalahan yang  ditemui di laut dan pesisir pantai adalah masyarakat kampung (11,9%), kepala kampung (2,2%), dan  pengusaha swasta dan Yayasan (ornop)/LSM (1,9%).

Data survey memperlihatkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat Abun terhadap sumber daya alam di darat masih sangat tinggi. Hal ini terlihat dari persentase kegiatan ekonomis masyarakat pada dua kegiatan yaitu sebagai petani sedangkan ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya laut sangat rendah ini juga terlihat dari prosentase responden yang berprofesi sebagai nelayan. Namun hal tersebut  bukan  tidak  berdampak  pada  kondisi  sumberdaya  laut,  karena  usaha  pertanian  yang dilakukan oleh masyarakat yang berdekatan dengan pesisir pantai peneluran penyu dapat berdampak pada sedimentasi pesisir pantai yang bias mengganggu habitat peneluran penyu. Dari hasil tersebut maka program-program konservasi dan  pemberdayaan masyarakat Abun hendaknya ditujukkan untuk  menjamin kelangsungan usaha-usaha ekonomi masyarakat di bidang pertanian dan perikanan secara berkelanjutan. 

Jumlah  masyarakat  Abun  yang  berpendidikan  tinggi  sangatlah  rendah.    Hal  ini  ditunjukan  dengan data survey bahwa sebagian besar responden hanya berpendidikan sekolah dasar. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap kemampuan masyarakat untuk dapat memahami pesan-pesan konservasi yang   diberikan   melalui   program  penyadaran masyarakat. Strategi penyampaian pesan-pesan konservasi harus  dirancang sedemikian rupa dengan mempertimbangkan tingkat pendidikan dari mayoritas penduduk Abun tersebut.   

Mengingat bahwa radio merupakan sumber informasi utama yang banyak dimanfaatkan masyarakat di Abun, maka penggunaan  radio  sebagai  medium  untuk  menyampaikan  program awareness  patut dipertimbangkan. Dimasa  yang  akan  datang, kegiatan-kegiatan  kampanye kesadaran  akan pentingnya  menjaga  dan  melestarikan  lingkungan  khususnya  pelestarian  sumber  daya  alam  laut melalui radio bisa menjadi alternatif pilihan.

Dari hasil survey mengenai kondisi lingkungan laut  dan pesisir pantai di Abun ternyata kerusakan yang  terjadi  dirasakan  cukup  parah  bila  dibandingkan  kondisi  10  tahun  yang  lalu,  penyebab kerusakan tersebut banyak disebabkan adanya penangkapan ikan secara berlebih yang dilakukan oleh nelayan  dari  luar  wilayah  ini,  selain  itu  beberapa  kegiatan  penangkapan  yang  dilakukan  oleh masyarakat seperti pengambilan karang dan bameti di karang juga merupakan masalah yang cukup serius  yang  masih  dilakukan  oleh  masyarakat.  program  penyadaran  dan  distribusi  informasi  tentang ancaman  terhadap  terumbu  karang  dan  bakau  harus  terus  disuarakan.  

Masyarakat  memahami bahwa  kondisi  terumbu  karang  dan pantai peneluran penyu  bisa mengalami  penurunan  jika  tekanan  terhadap  kedua  ekosistem  tersebut  terus  berlangsung  secara berlebihan dan dengan menggunakan cara-cara yang bersifat merusak atau tidak ramah lingkungan. Pemberdayaan  dan  penguatan  kapasitas  pemimpin  lokal  utamanya  kepala  kampung,  tokoh  adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat sangat  penting untuk terus dilakukan. Para  pemimpin lokal ini masih  dianggap  sebagai  orang  yang  mampu  menyelesaikan  setiap  permasalahan  lingkungan  yang terjadi di daerah mereka. Peran pemimpin lokal ini akan sangat strategis untuk mengurangi sumber permasalahan  lingkungan  di  kampung  yang  sebagian  besar  berasal  dari  masyarakat  kampung  itu sendiri. Penguatan kapasitas tokoh dan masyarakat  lokal perlu mendapat perhatian lebih agar pelibatan dan peran serta mereka dalam kelompok pemangku kepentingan atau lembaga-lembaga sosial di tingkat kampung akan memberikan dampak yang baik bagi upaya-upaya pengelolaan sumber daya alam di wilayah Tambrauw secara umum dan Abun lebih khusus. Makin tinggi tingkat pelibatan masyarakat dalam   upaya-upaya   pelestarian   sumber   daya   alam melalui kelompok-kelompok pemangku kepentingan akan lebih mempermudah   upaya-upaya pelestarian sumber daya alam dan pengelolaannya secara berkelanjutan.        

