Selamat Datang di Buletin Konservasi Kepala Burung (Bird's Head) Blog "sebuah Blog yang berisi artikel-artikel seputar konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dan merupakan media informasi, komunikasi, sosialisasi antar sesama rimbawan dalam menegakkan panji-panji Konservasi..."
Bagi Bapak/Ibu/Sdr/Sdri/Rekan-Rekan Sekalian yang ingin menyampaikan artikelnya seputar Konservasi atau ingin ditampilkan pada Blog ini, dapat mengirim artikel tersebut ke Email Tim Redaksi Buletin : buletinkepalaburung@gmail.com atau ke Operator atas nama Dony Yansyah : dony.yansyah@gmail.com

Senin, 27 Desember 2010

VALUASI EKONOMI TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH (Edisi 4 2009)


Sekilas Tentang Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Taman Nasional Teluk Cenderawasih  (TNTC) merupakan kawasan taman nasional perairan (laut) terluas di Indonesia. Kawasan TNTC ditunjuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.472/Kpts-II/1993 dan ditetapkan dengan keputusan Menteri Kehutanan No. 8009 /Kpts- II/ 2002 tanggal 29 Agustus 2002, dengan luas kawasan 1.453.500 ha. Keunikan kawasan ini ditandai dengan adanya keragaman hayati laut dan daratan pulau yang cukup tinggi. Dalam kawasan perairan TNTC tercatat lebih 200 spesies karang (dari 67 genus dan sub genus pada 5 kelompok terumbu karang), 355 spesies ikan, dan 153 spesies molusca. Untuk keragaman flora dan fauna daratan kawasan TNTC tercatat 46 jenis vegetasi daratan pesisir dan pulau, 37 jenis burung dan 5 jenis reptil (Setyadi G.1998).

Secara administratif pemerintahan, kawasan TNTC berada dalam 2 wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Teluk Wondama, Provinsi Papua Barat dan Kabupaten Nabire, Provinsi Papua.  Secara astronomis TNTC terletak pada koordinat 1340 06'  1350 10' Bujur Timur dan 010 43'  030 22' Lintang Selatan, dan meliputi sekitar 500 km panjang garis pantai.  Secara geografis terletak pada tepi Samudra Pasifik dan merupakan daerah pertemuan antara lempengan benua Australia dan lempengan Samudra Pasifik sehingga jalur TNTC termasuk kaya akan potensi sumber daya alam terutama keanekaragaman flora dan fauna.
Ancaman Terhadap Taman Nasional Teluk Cenderawasih
Sebagai kawasan yang kaya akan sumber daya alam hayati, TNTC tidak terlepas dari bidikan masyarakat untuk mengambil dan memperoleh manfaat ekonomi dari keberadaan kekayaan yang ada di dalamnya. Menurut peratruran, sebenarnya pengambilan dan pemanfaatan sumber daya alam di dalam kawasan TNTC sepanjang sesuai dengan peraturan dan pembagian zonasi kawasan. Namun yang terjadi adalah kegiatan ilegal seperti llegal fishing yang dapat mengancam kelestarian sumber daya keanekaragaman hayati dalam kawasan, apalagi beberapa pelaku menggunakan tehnik dan peralatan yang merusak lingkungan. 

Nelayan di dalam kawasan terutama nelayan dari luar (suku Buton dan Biak) biasa memakai bahan peledak (bom) dan masyarakat setempat menggunakan bahan beracun tradisional seperti tuba dalam menangkap ikan. Penggunaan bahan peledak dan bahan beracun dapat memusnahkan organisme dan merusak lingkungan. Penggunaan bahan peledak dalam penangkapan ikan menimbulkan efek negatif yang sangat besar. Selain rusaknya terumbu karang yang ada si sekitar lokasi peledakan, hal itu juga dapat menyebabkan kematian organisme lain yang bukan merupakan target. Kegiatan lan yang juga mengancam keberadaan TNTC adalah penggunaan kompresor, pengumpulan hasil laut yang tidak memenuhi standar aturan yang berlaku, melanggar zona yang sebenarnya terlarang melakukan kegiatan penangkapan, pengoperasian alat tangkap di luar standar, tidak ada izin penangkapan, dan duplikasi izin penangkapan.  