Sementara  dari  sisi  aturan  hukum,  sangat  perlu  untuk  memperkuat  aturan-aturan  adat  setempat, terutama  yang  mengatur  tentang  upaya-upaya  pelestarian  sumber  daya  alam  dan  pemanfaatannya secara berkelanjutan. Hal ini juga harus didukung dengan penegakkan terhadap aturan-aturan hokum nasional termasuk aturan pemanfaatan sumber daya alam. 

Oleh : WWF Indonesia Region Sahul Papua

Pemberdayaan Masyarakat di Sekitar Kawasan Konservasi Melalui Pembangunan Model Desa Konservasi-Edisi 11 2011



Pemberdayaan Masyarakat di sekitar kawasan konservasi pada dasarnya merupakan 
segala upaya yang bertujuan untuk terus meningkatkan keberdayaan masyarakat 
di sekitar kawasan konservasi, untuk memperbaiki kesejahteraannya dan meningkatkan 
partisipasi mereka dalam segala kegiatan konservasi sumberdaya hayati dan 
ekosistemnya, secara berkelanjutan.

Visi dan Misi
Visi
terwujudnya kemandirian masyarakat untuk memperbaiki kesejahteraan hidupnya melalui partisipasinya secara aktif dalam kegiatan pemanfaatan, pengamanan dan pelestarian sumber daya ala hayati dan ekosistemnya.

Misi
  1. Memantapkan kelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya,dengan meningkatkan peranserta masyarakat.
  2. Mengembangkan partisipasi, desentralisasi, kemitraan, pemerataan, keberlanjutan, kemandirian, guna meningkatkan kelestarian kawasan konservasi.
  3. Meningkatkan kontribusi kawasan konservasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi.

Tujuan
  1. Menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, maupun sosial budaya dan kelestarian kawasan konservasi.
  2. Meningkatkan kemandirian masyarakat sebagai pendukung utama dalam pembangunan kehutanan melalui peningkatan ekonomi kerakyatan di sekitar kawasan konservasi.
  3. Mengaktualisasikan ekses timbal balik peran masyarakat dan fungsi kawasan konservasi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sasaran
Dalam pelaksanaannya, sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan pemberdayaan masyarakat meliputi :
  1. Terjaganya kelestarian kawasan konservasi, sehingga peran, fungsi dan kontribusi kawasan konservasi terhadap masyarakat di sekitar kawasan konservasi dapat optimal.
  2. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat, sehingga kesadaran, kemauan dan kepedulian dalam upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya meningkat.
  3. Terwujudnya keserasian dan keharmonisan antara kelestarian kawasan konservasi dengan kehidupan masyarakat.
Dalam rangka pelaksanaan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dan sebagai model/contoh dalam upayapemberdayaan masyarakat di sekitar  kawasan konservasi, dengan memperhatikan aspek konservasi, sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat, perlu dilakukan melalui pembangunan Model Desa Konservasi (MDK).

Kebijakan yang ditempuh dalam rangka pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi melalui pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) meliputi : 
  1. Pembangunan kawasan konservasi harus tetap memperhatikan pembangunan masyarakat didalam dan sekitar hutan.
  2. Pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) sebagai upaya konkrit pemberian contoh kepada masyarakat mengenai pemberdayaan masyarakat.
  3. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi/daerah penyangga dilakukan secara terintegrasi dalam pengelolaan kawasan secara partisipatif melalui pelibatan masyarakat dalam pengelolaan kawasan unit management Balai Besar/Balai TN dan Balai Besar/Balai KSDA dan dikoordinasikan dengan Pemerintah Daerah setempat.   
  4. Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi/daerah penyangga dilakukan melalui optimalisasi potensipemanfaatan jasa lingkungan dan TSL (hasil hutan non kayu).
  5. Pembangunan masyarakat dilaksanakan melalui pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan dan kemandiriannya yang dilakukan melalui pembangunan desa model di sekitar kawasan konservasi.
  6. Pemberdayaan masyarakat harus mengarah kepada kegiatan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pelestarian sumber daya hutan.
  7. Pemberdayaan masyarakat di arahkan pada desa-desa di sekitar kawasan konservasi/daerah penyangga yang masyarakatnya mempunyai interaksi langsung dengan kawasan konservasi dan berpotensi mengancam kelestarian kawasan.
Pelaksanaan Pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) pada dasarnya merupakan kegiatan partisipatif dari berbagai pihak (stakeholders) yang terkait dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat, termasuk peran Pemerintah Daerah (Pemda) setempat. Langkah awal dalam pelaksanaan Pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien serta untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, maka perlu adanya kesepahaman dari berbagai pihak (stakeholders) yang terkait, termasuk pemerintah daerah setempat.

Dalam pelaksanaan Pembangunan Model Desa Konservasi (MDK) harus memperhatikan tahapan kegiatan, yang secara rinci dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 1. Tahapan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat dalam Pembangunan Model 
Desa Konservasi (MDK).





Tahapan kegiatan tersebut di atas, secara periodik dilaksanakan setiap tahun dan selanjutnya dalam rangka keberlanjutan kegiatan pemberdayaan masyarakat, maka perlu didorong kegiatan :
1. Mendorong kegiatan dan pengembangan aktifitas kelompok.
2. Penyusunan rencana kelompok, secara periodik.
3. Peningkatan dan pengelolaan modal bersama.
4. Pelaksanaan usaha bersama.
5. Gerakan menabung dan pengembalian kredit.
6. Pencatatan dan pembukuan keuangan kelompok.
7. Pemasaran hasil usaha.
8. Pengembangan modal dan penggunaannya.
9. Optimalisasi waktu dan uang secara tepat.
10. Pengembangan kerjasama antar kelompok dan perkoperasian.
11. Dukungan lembaga/instansi terkait lainnya.

Dalam pelaksanaan pemberdayaan masyarakat dilokasi Model Desa Konservasi, agar memperhatikan rambu-rambu MDK terhadap aspek lahan di dalam kawasan konservasi, yaitu :
1. Tidak merubah kawasan.
2. Tidak merubah fungsi hutan.
3. Tidak membuat sertifikat tanah.
4. Masyarakat diberikan hak memanfaatkan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan sesuai peraturan yang berlaku.


Sumber :
Dr. Ir. Rachman Upe, MM. dan Agus Haryanto, S.Hut, 2008, Pedoman Pembangunan MDK di Sekitar Kawasan Konservasi, Departemen Kehutanan

Oleh : Tim Redaksi Buletin Konservasi Kepala Burung



Jumat, 09 Maret 2012

CAGAR ALAM PEGUNUNGAN WONDIBOY-Edisi 10 2011




Potensi Biofisik
Pegunungan Wondiboy terasing dari rangkaian barisan pegunungan tengah dan terbuka dari semua jurusan ke laut. Kawasan ini termasuk dalam wilayah biogeografis yang unik yang letaknya di tengah antara gunung-gunung di daerah Kepala Burung dan Pegunungan Tengah. Vegetasinya menutupi lapisan batuan metamorfosis alpidik, kecuali dibagian selatan semenanjung yang terbentuk dari karbonat podzolik atas. Tipe hutan dalam kawasan CA Pegunungan Wondiboy termasuk ke dalam tiga lingkungan utama yaitu dataran rendah, kaki perbukitan, dan zone pegunungan yang rendah.


Faunanya belum diketahui secara lengkap, tetapi tercatat 169 jenis burung, 55 diantaranya terbatas hanya pada elevasi di atas 1.000 m. Diantaranya 12 jenis burung dewata termasuk 2 jenis endemik Kepala Burung, yaitu: Astrapia nigra dan Parotia sefilata. Jenis endemik lainnya diantaranya burung namdur Amblyornis inornatus, Melipotes gymnops dan Rallicula leucopsila. Mamalia kurang banyak diketahui tetapi dari marsupialia tercatat 3 jenis kangguru pohon, satu jenis walabi hutan, satu jenis kuskus ekor kait, oposum layang, 2 oposum, 3 kuskus, 2 bandikut, kucing (marsupial cat), dan 3 jenis tikus berkantung. Enam jenis kelelawar terdapat di sini termasuk Pteropus pohlei dan sejumlah rodenta.