Nilai Ekonomi Sektor Perikanan TNTC
Sektor perikanan bagi masyarakat di sekitar TNTC merupakan sektor penting, karena masyarakat banyak menggantungkan harapannya di sektor ini.  Jumlah penduduk di sekitar kawasan sekitar 286.500 jiwa dan yang berprofesi sebagai nelayan sebanyak 11.909 orang (BPS, 1999).  Dalam penelitian ini digunakan asumsi : seluruh data tidak mengalami perubahan selama 5 tahun sejak 1999 serta hasil perikanan yang ditangkap oleh nelayan berasal dari kawasan TNTC.  Jumlah hari melaut sekitar 200 hari pada bulan Mei - November, namun pada bulan Desember-April kegiatan di laut dapat berhenti karena pengaruh angin muson barat laut yang berasal dari Asia (Bappeda, 2001).  
Untuk mengestimasi nilai sektor perikanan, studi ini menggunakan tehnik berdasarkan harga pasar dengan pendekatan produksi sebagai suatu komponen dari nilai sektor perikanan TNTC.  Data berikut ini digunakan sebagai dasar perhitungan : 

































Nilai sektor perikanan sebesar Rp 75.928.000.000 s/d Rp 461.490.000.000 pertahun merupakan manfaat ekosistem TNTC sebagai penyedia sumber protein hewani yang diberikan kepada masyarakat di tingkat lokal dan regional.  Nilai sektor perikanan dengan tingkat diskon 10% selama 25 tahun NPV sektor perikanan bernilai Rp 4.188 milyar untuk skenario tinggi dan Rp 689 milyar untuk skenario rendah. 

Perhitungan Nilai Pelestarian
Untuk menghitung nilai ekonomi keberadaan TNTC, digunakan pendekatan kontingensi.  Untuk kepentingan menghitung nilai ekonomi pelestarian ini, informasi penting tentang fungsi TNTC dibatasi pada tiga hal, yaitu: 1) TNTC sebagai tempat perlindungan dan pelestarian berbagai jenis flora dan fauna, 2) TNTC sebagai daerah penyangga bagi kota-kota disekitarnya, 3) TNTC dapat memberikan manfaat langsung dan tidak langsung, misalnya memberi kesejukan, nilai keindahan, sebagai tempat rekreasi dan wisata.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap 42 responden di Kota Manokwari diperoleh hasil sebagai berikut :
  1. Tentang pentingnya upaya pelestarian TNTC sebagai tempat perlindungan flora & fauna, melestarikan berbagai ekosistem unik, tempat wisata serta sumber plasma nutfah: sebanyak 97,62% responden menjawab ya,  2,38% menjawab tidak penting.
  2. Tentang kesediaan menyumbang : sebanyak 78,6% menjawab bersedia menyumbang dan 21,4% menyatakan tidak bersedia menyumbang.
  3. Tentang besarnya kesediaan menyumbang: minimal Rp 1000 per tahun, maksimal Rp 100.000 per tahun, dan rata-rata Rp 28.000 per tahun.
Dari hasil perhitungan diperoleh nilai pelestarian sebesar Rp 3.844.792.000,- per tahun.  Nilai tersebut merupakan nilai potensial kesediaan membayar dari masyarakat Kota Manokwari yang bersedia menyumbang bagi upaya pelestarian TNTC.  Nilai tersebut akan lebih besar jika wilayahnya diperluas sampai ke kota-kota lainnya disekitar kawasan TNTC.  Apabila potensi ini dapat diaktualisasikan maka akan memberikan sumbangan yang berarti bagi upaya pelestarian TNTC.

Perhitungan Nilai Serapan Karbon
Menurut Odum dan Odum (1955) dalam Nybakken, (1988), memperkirakan produktivitas primer terumbu karang 1500-3500 gr C/m2/tahun.  Adapun  nilai 1 ton karbon menurut ITTO & Frim (1994) dalam Kim (2001), adalah sebesar US$10, sedangkan menurut Soemarwoto (2001), nilai 1 ton karbon berkisar antara US$ 1- US$28.  Dalam kegiatan ini digunakan asumsi harga US$ 10 per ton dan nilai produktivitas primer terumbu karang sebesar 2500 gr/m2/tahun.