Kawasan Cagar Alam Pegunungan Wondiboy bernilai penting sekali untuk sistem peyangga kehidupan masyarakat di Kabupaten Teluk Wondama dan untuk mendukung pelestarian laut di bawahnya yang merupakan kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.




Aksesibilitas dan Obyek Daya Tarik Wisata
Cagar Alam Pegunungan Wondiboy dapat diakses dari kota Manokwari dengan kapal maupun pesawat twint-otter menuju kota Wasior. Selanjutnya dari kota Wasior kawasan cagar alam tepat berada di belakang kota. Kawasan ini mempunyai nilai sosial budaya yang tinggi bagi masyarakat di sekitar kawasan. Semua kebutuhan air bersih masyarakat dipenuhi dari kawasan ini. Dari dalam kawasan mengalir sungai-sungai besar yang airnya sangat jenih. Landscape pegunungan memberikan daya tarik tersendiri kawasan ini dari kejauhan. Kawasan ini seolah-olah sebagai background kota Wasior dan kampung-kampung disekitarnya. Keragaman flora dan fauna endemik Papua juga dapat dijumpai di dalam kawasan ini.


Sumber: Petocz, Ronald G. 1987. Konservasi Sumber Daya Alam dan Pembangunan di Irian Jaya diterjemahkan oleh Slamet Soeseno. Jakarta: Pustaka Grafitipers.


Oleh : Tim Redaksi

Kamis, 08 Maret 2012

Ambang Kepunahan Cenderawasih Botak (Cicinnurus respublica) di Kabupaten Raja Ampat-Edisi 10 2011




Kabupaten Raja Ampat terletak di Propinsi Papua Barat memiliki kekayaan sumber daya alam yang sangat melimpah baik kekayaan yang terbarukan atau yang dikenal dengan keanekaragaman hayati ataupun kekayaan yang tidak terbarukan. Kekayaan keanekaragaman hayati yang tinggi di marine and teresterial ini, sehingga Raja Ampat sering terkenal, sebagai daerah Destinasi Wisata baik dalam negeri bahkan ke manca negara.


Burung Cendrawasih (Bird of Paradise) adalah salah satu spesies fauna endemik yang sangat populer asal tanah Papua. Begitu terkenalnya sehingga namanya sering dipakai untuk menamai berbagai tempat dan aktifitas di provinsi tertimur ini. Dari 27 jenis yang terdapat di tanah Papua 6 Jenis jenis burung Cendrawasih yang mendiami “Surga” hutan dataran rendah di Kabupaten Raja Ampat antara lain : Burung Cendrwasih Botak (Cicinnurus respublica), Cendrawasih Raja (Cicinnurus regius), Cendrawasih Merah (Paradisaea rubra), Cendrawasih Kuning-kecil (Paradisaea minor pulchra), Cendrawasih Belah-rotan (Cicinnurus magnificus) dan Cendrawasih 12 Antena (Seleucidis melanolevca). 


Ancaman terhadap kepunahan populasi ini merupakan hal yang serius dan harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah terutama terhadap tindakan pemanfaatan untuk kesenangan maupun tujuan secara ilegal, tetapi hal terpenting adalah masalah kerusakan habitatnya, sehingga proses penangkapannya telah di larang sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Eksosistemnya dan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Dampak kekuatiran atas kegiatan manusia yang tidak ramah lingkungan terhadap pemanfaatan dan kerusakan habitatnya akan mengakibatkan kemunduran populasi yang berakibat kepunahan spesies yang panjang.


Spesies burung Cendrwasih Botak (Cicinnurus respublica) merupakan jenis burung endemik yang keberadaanya hanya di Pulau Waigeo sehingga memiliki daerah penyebaran yang sangat terbatas, sehingga perubahan kecil pada daerah tersebut dapat merupakan ancaman dan gangguan yang serius bagi burung tersebut. Secara umum spesies burung dibatasi dari daerah penyebarannya secara ekologi maupun ketinggian tempat (altitude), sehingga perubahan yang terjadi di daerah dataran rendah dapat mengakibatkan kehidupan dan kelestarian populasi burung semakin terancam, terutama pada jenis-jenis spesies tertentu. Informasi habitat dan potensi populasi merupakan hal yang penting untuk diketahui secara ilmiah, khususnya di daerah pulau Waigeo dan sekitarnya, sehingga kelestariannya akan tetap terjaga. Bertolak dari uaraian diatas, kekuatiran terhadap ancaman kehidupan dan kelestarian satwa spesies burung Cendrwasih Botak (Cicinnurus respublica) termasuk jenis yang dilindungi, menjadi suatu permasalahan yang perlu diungkapkan informasinya, baik terhadap pertumbuhan populasinya di alam maupun wilayah penyebaranya (habitatnya).


Bertolak dari permasalahan diatas kami telah melakukan survey pada bulan Aril s/d Mei 2010 di beberapa lokasi di Pulau Waigeo dan sekitarnya yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar tingkat populasinya, habitat dan wilayah penyebarannya dengan mengunakan metode diskriptif atau teknik survey lapangan. Parameter habitat yang diamati adalah komposisi vegetasi yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan aktifitas hariannya (main, makan). Pengamatan dilakukan pada areal seluas 100 Ha untuk masing-masing wilayah dengan perincian panjang 1 km dan lebar 1 km. Pengambilan areal contoh didasarkan atas pertimbangan daerah jelajah (home range). Metode analisa vegetasi yang digunakan adalah metode kuadran (Muller Dombois dan Ellenberg, 1974; Soerianegara, 1976), dimana dari areal seluas 100 ha dibuat jalur memotong kontur dengan panjang 1 km sebanyak 5 buah. Jarak antara jalur adalah 200 m sedangkan jalur antara titik pusat kuadran adalah 25 m. 


Kerapatan Populasi diamati dengan menggunakan metode concentration count (Anonimous, 1977; Wiriosupartho, dkk, 1986) yaitu menghitung populasi yang tersebar merata dalam home range untuk masing-masing wilayah pengamatan. Pengumpulan data habitat dilakukan melalui pencatatan jenis dan jumlah untuk masing-masing vegetasi menurut Wyatt-Smith, (1963) dalam Soeranigara, (1976). Data populasi yang dikumpulkan hanya terbatas pada jumlah burung yang terlihat 14 hari berturut-turut. Waktu pengamatan disesuaikan dengan waktu aktifitasnya burung yaitu mulai pukul 06.00  11.00 WIT s/d 15.00  18.00 WIT dengan melakukan pencatatan di lokasi sarangnya terhadap burung yang terlihat, meliputi : aktifitasnya, jam tiba dan pergi dari pohon tersebut, arah dari mana burung tersebut datang, aktifitas selama burung di pohon tersebut.


Tempat bermain Cendrawasih Botak


Berdasarkan hasil pencacahan inventarisasi komposisi jenis vegetasi mulai dari tingkat semai, pancang, tiang sampai pohon di areal pengamatan, terdapat 42 jenis yang tergabung dalam 26 family. Dari 42 jenis yang ada, 25 jenis diantaranya terdapat lengkap pada ke empat stadia pengamatan. Tingkat pertumbuhan masyarakat tumbuh-tumbuhan pada lokasi pengamatan di Kampung Saporkren, Waiwo dan sekitarnya mengalami kemunduran potensi vegetasi akibat terjadi kegiatan pembalakan liar (penebangan liar) oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu. Penebangan yang terjadi kondisinya sangat memprihatinkan, dimana sebagian besar pada jenis-jenis pohon tertentu dengan diameter > 25 cm seperti Instia sp, Pometia pinnata, Homalium sp hampir sebagian besar sudah di tebang dengan tujuan dikomersilkan. Kondisi sisa-sisa hasil penebangan memperlihatkan panorama kerusakan hutan yang sudah tidak terkendali, disamping pada daerah ini berdasarkan hasil survey, mengindikasikan merupakan tempat hidup (habitat) dari burung Cendrwasih Botak (Cicinnurus respublica). Apabila kondisi ini terus berjalan tanpa adanya langkah-langkah kebijakan pemerintah, maka dikhwatirkan spesies ini akan mengalami keterancaman dan kepunahan. 


Jumlah  frekuensi kehadiran populasi burung Cendrawasih Botak (Cicinnurus respublica) pada lokasi pengamatan adalah (10.42 %) yang menjumpai sarangnya selama waktu efekif pengamatan. Rekapitulasi hasil pengamatan terhadap populasi burung Cendrawasih Botak (Cicinnurus respublica) pada dua lokasi pengamatan, menunjukan bahwa pertumbuhan populasinya sangat terbatas di alam. Terdapat 7 lokasi sarang (habitatnya) dengan frekuensi kehadiran populasinya di jumpai terbanyak yaitu pada pengamatan hari pertama yaitu berjumlah 9  ekor atau (3.87 %) dari ke tiga lokasi sarang untuk lokasi I (Bandara Udara-Waiwo). Sedangkan untuk lokasi II (Jalan Trans Waigeo-doumbrap Kampung Saporkren Gunung), frekuensi kehadiran populasinya di jumpai terbanyak yaitu pada pengamatan hari ketiga dan hari ke lima yaitu masing-masing berjumlah 5 ekor atau (1.5 %) dari ke empat lokasi sarang. 


Kehadiran populasi burung Cendrawasih Botak (Cicinnurus respublica) pada pengamatan, apabila direpresentasikan potensinya secara kuantitas, maka frekuensi kehadirannya tersisa 15 ekor baik jenis jantan maupun betina.  Sehinga dapat dikatakan bahwa keterbatasan jumlah spesies di alam akan memasuki ambang kepunahan. Kondisi kerusakan hutan pada lokasi pengamatan, akan sangat mempengaruhi pertumbuhan populasi burung Cendrawasih Botak (Cicinnurus respublica), disebabkan disamping sebagai tempat hidup, lokasi ini merupakan sumber pakan alami dan habitat utama. Dikhawatirkan apabila tidak ada keseriusan untuk penanganan dampak kerusakan hutan ini, maka spesies ini akan terancam punah (hilang) di alam.


Penebangan liar yang tidak terkontrol dapat mengancam habitat Cenderawasih Botak


Dari hasil survey yang telah kami lakukan, beberapa rekomendasi berikut dapat dijadikan acuan bagi upaya-upaya pengambilan kebijakan konservasi ex situ populasi burung Cendrawasih Botak (Cicinnurus respublica) maupun jenis Cendrawasih  lainnya, antara lain :

  1. Melakukan upaya konservasi jenis terhadap semua populasi burung Cendrawasih dengan mempertimbangkan frekuensi keterbatasan populasinya di alam, melalui kegiatan Penangkaran Taman Burung Cendrawasih (Birds Garden Paradise) bertujuan mengembangan potensi ekowisata, peningkatan populasi serta  sarana pendidikan dan penelitian.
  2. Melindungi habitat-habitat (sarang) yang telah terpetakan (ditemukan), mengingat secara kuantitas hanya terdapat pada beberapa lokasi di Pulau Waigeo.
  3. Melarang aktivitas eksploitasi kayu (penebangan liar) dan upaya meredam kegiatan yang mengakibatkan kerusakan hutan dan mengancam keberadaan jenis ini, khususnya pada habitat utamanya.
  4. Melakukan upaya perlindungan dan pengamanan untuk mengurangi ancaman terhadap semua populasi burung Cendrawasih Botak maupun jenis Cendrawasih  lainnya.
  5. Sosialisasi dan publikasi serta penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya konservasi jenis burung Cendrawasih bagi ekologi dan kehidupan masyarakat yang akan datang.
  6. Melakukan upaya pemantauan dan pengelolaan jangka panjang bersama pemerintah, masyarakat dan LSM/NGO, terutama dalam hubungannya keberadaan semua potensi burung cendrawasih. 
Oleh : Danny H. Pattipeilohy, S.P., M.Si.