Berdasarkan hal tersebut di atas, dengan memperhatikan luas penutupan terumbu karang di dalam kawasan TNTC kurang lebih 80.000 ha, maka :
  • 80.000 ha x 10.000 m2/ha x 2500 gr/m2/tahun x 1/1.000.000 ton/gr = 2.000.000 ton/tahun
  • Nilai karbon US$ 10 per ton (asumsi US$ 1 = Rp 10.000)
  • Berdasarkan perhitungan tersebut maka nilai serapan karbon TNTC senilai :
  • 2.000.000 x 10 x 10.000 = Rp 200.000.000.000 per tahun

Analisis Nilai Ekonomi Total TNTC
Nilai ekonomi total TNTC adalah penjumlahan dari beberapa nilai ekonomi yang meliputi nilai sektor perikanan (skenario tinggi), nilai pelestarian, dan nilai serapan karbon yang secara keseluruhan sebesar Rp 665.334.792.000 per tahun seperti terlihat pada tabel di bawah ini.
Hasil perhitungan memperlihatkan bahwa TNTC memberikan nilai manfaat yang tinggi bagi masyarakat di tingkat lokal maupun global. Dari tabel di atas menunjukkan bahwa nilai sektor perikanan mendominasi nilai ekonomi total TNTC.  

Hal ini memperlihatkan bahwa masyarakat di sekitar kawasan TNTC masih menggantungkan hidupnya di sektor perikanan.  Nilai serapan karbon memiliki sumbangsih sebesar 30,06%, nilai ini berdasarkan persepsi masyarakat dunia.  Sedangkan nilai pelestarian berdasarkan persepsi masyarakat sekitar kawasan yang memiliki kondisi sosial ekonomi masih rendah sehingga dalam memberikan penilaian juga rendah.Berdasarkan penggunaannya, maka nilai ekonomi total TNTC tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 macam, yaitu nilai penggunaan langsung (sektor perikanan) dan nilai penggunaan tidak langsung (nilai pelestarian dan serapan karbon). Besarnya nilai ekonomi total berdasarkan perhitungan di atas sebenarnya belum menggambarkan nilai ekonomi total TNTC secara keseluruhan karena masih ada beberapa nilai ekonomi yang belum diperhitungkan seperti nilai pilihan, nilai keberadaan, nilai ekowisata dan lain sebagainya.

Dalam analisis biaya manfaat menunjukkan bahwa manfaat yang diberikan TNTC lebih besar daripada biaya pengeluaran untuk pengelolaannya. Berdasarkan anggaran TNTC tahun 2008 sebesar kurang lebih Rp 15.000.000.000, jika dibandingkan dengan manfaat TNTC sebesar Rp 665.334.792.000 maka biaya hanya sekitar 2,2% seperti terlihat dalam gambar di bawah ini.   

Penutup
Valuasi ekonomi SDAHE TNTC menunjukkan nilai Rp 665,334,792,000 per tahun.  Angka ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan taman nasional lainnya seperti TN Gunung Halimun (Rp 439,750,631,971 per tahun), TN Gunung Gede Pangrango (Rp 4,49 milyar per tahun), dan TN Bunaken (Rp 27,9 milyar per tahun). Tingginya nilai ekonomi TNTC disebabkan oleh luas kawasan yang lebih besar dibandingkan ketiga taman nasional tersebut di atas.  Disamping itu juga waktu pelaksanaan valuasi ekonomi di ketiga taman nasional tersebut dilakukan sebelum tahun 2005, karena boleh jadi jika dilakukan valuasi ulang angka tersebut akan mengalami kenaikan.  

Nilai Rp 665,334,792,000 per tahun merupakan manfaat yang bisa diberikan TNTC kepada masyarakat di tingkat lokal maupun global. Dengan biaya untuk pengelolaannya yang hanya sekitar 2,2%, TNTC diharapkan dapat mempertahankan kelestariannya demi kelangsungan kehidupan generasi yang akan datang.  Dengan adanya hasil valuasi ekonomi ini, sehingga anggapan bahwa kawasan konservasi hanya membuang anggaran saja akan terhapus.  Karena justru dengan pengelolaan yang baik, suatu kawasan konservasi akan menghasilkan manfaat yang luar biasa.



DAFTAR PUSTAKA
  • Anonymous. 2001. Proceedings Lokakarya Rencana pengelolaan dan Zonasi Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Kerjasama Pemda Kab. Manokwari, Pemda Kab. Nabire dan WWF Bioregion Sahul. Balai Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Manokwari.
  • Manokwari dalam Angka. 1999. Biro Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat. Manokwari.   Tidak diterbitkan
  • CTRC, 2006.  Pelatihan valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Bogor. Tidak diterbitkan.

Oleh : Hermadi, S.Pi (PEH Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar